Sirkuit Termas de Rio Hondo menjadi akhir penantian panjang Aleix Espargaro dan Aprilia untuk meraih kemenangan di kelas elite grand prix roda dua. Momen bersejarah ini bak mimpi yang menjadi kenyataan bagi Espargaro.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·4 menit baca
TERMAS DE RIO HONDO, MINGGU – Aprilia telah menancapkan cakarnya di kelas 125cc dan 250cc dengan sejumlah bintang seperti Max Biaggi dan Valentino Rossi. Namun, tim yang bermarkas di Noale, Italia itu, tidak pernah meraih kejayaan di kelas elite, hingga Aleix Espargaro finis terdepan dalam MotoGP 2022 seri Argentina, Senin (4/4/2022) dinihari WIB. Kemenangan ini menjadi akhir penantian panjang Aprilia yang sempat meninggalkan kelas elite GP500/MotoGP, setelah satu dekade tanpa hasil manis, 1994-2004.
Aprilia baru kembali ke MotoGP pada 2015 dengan motor andalan RS-GP yang semakin kompetitif sejak mesinnya dirombak menjadi V4 90 derajat pada musim 2020. Pengembangan RS-GP mengikuti banyak masukan dari Aleix Espargaro yang bergabung sejak 2017. Pebalap asal Spanyol itu pula yang membawa RS-GP pertama kali meraih podium di era MotoGP saat finis ketiga di Silvestone musim 2021.
Aprilia terus mengembangkan motor mereka dan musim ini mengubah dimensi menjadi lebih ramping dan kecil. Perubahan itu membuat RS-GP menjadi lebih mudah menikung, tidak seperti motor bermesin V4 90 derajat tim pabrikan lainnya. Pengembangan disertai dengan peningkatan tenaga mesin sehingga kecepatan puncak dan akselerasi sudah mampu mengimbangi Ducati Desmosedici GP.
Potensi besar RS-GP itu dipertontonkan oleh Espargaro saat tiga kali mendahului pebalap Pramac Racing Jorge Martin yang memacu Desmosedici GP22 dalam lima putaran terakhir. Espargaro yang start terdepan di Argentina, langsung kehilangan posisi terdepan karena kalah start. Dia berada di posisi kedua memburu Martin dan memasuki lima putaran terakhir menjadi momen penentuan.
Pada putaran ke-18, Espargaro bisa mendahului Martin di trek lurus panjang antara tikungan 4 dan 5. Namun, dia melebar di tikungan 5 karena melewati titik pengereman. Dia berusaha lagi pada putaran ke-20 tetapi kembali melebar di tikungan yang sama. Kemudian dia melakukan serangan ketiga pada putaran ke-22, kali ini dia masuk dari sisi dalam tetapi menjaga ban depan motornya sedikit di depan kuda besi Martin. Manuver ini membuat Espargaro bisa memasuki tikungan 5 dengan mulus dan memimpin balapan.
Keberhasilan Espargaro mendahuli Martin ini menunjukan kekuatan RS-GP yang bisa menandingi Desmosedici yang terkenal memiliki kecepatan puncak mengagumkan. Selain faktor motor, Espargaro juga lihai mengelola bukaan gas dalam kondisi ban belakang kompon lunak yang sudah mulai kehilangan daya cengkeram.
Espargaro finis terdepan, dan meraih kemenangan pertamanya dalam 200 balapan di kelas elite. Ini sekaligus menjadi kemenangan pertama Aprilia di kelas tertinggi. Pencapaian ini semakin manis, karena Espargaro kini di puncak klasemen pebalap dengan 45 poin, unggul 7 poin atas Brad Binder (KTM), dan 9 poin atas Enea Bastianini (Gresini) dan Alex Rins (Suzuki).
"Saya sangat senang saat ini, setelah begitu lama untuk bisa sampai di sini (podium tertinggi). Ini juga istimewa karena balapan ke-200 saya di kelas primer. Semuanya telah disetel dan disiapkan, dengan pace yang kuat, tetapi tekanan berlipat ganda karena semua orang mengatakan kepada saya ini akan mudah. Saya merasa senang (jeda memeluk adiknya Pol Espargaro yang menghampiri di parc ferme)," ungkap Espargaro.
Kami pantas mendapatkan ini dan yang paling istimewa adalah kami memimpin kejuaraan sekarang. Ini seperti mimpi. (Aleix Espargaro)
Menurut Aleix Espargaro, tekanan yang dirasakannya menjadi dua kali lipat karena semua orang menganalisis laju motornya dan mengatakan dia akan menang dengan mudah. "Ini bukan balapan yang mudah. Saya tidak memiliki daya cengkeram di sepanjang balapan. Saya tidak tahu apakah itu karena temperatur lintasan atau yang lainnya, tetapi saya tidak bisa mencapai pace saya, saya tidak bisa berkendara seperti yang saya inginkan. Saya banyak menekan tombol-tombol berusaha mencari konfigurasi yang tepat, dan akhirnya dalam empat lap terakhir saya yang terkuat dan saya sangat senang," ungkap Espargaro.
"Saya ingin mengucapkan terimakasih kepada semua orang di Aprilia, Noale, dan seluruh keluarga Aprilia. Kami pantas mendapatkan ini dan yang paling istimewa adalah kami memimpin kejuaraan sekarang. Ini seperti mimpi," pungkas Espargaro diiringi senyum lebar.
Espargaro pun mendapat selamat dari pesaingnya, Martin, yang juga tampil brilian dengan start yang brilian. Pebalap muda itu merasa podium kedua tetap menjadi pencapaian penting karena dia meraihnya dengan performa yang konsisten di sepanjang balapan.
"Saya sedikit kesulitan, tetapi sepanjang balapan saya bisa konstan. Start sangat bagus karena kami banyak melatih itu dan sangat senang untuk Aleix karena meraih kemenangan pertama," ungkap Martin yang gagal finis di Mandalika, karena terjatuh di tikungan pertama.
"Saya mengerahkan segalanya, melakukan yang terbaik, terutama di sektor terakhir di mana saya sedikit lebih baik, tetapi saya sudah berada di limit. Senang bisa finis dan kami dalam posisi stabil mulai dari kualifikasi yang bagus, hingga balapan yang bagus. Sekarang kami perlu terus bekerja keras dan Austin sudah menanti kami. Gas pol," ujar Martin.
Seri Argentina juga berkesan manis bagi Alex Rins yang finis ketiga, sama seperti pencapainnya pada 2018. Pebalap tim Suzuki Ecstar itu memiliki pace yang kompetitif dan memiliki peluang memenangi balapan jika start dari posisi baris terdepan.
"Saya senang, tetapi tidak 100 persen. Kami memiliki pace, tetapi masalahnya ada pada start, kami start dari posisi ketujuh, dan ada beberapa pebalap di depan saya, sehingga saya menjadi lebih lambat. Namun, kembali ke podium selalu menyenangkan. VIva Argentina," ujar Rins yang meraih podium pertamanya musim ini.