Saatnya Mematangkan Generasi Berikutnya
Piala Thomas dan Uber 2022 menjadi momen bagi PP PBSI untuk fokus pada pemain pelapis. Waktu dua tahun untuk Piala Thomas-Uber berikutnya dan Olimpiade Paris 2024 bukan waktu yang lama untuk melahirkan tim terbaik.
Penampilan para pemain muda di Tim Piala Uber Indonesia, meski tersingkir pada perempat final, tak hanya layak mendapat apresiasi. Mereka pantas mendapat perhatian untuk mengembangkan kemampuan mereka. Selain ditempa latihan keras, Komang Ayu Cahya Dewi dan kawan-kawan berhak mendapat kesempatan bertanding dalam ajang bulu tangkis internasional sebanyak mungkin.
Skuad putri Indonesia dikalahkan China 0-3 pada perempat final kejuaraan beregu putra-putri, Piala Thomas dan Uber, di Impact Arena, Bangkok, Thailand, 8-15 Mei. Korea Selatan akhirnya menjuarai Piala Uber untuk kedua kali setelah tahun 2010, adapun Piala Thomas dibawa pulang India untuk pertama kalinya.
Kekalahan dari China membuat Tim Piala Uber Indonesia selalu terhenti pada perempat final kejuaraan dua tahunan itu dalam enam edisi terakhir. Posisi bulu tangkis putri Indonesia stagnan sejak terakhir kali mencapai final pada Piala Uber 2008, lalu semifinal pada 2010.
Baca juga: Langkah Skuad Muda Indonesia Terhenti di Perempat Final
Namun, ada yang berbeda dalam keikutsertaan pada Piala Uber kali ini, karena Indonesia menurunkan pemain pelapis pada tunggal dan ganda putri dengan rentang usia 17-21 tahun. Pemain tunggal, yaitu Komang, Aisyah Sativa Fatetani, Bilqis Prasista, Tasya Farahnailah, dan Siti Sarah Azzahra, berada pada peringkat 200 hingga 600-an dunia.
Pemain-pemain ganda yang diturunkan juga berada pada peringkat ratusan dunia. Pasangan terbaik, yaitu Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi, menempati posisi ke-103.
Barisan pemain itu dipilih tampil dalam Piala Uber karena kekuatan utama putri diprioritaskan tampil dalam SEA Games Vietnam 2021 yang berlangsung pada 12-22 Mei 2022. Pada beregu putri, Gregoria Mariska Tunjung dan kawan-kawan akan berebut medali emas dengan Thailand pada final yang berlangsung Rabu.
Maka, ketika hasil Piala Uber tahun ini sama seperti lima penyelenggaraan sebelumnya, apresiasi pun layak diberikan kepada Komang dan kawan-kawan. Pada penyisihan grup, mereka bisa mengalahkan Jerman dan Perancis dengan skor 5-0. Kedua negara itu adalah tim kuat Eropa di bawah Denmark. Pada Kejuaraan Beregu Putri Eropa 2020, Jerman menempati peringkat kedua, sedangkan Perancis ketiga.
Baca juga: Tim Uber Indonesia Tak Gentar Meski Kalah Kelas
Perbedaan kelas mulai terlihat ketika bertemu Jepang dan China yang tak hanya menjadi tim kuat Asia, tetapi juga di level dunia. Indonesia kalah 1-4 dari Jepang, sebelum disingkirkan China. Kedua tim itu diperkuat pemain-pemain top dengan reputasi juara dunia, peraih medali Olimpiade, dan pemain nomor satu dunia, seperti Akane Yamaguchi (Jepang) serta Chen Yufei dan Chen Qingchen/Jia Yifan (China).
Skuad muda Indonesia kalah dari dua tim itu, tetapi beberapa di antara mereka bisa memberi perlawanan ketat. Bilqis bahkan menjadi sorotan BWF ketika mengalahkan Yamaguchi, juara dunia yang juga pemain nomor satu dunia, dengan 21-19, 21-19, saat Indonesia melawan Jepang pada penentuan juara dan runner-upGrup A. Pemain berusia 18 tahun ini mencuri satu gim dari pemain China berperingkat kesembilan dunia, He Bingjiao, meski kalah 21-19, 18-21, 7-21.
Sejak latihan, Bilqis memiliki kemauan kuat untuk main baik. Teknik dan mentalnya bagus. Dia bisa bertanding tanpa beban dan menikmatinya. Dengan begitu, seluruh kemampuannya bisa keluar,” ujar Morico Harda, pelatih yang mendampingi pemain tunggal putri di Piala Uber.
Bilqis memiliki kemauan kuat untuk main baik. Teknik dan mentalnya bagus. Dia bisa bertanding tanpa beban dan menikmatinya.
Dari laga melawan Jepang dan China, setiap atlet Indonesia bisa mengukur kemampuan dan kekurangan mereka. Terkait Bilqis, misalnya, Morico menilai, jam terbangnya dalam turnamen internasional masih kurang hingga proses mematangkan kemampuan belum optimal.
Bilqis pun menilai dia belum bisa menjaga konsistensi permainan. ”Saat melawan pemain top, saya bisa melihat bahwa mereka sangat ulet dan tak mudah dimatikan. Saya harus berlatih lebih keras dan berharap bisa banyak bertanding di turnamen lebih kecil dulu untuk mendongkrak peringkat dunia,” katanya.
Dengan usianya saat ini, Bilqis berada pada masa transisi dari level yunior ke level lebih atas. Adapun peringkat 300-an dunia membuatnya baru bisa tampil dalam turnamen kelas international challenge atau series. Dua kelas itu berada di bawah turnamen BWF Super 100 dan rangkaian BWF World Tour yang terdiri dari Super 300, 500, 750, dan 1000.
Maka, seperti dikatakan Bilqis, kemampuannya harus dimatangkan dari level terbawah karena pada saat ini dia tidak dimungkinkan bersaing pada turnamen BWF Super 100, apalagi di atasnya.
Baca juga: Tim Putri Indonesia Lolos ke Perempat Final
Komang memiliki pendapat yang sama dengan Bilqis setelah dikalahkan Chen, peraih emas Olimpiade Tokyo 2020. ”Dari pertandingan melawan Chen, saya sadar standar permainan saya belum apa-apa dibandingkan dengan dia. Untuk bisa seperti dia, saya harus meningkatkan segalanya, perlu kerja keras,” ujar pemain berusia 19 tahun itu.
Bilqis, Komang, serta skuad muda pelatnas tunggal putri, seperti Putri Kusuma Wardani dan Stephanie Widjaja yang tampil di SEA Games Vietnam 2021, layak menjadi perhatian PP PBSI sejak saat ini. Apalagi, performa senior mereka, yaitu Gregoria, mandek sejak naik tingkat dari level yunior, empat tahun lalu.
Pemain berusia 22 tahun itu selalu terkendala dengan kepercayaan diri. Seusai kalah pada partai pertama semifinal beregu putri SEA Games melawan Nguyen Thuy Linh (Vietnam), 21-14, 17-21, 16-21, Gregoria mengatakan, dia banyak melakukan kesalahan pada gim kedua dan ketiga.
Dari pertandingan melawan Chen, saya sadar standar permainan saya belum apa-apa dibanding kan dengan dia.
”Saya kurang banyak variasi pukulan. Di dalam hati, sebenarnya mau banget untuk berjuang mati-matian, tapi tidak tahu kenapa malah tidak keluar. Saya akui kekalahan ini karena mental saya,” katanya.
Kesenjangan nomor tunggal
Langkah yang sama harus dilakukan pada tim putra yang menembus final Piala Thomas sebelum dikalahkan India, 0-3. Indonesia kehilangan angka melalui Anthony Sinisuka Ginting, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Mohammad Ahsan, dan Jonatan Christie melalui persaingan ketat pada setiap laga.
Menyebut nama India, mungkin tak banyak yang menduga bahwa negara Asia Selatan ini bisa mengalahkan Indonesia. Namun, perbandingan kekuatan per nomor sebenarnya hanya membuat Indonesia unggul pada ganda kedua, dan kekuatan pada empat partai lain terbilang berimbang.
Dengan situasi tersebut, inilah saatnya sektor putra mematangkan para pemain pelapis di pelatnas utama dan mulai memantau potensi pemain pelatnas pratama. Nomor ganda sudah memiliki tiga ganda pelapis performanya mendekati para senior. Mereka adalah Pramudya Kusuma Wardana/Yeremia Erich Yoche Yacob Rambitan, Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri, dan Leo Rolly Carnado/Daniel Marthin.
Lihat juga: Tim Thomas Belajar dari Kekalahan Lawan India
Pekerjaan rumah lebih berat ada pada tunggal. Kesenjangan performa yang cukup jauh ada di antara Anthony dan kawan-kawan dan para pelapis mereka, seperti Chico Aura Dwi Wardoyo, Ikhsan Leonardo Imanuel Rumbay, Christian Adinata, Bobby Setiadi, dan Yonathan Ramlie. Tiga nama terakhir, bahkan, berada di luar peringkat 100 besar dunia.
Seperti nomor tunggal putri, kesenjangan tersebut tak bisa dipersempit hanya dengan latihan. Skuad tunggal putra pelapis harus diberi kesempatan lebih banyak untuk bertanding dengan pembagian turnamen yang adil, karena hanya dalam pertandingan, kemampuan menghadapi tekanan bisa dimatangkan.
Apalagi setelah hampir semua kejuaraan 2020 dan sebagian pada 2021 dibatalkan karena pandemi Covid-19, turnamen internasional sudah hidup lagi pada tahun ini. Maka, seharusnya, tak ada alasan bagi PP PBSI untuk mengikutsertakan mereka dalam berbagai turnamen.
Baca juga: Kerja Ekstra Keras untuk Juara Lagi
Selain menuai prestasi, seperti juara Piala Thomas 2020 dan meraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020 yang selama ini dibanggakan PP PBSI 2020-2024, jangan lupa pula untuk menanam dan mematangkan benih yang sudah ada. Apalagi, waktu dua tahun untuk Piala Thomas dan Uber 2024, serta Olimpiade Paris 2024, bukanlah waktu yang lama untuk menyiapkan skuad terkuat.