Petenis Rusia Daniil Medvedev dicemooh penonton saat menghadapi Novak Djokovic pada final AS Terbuka. Namun, Medvedev mengubah eejekan itu menjadi energi untuk menang.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·6 menit baca
Tak seperti para juara Grand Slam yang biasanya mendapat penghargaan berupa tepuk tangan dan sorak sorai penonton, sambutan bagi juara tunggal putra Amerika Serikat Terbuka, Daniil Medvedev, justru didominasi sorakan dengan nada mengejek. Namun, olok-olok itu justru menjadi energi yang turut mengantarkakannya meraih gelar pertama di arena Grand Slam.
Medvedev mendapatkan gelar itu dalam final ketiga Grand Slam setelah tujuh tahun berkarier di arena profesional. Gelar tersebut semakin bermakna karena dalam final di Stadion Arthur Ashe, Flushing Meadows, New York, Minggu (12/9/2021) sore waktu setempat atau Senin dinihari waktu Indonesia, lawan yang ditaklukkannya adalah petenis nomor satu dunia, Novak Djokovic. Medvedev, bahkan, mengalahkannya dengan straight sets, 4-6, 4-6, 4-6.
Kemenangan Medvedev juga menggagalkan peluang Djokovic untuk menyapu bersih gelar Grand Slam 2021 setelah menjuarai Australia Terbuka (mengalahkan Medvedev di final), Perancis Terbuka, dan Wimbledon. Petenis Serbia itu pun masih berada dalam posisi seimbang dengan Rafael Nadal dan Roger Federer, dengan koleksi 20 gelar Grand Slam.
Medvedev menjadi petenis Next Gen pertama yang bisa menjuarai turnamen tenis level tertinggi, setelah program untuk mengembangkan potensi petenis berusia 21 tahun ke bawah itu dirilis pada 2017. Medvedev tampil pada Final ATP Next Gen tahun tersebut dan menempati posisi ketiga.
Catatan lain yang akan menambah perjalanan kariernya adalah dia menjadi petenis kedua yang meruntuhkan dominasi “Big Three” dalam 19 Grand Slam terakhir sejak 2017. Petenis lain yang melakukannya adalah Dominic Thiem ketika menjuarai AS Terbuka 2020.
Merasa menjadi perusak ambisi Djokovic dan kecintaan penonton New York pada tiga kali juara AS Terbuka itu, Medvedev meminta maaf saat acara pemberian hadiah. “Maaf untuk penonton dan Novak karena saya tahu apa yang sedang Anda kejar. Bagi saya, Anda adalah petenis terbaik sepanjang sejarah,” ujarnya.
Maaf untuk penonton dan Novak karena saya tahu apa yang sedang Anda kejar. Bagi saya, Anda adalah petenis terbaik sepanjang sejarah. (Daniil Medvedev)
Tak hanya saat memberi sambutan, nada ejekan dari penonton terjadi pada hampir sepanjang pertandingan, termasuk ketika Medvedev mendapat dua kali championship point, salah satunya saat unggul 5-2 set ketiga. Atmosfer itu membuat petenis peringkat kedua dunia itu tertekan hingga membuat double fault beruntun. Servisnya pun dicuri Djokovic.
Tekanan mental yang berat mempengaruhi fisiknya. Kakinya kramsejak gim kedelapan, hingga hampir sulit digerakan saat dia melakukan servis pada gim kesepuluh. Namun, Medvedev berusaha menyembunyikan itu karena Djokovic adalah petenis bermental kuat yang bisa membalikkan situasi dalam sekejap. Dalam final Perancis Terbuka, tiga bulan lalu, dia menjadi juara setelah tertinggal dua set terlebih dulu dari Stefanos Tsitsipas.
Satu double fault dibuat ketika Medvedev tinggal membutuhkan satu poin lainnya untuk juara, pada gim kesepuluh set ketiga. Itu, juga, terjadi di bawah ejekan penonton. Petenis Rusia itu pun berusaha menguatkan diri dan fokus.
“Situasi itu berat, sangat berat. Saat unggul 40-15, saya menyemangati diri untuk membuat as, tetapi justru membuat double fault. Saat ada satu kesempatan lagi, saya hanya berusaha membuat poin dari servis pertama dan itu berhasil,” tutur Medvedev.
Bagi penonton di Flushing Meadows, Medvedev memang bagaikan penjahat meski tahun ini dia menjadi salah satu favorit juara selain Djokovic. Kebencian itu bermula dari kejadian dua tahun lalu ketika Medvedev berhadapan dengan Feliciano Lopez pada babak ketiga. Penonton yang tadinya mendukung petenis berusia 25 tahun itu berubah menjadi mengoloknya setelah dia melempar handuk yang diberikan ball kids, sambil emosi. Medvedev juga memperlihatkan jari tengah pada penonton.
Hubungan itu semakin “panas” saat Medvedev berkomentar saat sesi wawancara di hadapan penonton. “Saya ingin kalian tahu, bahwa saat kalian tidur malam ini, saya menang karena Anda. Semakin sering kalian melakukan ini, semakin besar keinginan saya menang untuk kalian semua,” kata Medvedev.
Meski Djokovic bukanlah sosok yang dicintai penonton dimana pun, seperti Federer, tetapi pada final di Flushing Meadows, Minggu sore, Djokovic mendapatkan cinta lebih dari yang pernah didapatnya selama ini. Apalagi, berada di antara mereka adalah Rod Laver, tunggal putra terakhir yang menjuarai Grand Slam dalam satu tahun, pada 1969.
Dukungan spesial itu, bahkan, membuat Djokovic terharu. Tangisnya setelah pertandingan mengungkapkan rasa haru yang bercampur kekecewaan karena kalah.
Karakter unik
“Si penjahat” bagi penonton New York itu sebenarnya memiliki kepribadian humoris, pintar, dan unik. Itu bisa terlihat ketika dia merayakan kemenangan dengan cara yang aneh. Medvedev menjatuhkan diri di lapangan dalam posisi miring dengan lidah keluar.
“Saya senang main video game FIFA. Itu disebut perayaan ‘dead fish’. Anak-anak muda yang saya temui di ruang ganti tahu gaya itu. Saya hanya ingin merayakan dengan gaya yang tak membosankan, seperti yang saya lakukan selama ini. Memang sedikit sakit saat melakukannya di lapangan keras, tetapi saya senang melakukan itu untuk saya ingat,” tuturnya.
Atlet yang pernah mempelajari ekonomi dan perdagangan, lalu beralih ke bidang pelatihan olahraga saat kuliah itu juga bercerita tentang istrinya, Daria. “Dia selalu percaya pada saya dan selalu mengatakan bahwa saya akan menjadi petenis 10 besar dunia, serta juara Grand Slam. Mungkin memang itu yang harus selalu dilakukan seorang istri. Jika bicara padanya, Anda tak akan menjadi siapa pun, Anda akan berada dalam masalah,” katanya.
Kepercayaan dari perempuan yang dinikahinya pada 12 September 2018 itu tak disia-siakan Medvedev. Dia belajar dari kekalahan pada dua final lain, yaitu ketika berhadapan dengan Nadal pada AS Terbuka 2019 dan Djokovic di Australia Terbuka 2021. Apalagi, seperti diakui juara Final ATP 2020 itu, dia bukanlah tipe orang yang memiliki kemampuan untuk meraih sukses pada percobaan pertama.
Selain berusaha melupakan tekanan untuk meraih gelar pertama Grand Slam, semua taktik disiapkan bersama Gilles Cervara, pelatihnya sejak 2017. Dari hasil diskusi, Medvedev bermain lebih sabar dibandingkan ketika berhadapan dengan Djokovic pada final di Melbourne Park. Dia bisa membuat lawan terlena dengan reli bertempo lambat, lalu tiba-tiba menghujamkan forehand silang atau pukulan down the line sebagai kejutan.
Taktik servis juga dibicarakan khusus, terutama tentang servis kedua. Alih-alih melancarkan servis aman dengan laju pelan, Medvedev beberapa kali menghujamkan servis kedua hingga berkecepatan 202 km/jam. Adapun kecepatan tertinggi servis pertamanya adalah 209 km/jam.
“Kami biasa berdiskusi taktik itu sehari sebelum pertandingan. Untuk melawan petenis lain, membutuhkan lima hingga sepuluh menit, tetapi untuk melawan Novak, kami berbicara hingga 30 menit. Saya tidak bisa memberinya servis mudah karena dia adalah petenis dengan pengembalian servis terbaik dan dalam setiap pertamuan, taktiknya juga berubah,” tuturnya.
Gelar juara AS Terbuka menjadi gelar ke-13 dalam karier Medvedev dan 12 di antaranya didapat dari lapangan keras. Setelah ini, peluang lain yang terbuka adalah menjadi petenis nomor satu dunia. Tetapi, itu bukanlah target besarnya pada tahun ini. “Bila suatu hari, saya bisa mencapainya, tentu akan luar biasa,” katanya. (AFP/Reuters)