Saatnya Angkat Topi untuk Jose Mourinho
Jose Mourinho hanya membutuhkan satu kemenangan demi mempersembahkan gelar Eropa perdana untuk AS Roma. Meski sempat dianggap telah "habis", Mourinho mampu membangun skuad muda Roma yang menjanjikan.
Siapa pelatih sepak bola yang paling dibenci di dunia saat ini? Rasanya Jose Mourinho masuk dalam daftar teratas. Pernyataan kontroversial dan gestur provokatif di sisi lapangan adalah dasar bagi publik membenci juru taktik asal Portugal itu.
Namun, Mourinho sejatinya adalah salah satu sosok di sepak bola modern yang paham bagaimana menghadirkan nilai jual bagi dirinya. Pelatih berjuluk “Special One” itu menjadikan berbagai kontroversi itu sebagai gimmick yang membuatnya sulit untuk dilupakan.
Di luar sikapnya yang selalu mengundang pro dan kontra, Mourinho telah membuktikan pula sebagai salah satu pelatih tersukses di abad ke-21. Raihan 25 trofi yang dipersembahkannya untuk FC Porto, Chelsea, Inter Milan, Real Madrid, dan Manchester United, adalah bukti nyata Mourinho bukan seorang pelatih yang sekedar bermulut besar.
Mourinho lah yang memulai era kejayaan Chelsea di bawah kendali Roman Abramovich pada awal dekade 2000-an. Pada musim perdananya di Stadion Stamford Bridge, ia mengakhiri penantian selama 50 tahun bagi Chelsea untuk meraih gelar domestik bergengsi melalui trofi Liga Inggris.
Baca juga : AS Roma Penyelamat Wajah Italia
Jangan dilupakan pula, ia adalah pelatih yang membawaa Porto menjadi juara Liga Champions edisi 2003-2004. Pada musim sebelumnya, Porto juga mengangkat trofi Piala UEFA.
Pria kelahiran Setubal, Portugal, itu, bisa mengakhiri dominasi tim terbaik Barcelona di era Pep Guardiola bersama Real Madrid. Gelar Liga Spanyol 2011-2012 didapatkan Mourinho sekaligus mencetak sejarah untuk menjadikan Real sebagai tim pertama di La Liga Spanyol yang bisa mengoleksi 100 poin.
Prestasi tidak kalah fenomenal dan identik dengan Mourinho adalah treble winner di Inter Milan pada musim 2009-2010. Tidak ada klub Italia lain yang pernah merasakan tiga trofi mayor dalam satu musim. Juventus yang meraih sembilan scudetto beruntun pun belum pernah merasakan capaian monumental itu.
Tak ketinggalan, Mourinho adalah manajer MU tersukses sejak era Sir Alex Ferguson hingga saat ini. Tiga trofi telah diberikannya untuk “Setan Merah”, termausk gelar Liga Europa 2016-2017.
Satu-satunya tim yang gagal ia persembahkan trofi adalah Tottenham Hotspur. Meski membantu Spurs tampil di final Piala Liga Inggris, Mourinho justru dipecat beberapa hari sebelum menjalani partai puncak kontra Manchester City.
Pengalaman Mourinho di dua tim terakhir Inggris, MU dan Spurs, tidak meninggalkan kesan mendalam baginya. Ia pun dianggap gagal dalam menangani dua tim “bermasalah” itu.
“Tim pertama yang saya rasa butuh waktu, tetapi tidak diberikan adalah ketika menangani Man United. Saya merasa dipaksa meninggalkan klub di tengah proses (perkembangan klub), tetapi saya menghormati keputusan klub,” ujar Mourinho, Desember 2020 lalu.
Cinta bersemi di Roma
Setelah merasa dicampakkan dan dianggap telah “habis” di Inggris, Mourinho mendapat kembali cinta ketika datang untuk menangani AS Roma di awal musim ini. Mural Mourinho mengendarai skuter telah menghiasi sudut kota Roma, Mei lalu.
Sambutan hangat romanisti, sebutan pendukung Roma, kepadanya membuat Mourinho merasa nyaman. Hal itu membantunya menghadirkan situasi tim yang kondusif.
Kami mengalami perjalanan yang fantastis untuk menembus final. Kami rela kehilangan poin di Serie A untuk mencapai final. (Jose Mourinho)
Tidak hanya suporter, manajemen AS Roma yang dipimpin Direktur Olahraga Tiago Pinto juga mendukung penuh Mourinho. Roma memfasilitasi Mourinho dana sekitar 100 juta euro (1,52 triliun) untuk membangun skuad yang diinginkannya.
Keleluasaan dan kepercayaan untuk mengelola tim itu membuat Mourinho membangun Roma seperti di awal kebersamaannya bersama Porto pada 2002 lalu. Mourinho membangun Roma sebagai tim yang dihuni pemain muda berbakat.
“Si Serigala” adalah tim dengan rerata usia termuda kedua di Liga Italia musim ini. Skuad Roma rerata berusia 25,2 tahun. Hanya Spezia yang lebih muda dari Roma yang mencatatkan 23,6 tahun.
Performa pasukan muda Si Serigala tidak mengecewakan. Roma tengah memimpin persaingan untuk memperebutkan posisi lima atau tiket Liga Europa dengan Lazio, Fiorentina, dan Atalanta.
Di sisi lain, Mourinho menjadi pelatih pertama yang berpeluang mempersembahkan trofi mayor Eropa bagi Roma. Itu bisa dilakukannya setelah membawa Roma menang 1-0 atas Leicester City di laga semifinal kedua Liga Konferensi Eropa, Jumat (6/5/2022) dini hari WIB, di Stadion Olimpico.
Baca juga : Roma Tak Pernah Menyerah
Si Serigala unggul 2-1 secara agregat dari “Si Rubah”, sehingga Mourinho menjadi pelatih pertama yang akan tampil di partai puncak tiga turnamen mayor UEFA, yaitu Liga Champions, Liga Europa/Piala UEFA, dan Liga Konferensi Eropa. Ia juga menjadi pelatih pertama yang mengantarkan empat klub berbeda ke final kompetisi antarklub Eropa.
Capaian itu membuat Mourinho menangis haru di sisi lapangan setelah wasit Srdjan Jovanovic meniupkan peluit akhir laga. Mourinho sampai dipeluk oleh asistennya Salvatore Foti. Tangisan itu tidak lepas pula dari rasa puas Mourinho memberikan persembahan final bagi romanisti yang mendukungnya.
Ribuan pendukung Roma menyambut mereka dalam perjalanan menuju Olimpico. Mereka juga tidak ketinggalan menyanyikan yel-yel untuk juru taktik berusia 59 tahun itu di dalam stadion. “Saya sangat emosional. Bagi kami, ini adalah Liga Champions kami. Kami sudah ada di final dan bertekad untuk memenangkan kompetisi ini,” ujar Mourinho seusai laga itu dilansir laman UEFA.
Ia melanjutkan, “Ini adalah kemenangan keluarga. Keluarga besar Roma tidak hanya orang-orang yang ada di lapangan dan bangku cadangan, tetapi juga semua orang yang berada di tribune stadion,” katanya.
Terakhir kali sebelumnya Mourinho terlihat menangis adalah seusai mempersembahkan trofi Liga Champions untuk Inter Milan. Kala itu, ia tidak bisa menahan air mata dari kedua matanya karena duel final melawan Bayern Muenchen menjadi laga terakhirnya mendampingi Inter sebelum berlabuh ke Real.
Prioritas
Mourinho selama ini dikenal sebagai sosok yang tepat untuk menentukan prioritas timnya. Hal itu ditunjukkannya bersama Roma musim ini. Ia mengorbankan kompetisi domestik untuk mempersiapkan diri demi skuadnya bisa tampil maksimal di Liga Konferensi Eropa. Roma bermain imbang 1-1 kontra Napoli setelah membungkam Bodo/Glimt 4-0 untuk menyegel tiket semifinal.
Kemudian, Roma kalah dari Inter dan ditahan imbang tanpa gol oleh Bologna, akhir pekan lalu. Dalam dua laga itu, Mourinho banyak melakukan rotasi agar pemain utamanya bisa tampil dengan kondisi terbaik dalam dua laga melawan Leicester.
“Kami mengalami perjalanan yang fantastis untuk menembus final. Kami rela kehilangan poin di Serie A untuk mencapai final,” tutur Mourinho.
Untuk menyempurnakan prestasinya di tiga turnamen mayor Eropa, Mourinho perlu mengalahkan Feyenoord di laga puncak, 26 Mei mendatang. Kemenangan atas tim Belanda itu akan menjadi trofi Eropa perdana bagi Si Serigala yang akan berusia 95 tahun, 7 Juni mendatang.
Penyerang Roma, Tammy Abraham, memuji pengaruh besar yang telah diberikan Mourinho untuk Roma. Abraham adalah salah satu pembelian Mourinho di musim ini.
Baca juga : Tammy Abraham, Raja Inggris di Tanah Romawi
“Anda bisa lihat, semua orang bisa liat perbedaan yang diberikannya untuk tim. Kami memang masih perlu waktu untuk beradaptasi satu sama lain, tetapi ketika kami telah saling mengenal. Kerja keras ini akan terbayar dengan baik,” ujar Abraham.
Pemain didikan akademi Chelsea itu telah menghasilkan 25 gol di musim perdananya di Roma. Jumlah gol itu adalah catatan gol terbanyak bagi pemain debutan dalam sejarah Si Serigala.
Pujian juga disampaikan oleh Ruggiero Rizzitelli, legenda Roma. Menurut Rizzitelli, seluruh pihak harus menaruh hormat kepada kerja keras Mourinho yang memberikan dampak bagi tim asuhannya.
“Mourinho membawa antusiasme, terlepas dari hasil positif yang dihasilkannya. Ia menjadi sosok yang dicintai dan orang yang tepat untuk mempertahankan nilai-nilai seorang Roma. Orang harus menghormatinya karena ia telah memenangkan 25 gelar,” ujar Rizzitelli yang diijuluki Rizzigol di masanya membela Roma pada 1988-1994.
Mourinho telah menunjukan diri bahwa kepiawaiannya untuk membangun sebuah tim bermental juara belum sirna. Sudah saatnya kita mengakui ia tetap seorang “Special One”… (AFP/AP)