Liga Italia identik sebagai ”neraka” bagi pesepak bola dari Inggris. Namun, penyerang Tammy Abraham menjadi anomali. Bersama AS Roma musim ini, dia tercatat sebagai pemain Inggris tersubur sejak David Platt di 1991/1992.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
AP/LaPresse/Alfredo Falcone
Ujung tombak AS Roma, Tammy Abraham (kiri), berebut bola dengan pemain Sassuolo, Gian Marco Ferrari. Gol ”Serigala Roma” (julukan AS Roma) dicetak Bryan Cristante menit ke-37 dan Stephan El Shaarawy (90+1), sedangkan balasan Sassuolo dicetak oleh Filip Djuricic (57).
Memiliki liga sepak bola terbaik di dunia menjadi kewajaran jika pemain asal Inggris jarang merantau untuk mencari kesuksesan di liga lain. Dengan kultur yang berbeda, tak mudah pula bagi pemain asal Inggris ”menaklukkan” liga di negeri berbeda, terutama Liga Italia yang dikenal sebagai ”neraka” untuk pesepak bola asal Negeri Ratu Elizabeth.
Namun, bersama AS Roma di Serie A Liga Italia musim ini, penyerang kelahiran Camberwell, Inggris, Tammy Abraham, menjadi anomali sepak bola Italia. Perlahan, tetapi pasti, pemain jebolan Akademi Chelsea ini membangun asa menjadi salah satu dari sedikit sekali pesepak bola Inggris yang sukses di Negeri Pizza, Italia.
Dengan koleksi 10 gol dari 22 laga liga atau 17 gol dari 30 laga di semua kompetisi sejauh ini, pemain berusia 24 tahun itu sudah ditahbiskan sebagai pemain Inggris tersubur yang pernah bermain untuk klub yang terletak di bekas jantung Imperium Romawi tersebut.
Tidak buruk untuk musim pertamanya dengan perubahan kultur sepak bola. Angka-angka itu pun lahir tanpa penalti dan dipenuhi peluang membentur tiang. Jika terus bekerja keras, saya yakin dia bisa menghasilkan gol lebih dari ini.
”Tidak buruk untuk musim pertamanya dengan perubahan kultur sepak bola. Angka-angka itu pun lahir tanpa penalti dan dipenuhi peluang membentur tiang. Jika terus bekerja keras, saya yakin dia bisa menghasilkan gol lebih dari ini,” ujar Pelatih AS Roma Jose Mourinho seusai AS Roma menang 4-2 atas tuan rumah Empoli dalam pekan ke-23 Serie A, Senin (24/1/2022), seperti dilansir Football-Italia.
Penuh keraguan
Abraham direkrut AS Roma dari Chelsea dengan mahar 34 juta pounsterling (sekitar Rp 657 miliar) pada musim lalu. Awalnya, perpindahan pemain yang dikontrak AS Roma selama lima tahun itu dihantui sejumlah keraguan.
AFP/Vincenzo Pinto
Penyerang AS Roma, Tammy Abraham, berebut bola dengan pemain Trabzonspor, Gervinho, dalam pertandingan Liga Konferensi Eropa antara AS Roma dan Trabzonspor di Stadion Olympic, Roma, 26 Agustus 2021.
Abraham sempat ragu untuk berlabuh ke Italia karena punya kultur sepak bola yang sangat berbeda dengan tanah kelahirannya. Sepak bola Italia dikenal lambat dan monoton, sedangkan Inggris sangat mengelu-elukan permainan cepat yang terbuka alias kick and rush.
Bukan hanya Abraham yang ragu, fans AS Roma juga tidak terlalu percaya dengan pemain bertinggi 190 sentimeter tersebut. Para pendukung yang disebut ”Romanisti” itu kadung jatuh cinta dengan penyerang kawakan asal Bosnia, Edin Dzeko, yang sudah memperkuat klub berjuluk ”Il Lupi” alias Si Serigala itu sejak 2015/2016 dengan koleksi 119 gol dari 260 laga di semua kompetisi.
Abraham yang minim gol di Liga Inggris alias Premier League dinilai belum sepadan untuk menggantikan Dzeko yang akhirnya berlabuh ke Inter Milan. Abraham datang ke Roma dengan rekor 6 gol dari 22 laga atau 12 gol dari 32 laga di semua kompetisi musim 2020/2021 bersama Chelsea.
Sejarah tak mendukung
Apalagi, sejarah membuktikan, pemain Inggris ataupun Inggris Raya tidak cocok untuk bersama dengan AS Roma. Orang keturunan Inggris pertama yang bermain di sana adalah Alfredo Welby pada musim 1929-1930. Gelandang kelahiran Roma, tetapi berorangtua asal Skotlandia ini cuma bertahan semusim tanpa menyumbang gelar apa pun.
Sejak itu sampai sekarang, sedikitnya ada enam pemain Inggris yang bermain untuk AS Roma, tidak termasuk gelandang Simone Perotta orang Italia kelahiran Ashton-under-Lyne, Inggris. Sejauh ini, hanya Mark Tullio Strukelj yang sukses dari sisi prestasi. Pemain kelahiran Dorking, Inggris, yang berayah Italia dan beribu Inggris ini turut mempersembahkan Piala Italia 1983/1984 untuk AS Roma meskipun cuma bermain 11 kali dan mencetak 1 gol di liga.
AP/Spada/LaPresse
Pemain AS Roma, Tammy Abraham, dan pemain Atalanta, Rafael Toloi, berebut bola di udara dalam pertandingan Liga Italia antara Atalanta dan AS Roma di Stadion Gewis, Bergamo, Italia, 18 Desember 2021.
Dua lainnya bernasib seperti Welby yang berakhir tragis. Bek kelahiran Swansea, Wales, John Charles, hanya bermain 13 kali dan mencetak 4 gol di semua kompetisi tanpa menyumbangkan prestasi di musim 1962/1963 dan bek sayap legendaris Inggris, Ashley Cole, cuma bermain 16 kali tanpa mencetak gol ataupun mempersembahkan prestasi selama musim 2014/2015 dan 2015/2016.
Kini, ada tiga pemain Inggris yang aktif bersama AS Roma, yakni bek Chris Smalling yang bergabung dari Manchester United sejak musim 2019/2020, menyusul Abraham di musim panas 2021/2022, dan bek Ainsley Cory Maitland-Niles yang bergabung dari Arsenal pada Desember kemarin.
Karier Abraham dan Maitland-Niles tentu belum bisa dinilai. Akan tetapi, penampilan Smalling tidak konsisten seusai tampil cukup mengesankan dengan 3 gol dari 37 laga di semua kompetisi pada musim perdananya bergabung.
Tak heran, aksi Abraham sangat disorot oleh Romanisti. Puncaknya, dia dan rekan-rekannya mendapatkan cacian ketika AS Roma dipecundangi 1-6 oleh tuan rumah selaku juara Liga Norwegia, Bodo/Glimt, dalam laga ketiga Grup C Liga Konferensi Eropa, Kamis (21/10/2021).
Abraham sempat naik pitam dengan menunjuk-nunjuk para fans sebelum rekan-rekannya meredam emosinya. Saat itu, performa Abraham tidak memuaskan. Dia baru mencetak 2 gol dari 8 laga liga dan 2 gol dari tiga laga Liga Konferensi Eropa.
AP Photo/Gregorio Borgia
Ekspresi ujung tombak AS Roma, Tammy Abraham, di sela-sela laga menghadapi Fiorentina. Tammy Abraham memberikan dua asis yang berbuah gol bagi timnya.
”Mourinho menginginkan saya menjadi seorang monster. Maksudnya, saya harus bermain lebih agresif di lapangan. Namun, tidak mudah untuk melakukannya. Sebab, selalu sulit ketika anda pindah negara dengan banyak perbedaan budaya. Saya perlu belajar menyesuaikan diri dengan gaya sepak bola yang berbeda,” tutur Abraham dikutip Eurosport, 14 November lalu.
Menjawab kritikan
Namun, Abraham akhirnya bisa menjawab semua kritikan. Jelang pengujung paruh pertama musim ini, pemain kelahiran 2 Oktober 1997 itu seolah terlahir kembali. Hingga 24 Januari ini, dia melejit dengan lesatan 8 gol dari 14 laga, 4 gol dari tiga laga Liga Konferensi Eropa, dan 1 gol di babak 16 Piala Italia.
Sekarang, Abraham tercatat sebagai pemain debutan AS Roma tercepat ketiga yang mengoleksi 15 gol di semua kompetisi. Dia membukukan 15 gol dalam 29 laga yang hanya kalah dari Gabriel Batistuta dengan 15 gol dalam 20 laga pada musim 2000/2001 dan Vincenzo Montella dengan 15 gol dalam 28 laga pada musim 1999/2000.
Bahkan, Abraham jauh melampaui rekor Dzeko. Pada musim perdananya bersama AS Roma, penyerang yang kini berusia 35 tahun tersebut cuma mengemas 8 gol dari 31 laga liga, atau 10 gol dari 39 laga di semua kompetisi.
Di antara para pemain Inggris ataupun Inggris Raya, Abraham pun tercatat sebagai pemain paling produktif dalam semusim sejak gelandang kelahiran Chadderton, Lancashire, Inggris, David Platt, membukukan 11 gol dari 29 laga liga bersama Bari di musim 1991/1992. Sejauh ini, pemain Inggris tersubur dalam semusim di Italia ialah penyerang kelahiran Rawnsley, Stafffordshire, Inggris, Gerry Hitchens, dengan 16 gol dari 34 laga liga atau 18 gol dari 37 laga di semua kompetisi bersama Inter Milan di musim 1961-1962.
AFP/Alberto Pizzoli
Penyerang AS Roma, Tammy Abraham, melakukan selebrasi setelah rekan setimnya, Jordan Veretout, mencetak gol dalam pertandingan Liga Italia antara AS Roma dan Fiorentina di Stadion Olympic, Roma, 22 Agustus 2021.
Secara keseluruhan, sejak ekspansi pemain Inggris ke Italia pada 1948, Hitchens tercatat sebagai pemain asal Inggris tersukses di Negeri Spageti. Selain mengoleksi sedikitnya 62 gol dari 209 laga di semua kompetisi bersama Inter Milan, Torino, Atalanta, dan Cagliari dari musim 1961/1962 sampai 1968/1969, dia juga menyumbangkan trofi Liga Italia 1962/1963 untuk Inter Milan dan runner-up Piala Italia 1962/1963 serta 1963/1964 untuk Torino.
Dengan usia relatif muda dan proyek ambisius AS Roma, bukan tidak mungkin Abraham bisa mengikuti jejak Hitchens dan tak menutup kemungkinan menjadi lebih baik. Lagi pula, Abraham belum berpuas diri untuk menambah koleksi gol dan prestasinya bersama Si Merah-Oranye, AS Roma. ”Roma mendatangkan saya untuk mencetak gol dan membantu tim. Saya dan tim telah bermain produktif. Jadi, mari kita lanjutkan seperti ini,” kata Abraham dilansir Siamolaroma.it.
