Alexis Sanchez, ”Singa Terkurung” Pelengkap Skuad Juara Inter Milan
Alexis Sanchez mulai tersisih dari skuad utama Inter Milan. Namun, dia tak berkecil hati. Dia justru menjelma sebagai singa terkurung yang selalu siap menerkam dengan buas setiap kali mendapatkan kepercayaan diturunkan.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
Sebagai salah satu pemain bernama besar, penyerang sayap asal Chile, Alexis Sanchez, mulai tersisih dari skuad utama Inter Milan. Namun, Sanchez tak berkecil hati. Dia justru menjelma sebagai ”singa terkurung” yang selalu siap menerkam dengan buas setiap kali mendapatkan kepercayaan diturunkan. Kontribusinya menjadi pelengkap puzzle skuad juara ”Il Biscione” alias ”Si Ular Besar”, julukan Inter Milan.
Saya merasa seperti ’singa terkurung’ (saat dicadangkan). Suatu hari, Antonio Conte (pelatih Inter Milan sebelumnya) memasukkan saya pada 15 menit terakhir dan saya membuat perbedaan. Lalu, saya katakan, masukkan saya lebih cepat, saya bisa melakukan hal spesial.
”Saya merasa seperti ’singa terkurung’ (saat dicadangkan). Suatu hari, Antonio Conte (pelatih Inter Milan sebelumnya) memasukkan saya pada 15 menit terakhir dan saya membuat perbedaan. Lalu, saya katakan, masukkan saya lebih cepat, saya bisa melakukan hal spesial. Bagi pemain juara, semakin sering bermain, semakin baik perasaannya. Mereka bisa melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan orang lain,” tegas Sanchez usai Inter Milan menjuarai Piala Super Italia 2021, Kamis (13/1/2022), seperti dilansir Football-Italia.
Dalam final Piala Super Italia di Stadion San Siro, Milan, Sanchez menjadi pahlawan Inter Milan saat menekuk Juventus 2-1. Pemain kelahiran Tocopilla, Chile, 19 Desember 1988, itu mencetak gol pada menit ke-120+1. Pemain yang baru diturunkan pada menit ke-75 laga itu pun mengantarkan Inter Milan melepas dahaga 12 tahun tidak mengangkat trofi yang diperebutkan oleh juara Serie A Liga Italia dan juara Piala Italia tersebut.
Di awal kariernya, Sanchez dijuluki ”El Nino Maravilla” alias ”Si Bocah Ajaib”. Itu menggambarkan fenomenanya di masa muda. Dalam usia 17 tahun, dia sudah menembus skuad inti Cobreloa dengan statistik tiga gol dari 35 laga di Liga Chile 2005. Tiga tahun kemudian, berkat potensi besarnya, dia menembus blantika sepak bola Eropa ketika direkrut klub Liga Italia, Udinese.
Sanchez juga sering dijuluki ”La Ardilla” alias ”Si Tupai”. Julukan itu disematkan karena kebiasaan masa kecilnya yang suka dan lincah memanjat pohon. Kelincahan itu terbawa dalam gaya bermain sepak bolanya. Di lapangan, dia dikenal gesit, cerdik, dan gesit. Gaya bermainnya sering disamakan dengan megabintang asal Argentina, Lionel Messi.
Tak pelak, usai tiga musim bersama Udinese, Sanchez direkrut raksasa Spanyol, Barcelona. Di klub asal Catalan itu, dia sempat berkolaborasi dengan dua rekan yang punya tipe permainan serupa dengannya, yakni Messi, Neymar, dan David Villa.
Sukses merebut enam trofi selama tiga musim, mulai dari Liga Spanyol (2012/2013), Copa del Rey (2011/2012), Piala Super Spanyol (2011, 2013), Piala Super Eropa (2011), dan Piala Dunia Klub (2011), Sanchez hijrah dari Barcelona ke klub Inggris, Arsenal. Dia cukup dipercaya sebagai pemain utama klub asal London itu selama tiga setengah musim sebelum berlabuh ke raksasa sepak bola negeri Ratu Elizabeth, Manchester United.
Ternyata kepindahan Sanchez ke Manchester United bukan pilihan tepat. Klub berjuluk ”Si Setan Merah” itu menjadi tempat awal kemerosotan kariernya. Dia sempat dipercaya sebagai pemain inti klub yang bermarkas di Old Trafford pada setengah musim pertamanya.
Namun, di musim berikutnya, Sanchez lebih banyak menghangatkan bangku cadangan, terutama saat kursi kepelatihan beralih dari Jose Mourinho ke Ole Gunnar Solskjaer. Frustrasi dengan Manchester United, Sanchez memilih kembali ke ”Negeri Piza”, Italia. Kali ini, dia bergabung dengan Inter Milan.
Namun, di ”Il Nerazzurri” alias ”Si Biru-Hitam”, Inter Milan, Sanchez pun tidak menjadi pilihan pertama. Dia hanya 10 kali menjadi pemain inti dari 22 laga di Liga Italia 2019/2020, 12 kali menjadi pemain inti dari 30 laga di musim 2020/2021, dan empat kali menjadi pemain inti dari 13 laga di musim ini.
Dalam situasi sulit, Sanchez memang gusar. Namun, dia masih mencoba sabar dan nyaris tidak pernah menyulut konflik. Dirinya sempat mengeluh di media sosial tetapi buru-buru langsung dihapus. ”Sadarilah bahwa Anda bisa sangat berharga, tetapi jika Anda berada di tempat yang salah, Anda tidak akan bersinar,” tulisnya di Instagram pada Oktober tahun lalu sebelum dihapus seperti dikutip Football-Italia.
Kini, Sanchez tampaknya sadar bahwa cara terbaik untuk bisa kembali menjadi pilihan utama dengan bermain sebaik mungkin setiap diberikan kepercayaan. Selain gol penentu kemenangan atas Juventus di Piala Super Italia 2021, pemain dengan gaji 7 juta euro per tahun atau tertinggi di Inter Milan ini ikut menyumbangkan gol ketika Inter Milan menang 3-1 atas tuan rumah dalam penyisihan Grup D Liga Champions 2021/2022.
Kemenangan itu amat penting untuk membantu Inter Milan mengamankan posisi kedua grup dan lolos ke 16 besar. Adapun di Liga Italia, dia menyumbangkan dua gol dan tiga asis dari 13 laga. Itu catatan yang tidak terlalu buruk untuk pemilik rekor gol dan penampilan terbanyak bersama timnas Chile itu karena baru bermain 456 menit di liga. ”Jika mereka membiarkan saya bermain, saya akan menjadi monster,” ungkap Sanchez dilansir The Guardian usai final Piala Super Italia 2021.
Siap berjuang
Sanchez telah mengirim sinyal bahwa dirinya siap berjuang untuk membantu tim meraih gelar-gelar lainnya di musim ini, termasuk mempertahankan gelar Serie A yang direbut musim lalu. ”Saya selalu lapar dengan gelar juara. Kami sudah berada di jalur yang benar dengan pemain yang tepat. Kami harus seperti ini,” ujar Sanchez mengungkapkan semangatnya berkontribusi untuk tim seperti dikutip Sport Mediaset.
Pelatih Inter Milan Simone Inzaghi dalam laman Alairelibre.cl menyampaikan, Sanchez memang lebih banyak berada di bangku cadangan. Namun, pemain berusia 33 tahun tersebut selalu menunjukkan antusiasme tatkala dipercaya bermain.
Hal semacam itu yang diinginkan Inzaghi dari timnya. ”Saya merasa beruntung memiliki skuad dengan deretan pemain luar biasa. Para pemain yang jarang tampil menunjukkan performa yang memuaskan. Ini bukti bahwa ada kekompakan dalam tim ini,” terang Inzaghi sesudah Inter Milan menang 2-1 atas Lazio, Senin (10/1/2022), seperti dilansir Football-Italia.
Pengamat sepak bola Italia, Gianluca Di Marzio, dilansir Sampreinter.com, mengatakan, kekuatan utama Inter Milan sekarang adalah kekompakan tim. Itu modal besar untuk mempertahankan gelar Serie A musim ini. ”Inzaghi mampu menggunakan semua sumber daya yang dimiliki tim. Bahkan, para pemain yang tidak bermain secara teratur bisa tampil dengan baik. Sebab, semua orang merasa penting sehingga yang jarang bermain bisa melakukan semuanya dengan baik, seperti Sanchez, Danilo D’Ambrosio, dan Andrea Ranocchia,” ujarnya. (AFP/REUTERS)