Menonton langsung turnamen bulu tangkis All England adalah campuran rasa takjub, gembira, dan kebanggaan sebagai warga Indonesia. Inilah yang dirasakan penonton Indonesia, umumnya pelajar, di Utilita Arena, Birmingham.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·5 menit baca
”Indonesia! Indonesia!”, penonton Indonesia bersorak-sorai sambil membentangkan bendera Merah Putih ketika menyaksikan laga final ganda putra All England 2022 antara Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana melawan seniornya, yang juga juara All England 2014 dan 2019, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Pertandingan yang bergulir di Utilita Arena, Birmingham, Minggu (2/3/2021), itu dimenangi oleh pasangan muda Fikri/Maulana dengan 21-19, 21-13.
Meskipun menonton di daerah perantauan, vibes suporter Indonesia sangat terasa. Sepanjang pertandingan, penonton Indonesia tak henti-hentinya meneriakkan yel-yel dan bersorak-sorai gembira, membangkitkan semangat para atlet yang sedang berlaga. Semangat penonton asal Indonesia ini menular kepada warga negara lain yang hadir di arena. Penonton dari negara lain pun terpicu untuk bersorak gembira mendukung atlet idola.
Mahasiswa S-2 University of Birmingham, Ika Kustanti, mengatakan, menonton langsung All England menjadi pengalaman yang seru dan tidak terlupakan.
”Pengalaman paling berkesan adalah melihat energi penonton seperti tidak ada habisnya. Terlepas dari apa pun hasil pertandingan, atlet Indonesia tetap juara di mata kami,” ujar mahasiswa jurusan Global Energy Technologies and Systems ini.
Kegembiraan serupa dirasakan Berth Phileinta Ginting Sinisuka, mahasiswa S-2 di University of Southampton. Baginya, menonton All England termasuk dalam bucket list, atau daftar hal yang ingin dilakukan, dalam pengalaman di Inggris. Bersama sekitar 20 pelajar Indonesia, ia berangkat dari London ke Birmingham. Sesampainya di Utilita Arena, ia terpukau dengan suasana turnamen bulu tangkis tertua di dunia itu.
”Aku amazed sekali bisa menonton langsung para atlet. Apalagi, ini pertandingan pertama dengan penonton setelah pandemi, jadi senang banget. Penonton yang datang juga unik-unik, jadi merasa terhibur,” ujar mahasiswa jurusan Energy Resource and Climate Change ini.
Begitu pertadingan selesai, Berth bersama teman-temannya tidak langsung meninggalkan arena pertandingan. Ia menunggu atlet selesai pemulihan, lalu menyerbu atlet untuk mengajak foto bersama atau meminta tanda tangan atlet. Para atlet biasanya memang berjalan kaki dari arena menuju hotel sehingga sangat mudah bertemu penggemar. Menurut Berth, atlet-atlet Indonesia sangat ramah dan memiliki jiwa nasionalisme yang sangat tinggi.
Turnamen bergengsi
All England merupakan turnamen bulu tangkis tertua dan paling bergengsi. Turnamen ini pertama kali digelar di Buckingham Gate Drill Halls, London, pada 1899. Setelah sempat pindah beberapa kali, termasuk di Crystal Palace, Kent (1902); London Rifle Brigades City Headquarters, London (1903-1909); dan Wembley Arena, London (1957-1993); sejak 1994 turnamen ini bergulir di Birmingham.
Sebagai turnamen tertua, gengsi turnamen ini lebih besar dibandingkan dengan Indonesia Terbuka dan China Terbuka. Seperti All England, dua turnamen itu termasuk dalam kalender BWF World Tour Super 1000, yang merupakan level tertinggi,
Pada 2021, untuk pertama kali All England diselenggarakan tanpa penonton karena berlangsung di tengan pandemi Covid-19. Saat itu, tim Merah Putih juga dipaksa mundur dari turnamen karena para pemain sempat satu pesawat dengan pasien Covid-19 dalam penerbangan ke London. Kini, All England bisa kembali bergulir seperti sedia kala dan pemain Indonesia telah membalaskan kekecewaan mereka dengan merebut gelar pada ajang bergengsi ini.
Pengalaman paling berkesan adalah melihat energi penonton seperti tidak ada habisnya. Terlepas dari apa pun hasil pertandingan, atlet Indonesia tetap juara di mata kami.
Untuk mendukung tim Indonesia, para pelajar kompak mengoordinasi penonton. Info jadwal pertandingan menyebar lewat grup Whatsapp. Mereka juga janjian nonton bareng dan beli tiket bersama-sama agar mereka mendapatkan tempat duduk yang berdekatan.
Pada Jumat (19/3/2022), saya sempat menyaksikan langsung laga perempat final All England. Perjalanan dari London ke Birmingham menempuh waktu sekitar 2 jam dengan kereta. Sesampainya di Moor Street Station langsung berjalan kaki selama 20 menit melewati daerah pusat kota dan kanal yang sangat indah.
Berbeda dengan menyaksikan bulu tangkis di Istora Senayan, suasana Utilita Arena dari luar memang tidak terlalu ramai. Toko-toko dan restoran buka seperti biasa. Setelah antre melewati pintu masuk, kemeriahan turnamen baru terasa. Penyelenggara membuat gerai makanan, pernak-pernik olahraga, dan permainan.
Utilita Arena pertama kali dibuka pada 4 Oktober 1991. Arena olahraga indoor ini dikelilingi jaringan kanal yang menghubungkan Birmingham, Wolverhampton, dan bagian timur Black Country. Saat istirahat pertandingan, penonton memanfaatkan waktu dengan bersantai di pinggir kanal. Suasana ini membuat pengalaman menonton All England tambah seru karena selain melihat pertandingan, bisa menikmati pemandangan di sekitar arena olahraga.
Dari kapasitas penonton Utilita Arena hanya 1,5 kali lebih banyak dari Istora Gelora Bung Karno di Senayan, Jakarta. Apabila Istora mampu menampung 10.000 penonton, Utilita Arena bisa menampung 15.800 penonton.
Hal lain yang membedakan adalah jarak dari penonton ke lapangan yang cukup jauh sehingga bisa meredam suara penonton. Apabila di Istora gemuruh penonton sangat terasa oleh pelatih dan pemain, di Utilita Arena suara penonton tidak terlalu keras.
Penonton di Birmingham cenderung hening, fokus dengan pertandingan. Penonton biasanya akan memberikan tepuk tangan setelah pemain berhasil mengumpulkan poin atau pada akhir laga. Berbeda dengan penonton Indonesia yang selalu memberikan semangat nyaris sepanjang laga.
Pelatih ganda putra pelatnas bulu tangkis Herry Iman Pierngadi mengatakan, di satu sisi hal ini cukup menguntungkan karena komunikasi dengan pemain jadi cukup mudah. ”Instruksi dari pelatih ke pemain tidak perlu keras karena di sini suara penonton tidak begitu bising,” ujarnya di Birmingham.
Dia mengapresiasi kehadiran para penonton Indonesia yang jauh-jauh datang dari berbagai kota untuk mendukung tim Merah Putih berlaga. Kehadiran penonton, menurut Herry, membuat pemain Indonesia tambah semangat untuk berlaga. Satu-satunya hal yang cukup menantang, menurut Herry, adalah suhu udara yang cukup dingin. ”Untuk ukuran pemain Indonesia, dengan suhu 11 derajat celsius sudah cukup dingin,” ujarnya.
Pelajar Birmingham City University, Mayzsa Bianca (26), menonton langsung All England bersama ibunya, Sri Novri Yenny. Demi mendukung atlet, Bianca menonton laga tiga hari berturut-turut mulai dari perempat final, semifinal, hingga final. Dari kursi penonton, ia meneriakkan nama atlet dengan penuh semangat. ”Suaraku sampai habis,” ujarnya.
Sementara bagi ibunda Bianca, Sri Novri Yenny, menonton langsung All England adalah mimpi yang jadi kenyataan. Sebagai penggemar bulu tangkis, ia selalu menyaksikan turnamen ini melalui siaran televisi. Begitu anaknya kuliah di Inggris, Sri Novri sengaja mengunjungi Bianca pada pekan All England agar bisa sekalian menonton bulu tangkis.
Menyaksikan langsung All England, menurut Sri, membuat perasaan tegang jadi lebih terasa. Ia harus beberapa kali menutup matanya karena takut melihat perebutan poin kritis oleh pemain. Begitu ada yang mencetak poin, ia merasa sangat senang. ”Terutama ketika melihat pemain-pemain muda menang, rasanya senang sekali,” ujarnya.