Inter menyudahi paceklik gelar Piala Super Italia selama 12 tahun. Mereka mengawali era baru bersama pelatih Simone Inzaghi dengan kenangan indah.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
MILAN, KAMIS — Prestasi Inter Milan meraih juara Piala Super Italia mungkin bukan sesuatu yang luar biasa. Trofi ini diraih instan, hanya dari satu pertandingan melawan Juventus. Namun, gelar juara pertama yang dihasilkan pelatih Simone Inzaghi ini punya segudang makna untuk klub berjuluk ”Nerazzurri” tersebut.
Inter menjuarai Piala Super lewat kemenangan dramatis atas sang rival abadi, Juventus, dengan skor 2-1 di Stadion Giuseppe Meazza, Milan, pada Kamis (13/1/2022) dini hari WIB. Setelah laga imbang hingga menit ke-120, penyerang pengganti Alexis Sanchez menciptakan gol kemenangan pada injury time. Babak adu penalti yang sudah di depan mata pun batal seketika.
Gol yang berawal dari kemelut di depan gawang itu membuat seisi stadion bergemuruh. Sanchez langsung berlari ke sudut lapangan. Sang penyerang asal Chile ini merayakan gol dengan melepas jersey sambil berteriak ke arah tribune. Rekan-rekannya mengejar untuk ikut berpesta. Skuad asuhan Inzaghi menutup pesta dengan sempurna.
”Saya lapar dan merasa ingin memenangkan sesuatu malam ini! Saya merasa seperti singa yang dikurung (ketika sempat dicadangkan). Kami berada di jalur yang benar dengan pemain yang tepat. Kami harus terus seperti ini,” ucap Sanchez yang baru tampil 4 kali sebagai pemain mula musim ini.
Bagi Inter, kemenangan ini amat berarti meskipun hanya pertandingan antara pemenang Liga Italia dan Piala Italia. Trofi Piala Super ini baru bisa diraih kembali setelah terakhir kali pada 2010. Gelar juara ini sekaligus merupakan yang pertama di era Inzaghi.
Skuad ”Nerazzuri” juga semakin memperlihatkan karakter pemenang. Gelar ini adalah yang kedua beruntun setelah mereka memenangi liga domestik pada akhir musim lalu. Sanchez dan rekan-rekan mulai memasuki fase konsisten dalam berprestasi.
Istimewanya, kemenangan ini dipetik atas Juve yang merupakan rival terbesar. Skuad asuhan Inzaghi berhasil bangkit setelah tertinggal 0-1 lebih dulu melalui gol cepat gelandang Juve, Weston McKennie. Sepuluh menit setelahnya, gol itu dibalas lewat titik penalti oleh penyerang tuan rumah, Lautaro Martinez.
Kebangkitan terasa spesial karena skuad Inter sering sekali merasa inferior ketika bertemu Juve. Mereka sering terkurung dalam ketakutan kepada tim rival yang merupakan penguasa Italia dalam kurun sedekade terakhir.
”Kami melakukan apa pun untuk bisa menang karena Inter sudah tidak meraih trofi ini selama 12 tahun. Terlalu lama untuk para pendukung. Mengalahkan Juve tidak pernah mudah. Mereka selalu memberikan ancaman meskipun kami lebih menguasai permainan,” kata Inzaghi.
Inzaghi mengawali era baru di Inter dengan trofi. Oase trofi selama 12 tahun tersebut sekaligus mengakhiri kekhawatiran yang muncul seusai era Antonio Conte. Adapun Inter kehilangan beberapa sosok vital, seperti Conte serta pemain bintang Romelu Lukaku dan Achraf Hakimi, sesuai scudetto musim lalu.
Kami melakukan apa pun untuk bisa menang karena Inter sudah tidak meraih trofi ini selama 12 tahun. Terlalu lama untuk para pendukung. (Simone Inzaghi)
Di sisi lain, Juve yang berstatus juara bertahan harus kembali menderita musim ini. Setelah performa inkonsisten di Liga Italia, skuad asuhan pelatih Massimiliano Allegri ini kembali gagal memberikan senyum untuk para pendukungnya.
Menurut Allegri, kekalahan lima detik sebelum laga berakhir sangatlah menyakitkan. Namun, terlepas dari kekalahan, dia masih bisa melihat banyak hal positif dalam laga tersebut. Dia melihat anak asuhnya tampil dengan intensitas permainan yang lebih baik dibandingkan di liga.
Apalagi, Juve datang ke markas lawan dengan skuad pincang. Mereka tampil tanpa banyak pemain utama, yaitu Matthijs de Ligt, Juan Cuadrado, dan Federico Chiesa. Berbeda dengan Inter yang tampil nyaris dengan skuad terbaiknya.
”Itu adalah pertandingan yang nyata, ujian yang bagus bagi kami untuk melihat di mana kami berada. Sayangnya, sepak bola terkadang terasa seperti diciptakan oleh iblis. Kami membuat kesalahan naif pada 5 detik terakhir,” kata Allegri kepada Sport Mediaset.
”Namun, kami perlu melihat sisi positifnya. Tim ini membaik, terutama dalam hal fisik. Kami berhasil membatasi peluang tim terkuat di Italia (Inter). Kami harus memanfaatkan kemarahan (akibat kalah) ini untuk di Liga Italia, Piala Italia, dan Liga Champions,” katanya. (REUTERS)