Amarah Espargaro, Aprilia, dan Penolakan Pebalap Muda
Aleix Espargaro sempat marah menyusul penolakan sejumlah pebalap muda Moto2 untuk menjadi pebalap Aprilia MotoGP. Namun, amarah itu dia ubah menjadi motivasi untuk membuktikan bahwa Aprilia mampu menjadi pesaing kuat.
Aprilia kembali ke MotoGP pada 2015 untuk menuntaskan urusan yang belum selesai di kelas elite yang mereka tinggalkan di akhir musim 2004 tersebut. Aprilia gagal mereplika sukses di kelas 125cc dan 250cc dengan 19 gelar juara dunia, di kelas GP500/MotoGP. Satu dekade mereka habiskan sejak debut di kelas elite itu pada 1994, tetapi Aprilia tak beranjak dari status underdog.
Status itu masih menempel pada Aprilia saat mereka kembali ke MotoGP pada 2015. Pabrikan yang sejak 2004 dimiliki oleh grup Piaggio itu, awalnya menjadi pemasok mesin bagi tim Gresini Racing. Kerjasama itu berlangsung hingga akhir musim 2021, karena Gresini ingin kembali menjadi tim independen, dan Aprilia menjadi tim pabrikan penuh.
Baca juga : Espargaro dan Aprilia Memperketat Persaingan
Dalam tujuh tahun kerja sama Aprilia dan Gresini itu, motor RS-GP mengalami pengembangan pesat. Bahkan, pada 2020 mereka melakukan perubahan radikal pada mesin V4 75 derajat yang diubah menjadi V4 90 derajat, untuk mengimbangi tenaga motor pabrikan lainnya, seperti Ducati dan Honda, yang menggunakan konfigurasi sama.
Pengembangan motor RS-GP mengalami kemajuan pesat setelah mereka merekrut Aleix Espargaro sejak musim 2017. Pebalap asal Spanyol itu menjadi referensi utama untuk menjadikan RS-GP kompetitif di MotoGP. Dalam proses pengembangan itu, Aprilia bahkan mengambil keputusan berani dengan mengubah konfigurasi mesin menjadi V4 90 derajat. Ini merupakan pertaruhan besar, karena mereka mulai dari awal lagi untuk mengembangkan motor baru tersebut.
Pada musim pertama motor revolusioner itu, hasilnya belum menggembirakan. Pencapaian terbaik Espargaro hanya finis di posisi kedelapan, sedangkan rekan setimnya Bradley Smith di urutan ke-12 dan Lorenzo Savadori di posisi ke-18. Musim 2020 menjadi persaingan yang sangat berat bagi Aprilia, karena pebalap mereka Andrea Iannone terlibat kasus doping sehingga tidak bisa balapan. Oleh karena itu, Smith dan Savadori bergiliran menggantikan Iannone pada musim 2020.
Setelah Iannone dijatuhi hukuman empat tahun dilarang terlibat dalam balapan, Aprilia berusaha mencari pebalap pengganti tetap. Namun, tawaran mereka untuk merekrut para pebalap muda dari Moto2 berujung penolakan. Sejumlah pebalap yang waktu itu diyakini didekati oleh Aprilia adalah Marco Bezzecchi, Fabio Di Giannantonio, dan Joe Roberts. Selain mereka, pebalap senior Andrea Dovizioso dan Cal Crutchlow juga menjadi target pengganti Iannone.
Dovizioso sempat dua kali menguji RS-GP, tetapi itu diklaim tidak berkaitan dengan kesepakatan negosiasi sebagai pebalap Aprilia. Sedangkan Crutchlow memilih pensiun dan kemudian menjadi pebalap penguji Yamaha. Bezzecchi yang terikat dengan tim VR46 sedang dipersiapkan menjadi rekan Luca Marini saat tim milik Valentino Rossi itu memulai persaingan di MotoGP pada musim ini. Di Giannantonio juga terikat kontrak dengan Gresini yang mulai musim ini menjadi tim independen MotoGP.
Salah satu pebalap Moto2 yang hampir menandatangani kontrak sebagai pebalap Aprilia untuk MotoGP musim 2021 adalah Joe Roberts. Namun, beberaja jam sebelum finalisasi kontrak pebalap asal Amerika serikat itu memutuskan tidak melanjutkan proses.
Baca juga : Akhir Penantian Panjang Espargaro dan Aprilia
Kedatangan Massimo Rivola
Kondisi itu membuat Espargaro marah, karena dia merasa Aprilia memiliki potensi besar dan sudah sangat dekat dengan motor tim-tim pabrikan mapan. Dia menegaskan, bahwa pebalap muda yang menolak kesempatan bergabung dengan Aprilia akan menyesal. Kemarahan itulah yang dijadikan oleh Espargaro sebagai pendongkrak motivasi untuk membuktikan bahwa RS-GP memiliki masa depan cerah.
Ketika beberapa pebalap Moto2 yang mengatakan tidak ingin bergabung dengan kami, saya sangat marah.
"Ketika beberapa pebalap Moto2 yang mengatakan tidak ingin bergabung dengan kami, saya sangat marah," ungkap Espargaro waktu itu.
"Saya mencintai Aprilia, saya mencintai proyek ini, ini rasanya seperti milik saya dan saya ingin membuktikan kepada mereka bahwa mereka salah," lanjut Espargaro.
"Para pebalap Moto2 tersebut yang tidak ingin bergabung, saya pikir mereka tidak akan senang di masa depan karena mereka kehilangan kesempatan besar dan saya harap tahun depan (2022) rekan setim saya adalah pebalap yang sangat kuat karena kami pantas mendapatkan itu, karena kami bekerja sangat keras, karena kami tidak jauh dari pabrikan-pabrikan papan atas di dunia," tegas Espargaro.
Pebalap senior asal Spanyol itu bisa mengetahui di mana posisi Aprilia dibandingkan dengan rival-rivalnya, karena dia telah mengalami masa-masa sulit, terutama pada 2017-2019. Dalam tiga musim itu, untuk bisa finis di posisi 10 besar pun sangat sulit. Kondisi itu membuat Espargaro selalu pulang membawa amarah. Bahkan, dia hampir memutuskan untuk pensiun dari MotoGP pada 2019.
Baca juga : Espargaro Cetak Sejarah Baru Aprilia di Argentina
Namun, keputusan itu batal karena CEO Aprilia Racing Massimo Rivola yang baru ditunjuk pada 7 Januari 2019, meyakinkan Espargaro untuk bertahan, karena situasi akan menjadi lebih baik. Rivola adalah sosok berpengalaman dalam dunia balap, dengan terlibat selama 21 musim dan lebih dari 300 balapan di Formula 1. Rivola menghabiskan 12 tahun dengan tim Minardi, Toro Rosso, serta tujuh tahun sebagai Direktur Olahraga Ferrari.
Rivola berpengalaman mengelola para pebalap top, seperti Fernando Alonso, dan Sebastian Vettel. Sebelum memimpin Aprilia, dia tiga tahun mengepalai Akademi Pebalap Ferrari yang membimbing Charles Leclerc mulai F3 hingga menjadi pebalap F1.
"Sangat sulit menjalani balapan untuk bersaing di posisi 15 besar dan tidak lebih dari itu. Di setiap balapan Anda memberikan yang terbaik, merasa membalap dengan baik, bekerja maksimal tetapi mustahil untuk finis di posisi 10 besar," ungkap Espargaro terkait penyebab frustrasi yang dia alami waktu itu.
"Saya tidak mengatakan untuk bisa memenangi balapan tetapi paling tidak finis di posisi 10 besar atau enam besar seperti yang kami lakukan tahun ini (2021), jadi itu sangat mengecewakan. Setiap kali saya tiba di rumah saya tidak bisa lepas dari itu dan saya sangat marah, saya tidak menikmati hidup," ungkap kakak Pol Espargaro itu.
"Benar saya mencintai MotoGP, ini gairah saya sejak saya lahir, tetapi saya pikir hidup terlalu singkat untuk tidak bahagia dan tidak menikmati apa yang Anda lakukan. Saya berpikir saya bisa melakukan sangat banyak kegiatan lain dibandingkan balapan MotoGP, jadi, ya, saya sempat berpikir mengubah hidup saya, tetapi kemudian seiring kedatangan Massimo, kondisi mulai berubah di Aprilia," jelas Espargaro.
Baca juga : Marquez Berjuang Kembali Tampil di Austin
"Dengan mengubah berbagai hal dia meyakinkan saya, proyek tumbuh dan saya pikir saya mengambil keputusan yang tepat. Terima kasih kepada dia hasil akhinya datang, tim dan proyek berkembang sangat pesat dan kami bekerja sangat, sangat keras, hasil pun tiba," jelas pebalap asal Spanyol itu.
Salah satu perubahan besar yang sangat menentukan langkah Aprilia adalah revolusi RS-GP menggunakan mesin baru V4 90 derajat mulai musim 2020. Pengembangan motor baru mereka dipercepat oleh status tim konsesi, sehingga bisa melakukan tes lebih banyak, serta pebalap utama bisa menguji motor di luar jadwal resmi MotoGP.
"Motor baru jauh lebih kompetitif, sekali lagi kami tidak bersaing untuk kemenangan tetapi kami semakin dekat dibandingkan sebelumnya," lanjut Espargaro yang juga pegiat sepeda itu.
"Ketika Anda bisa menjalani balapan dan bersaing untuk enam besar, pendekatan dan mentalitas adalah cerita lain. Sekarang saya menikmati hidup dan saya berharap saya bisa membawa proyek ini ke level selanjutnya seperti yang pantas kami peroleh," ungkap Espargaro.
Espargaro semakin menikmati balapan MotoGP setelah finis ketiga di Silverstone, Inggris, musim 2021. Itu merupakan podium pertama Aprilia di era MotoGP yang menegaskan revolusi RS-GP berada di jalur yang tepat. Pencapaian Espargaro dan Aprilia terus meningkat dengan meraih kemenangan pertama di Termas de Rio Hondo, Argentina, Minggu (3/4/2022). Aprilia pun kini bukan lagi anak bawang, karena memiliki kemampuan yang sama dengan tim-tim pabrikan lain untuk memenangi balapan. Mereka telah membuang label tim underdog.
Baca juga : MotoGP dan Realitas Pawang Hujan
"Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya pikir kami sangat pantas mendapat ini. Tanah tetap menginjak bumi, kejuaraan luar biasa panjang tahun ini, tetapi ya, jika kami tidak membuat kesalahan apapun maka kami akan berada dalam persaingan meraih kemenangan dan podium setiap akhir pekan. Saya akan berusaha melakukan yang terbaik," tegas Espargaro seusai memenangi seri Argentina.
"Saya lebih fokus dibandingkan sebelumnya, sangat senang dengan balapan ini, tetapi saya sudah berpikir tentang Amerika, Portimao, Jerez, karena saya sangat ingin menjaga momentum. Saya berada di babak akhir karier saya, saya berusia 32 tahun dan ingin finis dengan sebaik mungkin," ungkap Espargaro.
Jika musim ini Espargaro dan rekan setimnya Maverick Vinales, meraih banyak podium, Aprilia akan memasuki babak baru, yaitu menjadi tim tanpa hak konsesi. Ini akan menjadi fase lebih sulit, karena ada pembatasan pengujian motor. Saat ini, Aprilia mengumpulkan empat poin, dari podium ketiga musim lalu dan podium pertama musim ini. Jika mereka mencapai enam poin dalam rentang dua tahun, maka hak konsesi akan hilang. Poin diberikan setiap kali naik podium, tiga poin untuk podium pertama, dua poin untuk podium kedua, dan satu poin untuk podium ketiga.
Pilihan masa depan
Akhir hak konsesi Aprilia berpotensi hilang musim ini jika melihat potensi besar yang ditunjukan RS-GP untuk bersaing dalam perebutan podium. Jika mampu konsisten finis di tiga besar, tim asal Noale itu akan menjadi sasaran baru para pebalap muda yang mengincar tempat di MotoGP. Bahkan, Espargaro menilai, performa Aprilia yang terus meningkat akan membuat para pebalap yang pernah menolak Aprilia menyesal.
Saya akan berusaha meyakinkan para pebalap muda yang kini berada di Moto2 untuk datang, tetapi mereka akan mengatakan 'Saya lebih memilih menunggu motor lainnya'. Jadi itu membuat saya merasa lebih lapar dan memberi saya motivasi ekstra.
"Saya akan berusaha meyakinkan para pebalap muda yang kini berada di Moto2 untuk datang, tetapi mereka akan mengatakan 'Saya lebih memilih menunggu motor lainnya'. Jadi itu membuat saya merasa lebih lapar dan memberi saya motivasi ekstra," ungkap Espargaro.
Baca juga : Marquez, Diplopia, dan Pelajaran Merawat Tubuh
"Saya katakan 'oke, kamu akan mengingat hari ini dalam hidup kamu ketika kamu mengatakan tidak pada Aprilia'. Sekarang saya bahagia dan kemarin (Sabtu) saya sangat senang karena Sam Lowes, Scott Redding, Iannone, semua pebalap yang pernah membalap dengan saya mengirim pesan kepada saya dan merasa sangat, sangat senang untuk saya serta untuk Aprilia karena mereka tahu seperti apa sulitnya ini, betapa sulit motor dahulu," ungkap Espargaro.
"Level yang kami tunjukan saat ini saya pikir sangat bagus. Memang masih banyak yang harus dikerjakan, tetapi saya pikir para pebalap muda di Moto2, Moto3 mulai melihat proyek Aprilia dengan sedikit lebih serius, seperti pilihan untuk masa depan," lanjut Espargaro yang baru saja meraih kemenangan pertama di MotoGP setelah menanti hingga 200 balapan.
Kemenangan Aprilia ini juga menjadikan persaingan podium semakin ketat, karena semua tim bisa memenangi balapan. "Tahun ini KTM menang, Ducati menang, dan Aprilia menang. Honda juga saangat kuat, Suzuki kuat, dan Yamaha juara tahun lalu. Level persaingan kategori ini luar biasa," ujar Espargaro.
Akhir pekan ini, Espargaro akan berjuang menjaga momentum terus berlanjut di Sirkuit Amerika. Trek dengan kombinasi lintasan lurus panjang serta tikungan-tikungan hairpin dan chicane ini sangat menantang, dan menjadi lokasi yang bagus untuk menguji daya adaptasi RS-GP di sirkuit yang berbeda karakternya.
Lihat juga : Debut Pahit Valentino Rossi di GT World Challenge Europe 2022
Namun, kiprah Aprilia RS-GP dan Espargaro di Sirkuit COTA tidak terlalu bagus, dengan dua kali gagal finis pada 2019 dan 2021. Sedangkan pada 2017 dan 2018, dengan motor lama RS-GP, dia hanya finis di posisi ke-17 dan 10. Persaingan akhir pekan ini juga akan lebih menarik dengan kembalinya "Kapten Amerika" Marc Marquez yang memenangi tujuh dari delapan balapan di COTA sejak 2013.