Keberadaan pemain senior, yang bisa diteladani, menjadi bagian penting dari regenerasi tim bulu tangkis ganda putra Indonesia. Nomor lain harus kerja ekstrakeras untuk melahirkan calon bintang baru.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
Gelar juara ganda putra dari turnamen All England dan Swiss Terbuka memperlihatkan bahwa kekuatan bulu tangkis Indonesia pada nomor itu tak ada habisnya. Lahirnya calon bintang masa depan dari nomor lain pun dinanti.
Regerasi ganda putra yang berjalan baik salah satunya diperlihatkan pada keberhasilan Indonesia dalam menempatkan tiga pasangan pada semifinal dari total enam wakil pada All England, 16-20 Maret. Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana menang atas senior mereka, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon. Ini adalah kemenangan kedua Fikri/Bagas atas ganda putra nomor satu dunia itu setelah babak kedua Denmark Terbuka 2021.
Pada semifinal lain, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan mewujudkan tekad menciptakan ”All Indonesian Final”. Mereka mengalahkan wakil China, He Ji Ting/Tan Qiang, meski Ahsan menderita cedera kedua betis yang membuatnya tak leluasa bergerak.
Fikri/Bagas akhirnya meneruskan nama besar ganda putra Indonesia setelah mengalahkan Hendra/Ahsan pada final. Meski kalah, Hendra/Ahsan bangga dengan lahirnya juara All England dari ”NextGen” ganda putra Indonesia. Fikri/Bagas termasuk tiga ganda putra pelapis pelatnas utama, selain Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin dan Pramudya Kusumawardana/Yeremia Erich Yoche Yacob Rambitan.
Meski ganda putra peringkat ke-21 dunia itu belum bisa mempertahankan performa solid pada lebih dari satu turnamen secara beruntun—Fikri/Bagas kalah pada babak pertama Swiss Terbuka di pekan berikutnya, muncul pasangan lain yang menembus babak akhir. Pramudya/Yeremia bertahan hingga semifinal, sedangkan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto menjadi juara.
Penampilan dalam dua dari tiga turnamen beruntun di Eropa itu, yang pertama adalah Jerman Terbuka, 8-13 Maret, telah memperlihatkan keberhasilan regenerasi ganda putra Indonesia.
”Ketika pemain senior masih berprestasi dan generasi di bawah mereka sudah mendekati, itu menjadi indikator keberhasilan regenerasi. Tidak ada kesenjangan yang jauh antargenerasi,” ujar Christian Hadinata, ganda putra Indonesia pertama yang menjadi juara All England. Bersama Ade Chandra, Christian meraih gelar juara All England 1972 dan 1973.
Namun, saat ini, kondisi itu hanya terjadi pada ganda putra. Mantan pemain yang menjadi komentator internasional final All England, Gillian Clark dan Morten Frost Hansen, memuji kekuatan ganda putra Indonesia. ”Sayangnya, hal ini tidak terjadi pada nomor lain,” kata Clark.
Christian menyebutkan, berjalannya regenerasi ganda putra terjadi karena selalu ada teladan dari para senior yang berprestasi. Pemain muda pun bisa langsung berkomunikasi dan mencontoh dari apa yang mereka lihat dalam keseharian di pelatnas Cipayung.
Ganda putra memiliki Kevin/Marcus yang menempati puncak peringkat dunia sejak Oktober 2017. Hendra/Ahsan, dengan segudang pengalaman dalam menjuarai ajang besar, juga mendampingi para yunior mereka untuk berlatih meski bukan berstatus pemain pelatnas. Mereka adalah pemain independen yang membiayai sendiri keikutsertaan dalam turnamen.
Seperti dikatakan pelatih ganda putra Herry Iman Pierngadi, dia sengaja meminta Hendra/Ahsan berlatih di Cipayung agar sikap profesional mereka sebagai atlet bisa ditiru atlet lain. Juga agar pemain yang lebih muda tak cepat puas.
Ketiadaaan bintang senior yang bisa menjadi teladan ini menjadi salah satu tantangan untuk melahirkan calon bintang baru di nomor lain. Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Christie, dan Shesar Hiren Rhustavito, sebagai yang paling senior di tunggal putra, lahir jauh setelah era pemain terbaik sebelumnya, Taufik Hidayat.
Sebagai dua tunggal putra terbaik, prestasi tertinggi Anthony adalah meraih medali perunggu di Tokyo 2020 dalam debutnya di Olimpiade. Adapun Jonatan menjuarai tiga turnamen Super 300, level terendah dari rangkaian BWF World Tour. Sayangnya, tunggal putra peringkat kelima dan kedelapan dunia itu masih kesulitan menjaga konsistensi seperti yang bisa dilakukan Viktor Axelsen dan Kento Momota.
Setelah Olimpiade, yang digelar 23 Juli-8 Agustus 2021, penampilan Anthony menurun hingga tersingkir pada babak pertama Indonesia Terbuka dan Indonesia Masters, serta pada penyisihan grup Final BWF 2021. Pada tahun ini, dia tersingkir di babak kedua Jerman Terbuka, perempat final All England, dan semifinal Swiss Terbuka.
Ketika pemain senior masih berprestasi dan generasi di bawah mereka sudah mendekati, itu menjadi indikator keberhasilan regenerasi.
Gelar juara Swiss Terbuka, pekan lalu, menjadi gelar pertama Jonatan dalam 2,5 tahun. Dia menjadi juara setelah terinfeksi Covid-19 saat tampil di Jerman Terbuka. Jonatan pun mengandalkan gelar itu sebagai sumber motivasi dan jalan untuk tampil konsisten dan menjuarai level lebih tinggi, yaitu Super 500, 750, dan 1000.
Dengan usia 25 dan 24 tahun, Anthony dan Jonatan masih memiliki kesempatan untuk meraih prestasi lebih tinggi dan menjadi contoh pada yuniornya di tunggal putra.
Loncat generasi
Tugas yang jauh lebih berat dihadapi sektor tunggal putri. Nomor ini tampaknya harus loncat generasi untuk menanti pemain yang bisa menembus level elite. Gregoria Mariska Tunjung, yang memperlihatkan potensi saat menjadi juara dunia yunior 2017, selalu terkendala masalah kepercayaan diri.
Dengan situasi ini, tak ada salahnya jika PP PBSI segera menyiapkan generasi baru dengan adanya pemain muda paling menonjol, Putri Kusuma Wardani (19). Untuk mendapat tunggal putri seperti An Se-young (Korea Selatan), yang menembus peringkat 10 besar dunia sejak berusia 17 tahun, pada 2019, memang sulit. Akan tetapi, mempersiapkan Putri bisa menjadi jalan di tengah terbatasnya bibit tunggal putri dengan kemampuan spesial.
Ganda putri dan campuran punya pemain potensial untuk menjadi bagian dari pemain elite meski sulit untuk mencapainya dalam waktu dekat. Apalagi, ganda campuran Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari dan kawan-kawan tak memiliki senior di sekitar mereka.
Pelatih Nova Widhianto, yang akan dibantu Flandy Limpele sejak April, memiliki tugas untuk segera menaikkan level Rinov dan kawan-kawan. Apalagi, ganda campuran Indonesia memiliki reputasi juara All England, juara dunia, dan Olimpiade.
Berdasarkan pengalamannya, mantan pemain Bambang Supriyanto, mengatakan, melahirkan generasi baru potensial tak bisa hanya dengan mengandalkan peran pelatih. Pemain senior yang berada di dekat pemain muda juga memiliki peran penting. Bambang merasakan itu ketika berlatih bersama seniornya, Eddy Hartono/Gunawan, dan akhirnya berpartner bersama Gunawan.
Ganda putri, Putri Syaikah/Nita Violina Marwah, di sela-sela turnamen Indonesia Masters dan Indonesia Terbuka di Bali, Oktober 2021, bercerita, mereka selalu mencontoh Greysia Polii/Apriyani Rahayu, tak hanya dalam pertandingan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Mereka meniru kedisiplinan dan semangat saat berlatih dari sang juara Olimpiade Tokyo 2020 itu.
Atas dasar itulah, pelatih ganda putri Eng Hian menahan Greysia yang berencana pensiun sebagai atlet pada tahun ini. Dia membutuhkan pemain berusia 34 tahun itu untuk melahirkan ganda putri yang akan menjadi penerusnya.