Citra ketertinggalan Provinsi Papua perlahan pudar seiring berdirinya infrastruktur megah untuk menggelar PON, mulai dari arena olahraga hingga sarana dan prasarana pendukung.
Oleh
Adrian Fajriansyah/Kelvin Hianusa/M Ikhsan Mahar/Fabio Maria Lopes Costa/I Gusti Agung Bagus Angga Putra/Wisnu Aji Dewabrata
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2021 telah mengubah wajah Papua, terutama di empat kluster penyelenggara, yakni Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Merauke. Citra ketertinggalan provinsi berjuluk ”Bumi Cenderawasih” itu mulai menghilang seiring berdirinya infrastruktur megah untuk menyelenggarakan PON.
Di antara rumah warga dan rumah toko yang berjejer di pinggiran jalan dari arah Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura ke kawasan Kampung Harapan yang berjarak sekitar 10 kilometer, tampak dari kejauhan tiga bangunan besar yang bentuknya amat kontras.
Ketiga bangunan itu secara berurutan Istora Lukas Enembe, Arena Akuatik Lukas Enembe, dan Stadion Utama Lukas Enembe di Kompleks Olahraga Lukas Enembe. Ketiganya adalah arena olahraga baru nan modern yang khusus disiapkan untuk PON.
Arena Akuatik Lukas Enembe dianggap sebagai yang termegah setelah Arena Akuatik Senayan, Jakarta Pusat. Bangunan itu pun menjadi arena akuatik indoor ketiga selain Arena Akuatik Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan dan Arena Akuatik Senayan. Dengan lisensi Federasi Renang Internasional (FINA) yang dikantongi sejak tahun lalu, semua rekor tercipta di sana bisa diakui dunia.
Stadion Lukas Enembe dinilai sebagai stadion sepak bola termegah di Indonesia bagian timur. Stadion ini memiliki fasilitas tribune tertutup menyeluruh dan kursi tempat duduk individu berkapasitas 40.000 penonton.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, di Jayapura, Jumat (1/10/2021) menuturkan, dirinya berharap pemerintah daerah di empat kluster bisa memelihara seluruh arena yang baru dibangun. Caranya, antara lain dengan aktif menggelar kejuaraan.
Gubernur Papua Lukas Enembe berharap, segenap pembangunan yang disiapkan untuk PON bisa menjadi momentum kebangkitan Papua dari segala aspek, baik dari bidang olahraga hingga ekonomi. Melalui PON, para tamu bisa melihat bahwa Papua punya peluang besar untuk berkembang.
Sebelumnya, Direktur Prasarana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Iwan Suprijanto, Jumat (24/9) menyampaikan, Kementerian PUPR mendapat tugas membangun 8 arena PON, yaitu Arena Akuatik, Istora, arena kriket, arena hoki dalam dan luar ruangan, arena sepatu roda, arena panahan, dan arena dayung.
Menurut Iwan, pemerintah daerah mengusulkan pembangunan arena senilai Rp 1,7 triliun. Dengan adanya penyesuaian, biaya pembangunan ditekan hingga Rp 900 miliar.
Kementerian PUPR juga turut melakukan penataan kawasan di Arena Akuatik dan Istora Lukas Enembe, serta arena kriket dan hoki di Kampung Doyo Baru, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura. Penataan kawasan menelan biaya sebesar Rp 211,7 miliar.
Arena Akuatik menjadi arena dengan biaya pembangunan termahal mencapai Rp 401 miliar. Istora menelan biaya Rp 278,5 miliar; arena kriket serta hoki Rp 288,3 miliar; kemudian arena dayung, panahan, dan sepatu roda Rp 128,2 miliar.
Kapten tim polo air putri DKI Jakarta Ariel Dyah Cininta Siwabessy (27) tak menyangka Papua menyiapkan arena akuatik semegah itu. Menurut dia, yang berbeda dengan Arena Akuatik Senayan, hanya kapasitas penonton lebih sedikit dan suhu air lebih hangat.
Sarana dan prasarana
Tak hanya membangun arena, pemerintah turut menyiapkan sarana dan prasarana pendukung, mulai dari jalan, jembatan, dan penataan area di sekitar arena. Salah satu yang paling ikonik adalah Jembatan Merah Teluk Youtefa, Kota Jayapura yang tak jauh dari arena dayung PON.
Saya bangga juga karena kampung halaman saya sudah bisa membangun seperti daerah lain di Indonesia.
Warga Abepura, Kabupaten Jayapura, Randy Sambono (27) mengakui, banyak perubahan yang terjadi di Papua jelang PON. ”Saya bangga juga karena kampung halaman saya sudah bisa membangun seperti daerah lain di Indonesia,” terang pemuda kelahiran Jayapura keturunan Jawa-Maluku itu.
Di Mimika, pemerintah daerah maupun pusat memperlebar akses jalan di Kota Timika, dari sekitar lima meter menjadi sepuluh meter dalam tiga tahun terakhir. Menurut Nauval Latuapo (46), orang Ambon yang telah bermukim di Timika sekitar 20 tahun, upaya itu membuat jalanan lebih tertib, teratur, dan bersih.
Ini amat disyukuri warga karena bisa meminimalisir kepadatan jalan. ”Sekarang, mobilitas kendaraan semakin cepat. Geliat kota juga semakin tumbuh. Kami berharap ini bisa lebih memicu pertumbuhan ekonomi di sini,” kata Nauval.
Pihak swasta tak ketinggalan ikut mendukung PON. Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI), Clayton Allen Wenas, Jumat, mengatakan, PTFI berkontribusi menyukseskan PON dengan menyediakan infrastruktur olahraga, fasilitas pelatihan atlet, bonus atlet Papua peraih medali, serta mitigasi risiko Covid-19.
PTFI membangun Mimika Sports Complex (MSC) yang akan menjadi tempat pertandingan bola basket dan atletik. Marathon dan jalan cepat juga digelar di area PTFI di Kuala Kencana.
Menurut Tony Wenas, pembangunan MSC dilakukan oleh PTFI sepanjang 2014-2016 dengan biaya Rp 468 miliar rupiah. MSC rencananya akan diresmikan pada 5 Oktober mendatang. Selain itu, PTFI juga memberikan sponsorship senilai Rp 15 miliar untuk PON.