Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana melanjutkan kejutan yang mereka buat dalam debut di All England. Ganda putra peringkat ke-28 dunia itu akan tampil di final.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
BIRMINGHAM, SABTU - Kejutan tidak henti dibuat Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana dalam penampilan pertama mereka di All England. Salah satu ganda pelapis di pelatnas utama ganda putra Indonesia itu mendapat pengalaman berharga ketika berulang kali mengatasi tekanan berlipat dari pemain-pemain top dunia.
Fikri/Bagas melaju ke final setelah mengalahkan Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon di Utilita Arena Birmingham, Inggris, Sabtu (19/3/2022). Kemenangan dengan skor 22-20, 13-21, 21-16, bahkan, menjadi yang kedua bagi Fikri/Bagas atas senior mereka yang berperingkat teratas dunia itu. Lima bulan lalu, mereka mengalahkan Kevin/Marcus pada babak kedua Denmark Terbuka.
Di Birmingham, ganda putra nomor lima Indonesia itu menyingkirkan dua unggulan lain. Mereka menang atas unggulan kedelapan, On Yew Sin/Teo Ee Yi (Malaysia), pada babak kedua dan juara dunia yang menjadi unggulan ketiga, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi (Jepang), pada perempat final. Lawan mereka pada final adalah pemenang semifinal antara Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan dan He Jiting/Tan Qiang (China) yang berlangsung Minggu dinihari waktu Indonesia.
“Kami senang sekaligus tidak menduga bisa lolos ke final. Namun, kami tidak mau senang dulu karena masih ada final,” kata Bagas.
Marcus dan pelatih ganda putra Herry Iman Pierngadi menilai, kelebihan Fikri/Bagas pada pertandingan tersebut adalah bisa bermain tanpa beban. “Mereka juga bisa konsisten menyerang dengan rotasi yang bagus. Keduanya bisa bermain dengan baik di depan dan belakang lapangan,” kata Herry.
Dalam pertandingan dengan ritme cepat yang menjadi hiburan bagi penonton di stadion itu, Fikri bisa beradu kejelian dengan Kevin di lapangan depan. Dalam permainan ganda, pasangan yang bisa menguasai lapangan depan akan dengan mudah mendapat posisi menyerang. “Kami berlatih bersama di pelatnas. Saya berusaha bermain seperti yang dilakukan saat latihan,” kata Fikri.
Kevin/Marcus pun mengakui keunggulan Fikri/Bagas yang bisa dengan konsisten membuat mereka dalam posisi tertekan. “Fikri/Bagas bermain bagus. Selamat untuk mereka,” kata Marcus.
Hadirnya Kevin/Marcus, Fikri/Bagas, dan Hendra/Ahsan pada semifinal kembali mempertegas bahwa Indonesia menjadi salah satu negara dengan kekuatan ganda putra terbaik dunia. Kehadiran tiga ganda putra pada semifinal All England terjadi juga pada 1995 saat Denny Kantono/Antonius mengalahkan Gunawan/Bambang Supriyanto dan Ricky Soebagdja/Rexy Mainaky menang atas Cheah Soon Kit/Yap Kim Hock (Malaysia). Ricky/Rexy menjadi juara setelah menang atas Denny/Antonius di final.
Mereka juga bisa konsisten menyerang dengan rotasi yang bagus. Keduanya bisa bermain dengan baik di depan dan belakang lapangan. (Herry Iman Pierngadi)
Dominasi itu terulang pada 2001 dengan hadirnya Tony Gunawan/Halim Haryanto, Flandy Limpele/Eng Hian, dan Candra Wijaya/Sigit Budiarto pada semifinal. Satu-satunya wakil dari luar Indonesia, yaitu Choong Tan Fook/Lee Wan Wah (Malaysia), dikalahkan Candra Sigit. Gelar juara didapat Tony/Halim.
Sebelum lahir generasi Ricky/Rexy, Tony/Halim, dan kawan-kawan, dominasi ganda putra Indonesia pada All England dimulai pada era 1970-an melalui Christian Hadinata/Ade Chandra dan Tjun Tjun/Johan Wahjudi. Christian/Ade menjadi juara ganda putra pertama dari Indonesia, yaitu pada 1972 yang dipertahankan pada tahun berikutnya.
Setelah itu, Tjun Tjun/Johan meraih gelar pada 1974, 1975, 1977-1980. Kedua pasangan itu, bahkan, menguasai final pada 1973, 1974, 1975, 1977, 1978
Seperti pernah dituturkan Christian, regenerasi ganda putra Indonesia berjalan baik karena selalu lahir pemain yang menjadi idola. Ini menjadi motivasi pemain-pemain muda untuk menjadi seperti idola mereka.
Tiket final pada nomor lain, dari semifinal sesi pertama, di antaranya didapat pemain Korea Selatan, An Se-young (tunggal putri), dan Nami Matsuyama/Chiharu Shida (ganda putri Jepang).
Pelajaran mahal
Sementara, Herry menyoroti perjalanan para pemain pelapis pada debut di All England. Selain Fikri/Bagas, ada Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin yang bertahan hingga semifinal dan Pramudya Kusumawardana/Yeremia Erich Yoche Yacob Rambitan yang kalah pada babak pertama dari Fikri/Bagas.
“Ini menjadi pelajaran mahal bagi mereka karena belum tentu semua pemain muda bisa mendapatkan pengalaman ini,” ujar Herry pada wartawan Kompas di Birmingham Denty Piawai Nastitie, Jumat.
Para pasangan pelapis itu tak diberi target tinggi karena mereka masih berada pada tahap awal dalam bersaing pada turnamen di level tinggi. All England pun dijadikan ajang untuk menambah pengalaman dan poin guna menaikkan peringkat dunia. Tetapi, Herry senang karena Fikri/Bagas dan Leo/Daniel bisa memperlihatkan sikap pantang menyerah saat berhadapan dengan pemain yang kelasnya berada di atas mereka.
“Setelah perempat final, saya tanya pada Fikri/Bagas, bagaimana perasaan saat tertinggal 17-20 pada gim ketiga. Mereka bilang, main tanpa beban saja. Kalah pun tidak apa-apa, yang penting tidak ada beban pikiran,” tutur Herry. Pola pikir itu ternyata membawa mereka tampil dengan baik, tidak membuat kesalahan pada lima poin terakhir dan menang 16-21, 21-16, 22-20.
Kevin/Marcus, Fikri/Bagas, dan Hendra/Ahsan menjadi wakil Indonesia pada semifinal setelah tersingkirnya empat wakil lain pada perempat final, Sabtu dinihari waktu Indonesia. Mereka adalah Leo/Daniel, Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Christie, dan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti.
Anthony kalah telak dari tunggal putra nomor satu dunia, Viktor Axelsen, 4-21, 9-21. Tunggal putra Indonesia peringkat kelima dunia itu mengatakan, Axelsen bermain jauh lebih baik darinya.
“Dia hampir tidak pernah membuat kesalahan, sedangkan saya sebaliknya. Setelah gim pertama, saya berusaha keras meraih setiap poin tetapi itu tidak mudah karena saya kesulitan untuk menyerang,” kata Anthony.