Sejarah 52 Tahun yang Gagal Terulang
Novak Djokovic gagal mengukir sejarah dengan menjuarai semua Grand Slam dalam setahun atau dikenal dengan nama ”Calendar Year Grand Slam”. Kekalahan dari Daniil Medvedev di final AS Terbuka membuyarkan mimpinya.
NEW YORK, MINGGU — Novak Djokovic berada dalam jalur yang mulus ketika mendominasi tiga Grand Slam hingga dia memiliki target dan peluang untuk mengulang sejarah yang dibuat para legenda tenis. Namun, petenis nomor satu dunia itu gagal melengkapi gelar Australia Terbuka, Perancis Terbuka, dan Wimbledon dengan trofi juara dari dua ajang besar lain, Olimpiade Tokyo 2020 dan AS Terbuka.
Kesempatan terakhir Djokovic untuk menciptakan sejarah datang dalam final Grand Slam Amerika Serikat Terbuka di Stadion Arthur Ashe, Flushing Meadows, New York, Minggu (12/9/2021) sore waktu setempat atau Senin dini hari waktu Indonesia. Final melawan Daniil Medvedev menjadi kesempatan petenis Serbia itu menyapu bersih semua Grand Slam pada tahun ini.
Alih-alih mengulang seperti yang dilakukan Rod Laver, tunggal putra terakhir yang menjuarai semua Grand Slam dalam satu tahun, pada 1969, Djokovic kalah straight sets, 4-6, 4-6, 4-6. Kemenangan 27 kali beruntun di Grand Slam 2021 pun berakhir.
Ini menjadi kekalahan keempat straight sets yang dialami Djokovic dalam final Grand Slam, dari 31 final yang menghasilkan 20 gelar. Tiga kekalahan lain dialami dari Rafael Nadal pada final Perancis Terbuka 2020, Andy Murray pada Wimbledon 2013, dan Roger Federer pada final AS Terbuka 2007.
Baik Djokovic maupun Medvedev sama-sama dalam misi membuat rekor ketika memasuki stadion yang dipenuhi sekitar 23.000 penonton. Djokovic ingin menjuarai semua Grand Slam dalam satu tahun penyelenggaraan yang disebut sebagai Calendar Year Grand Slam. Dia juga berpeluang menjadi tunggal putra dengan gelar Grand Slam terbanyak setelah berada dalam posisi yang sama dengan dua rivalnya yang absen di Flushing Meadows, Nadal dan Federer, dengan 20 gelar.
Di sisi lain, Medvedev dalam pengejaran untuk gelar pertama Grand Slam dalam tujuh tahun perjalanan kariernya di arena profesional. Dia gagal dalam final sebelumnya, AS Terbuka 2019 (kalah dari Nadal) dan Australia Terbuka 2021 (kalah dari Djokovic).
Baca juga: Kesempurnaan di Laga Akhir
Membuat Calendar Year Grand Slam ini menjadi ekspektasi yang diturunkan Djokovic setelah gagal meraih ”Golden Slam”, yaitu menjuarai semua Grand Slam dan mendapat medali emas Olimpiade dalam satu tahun penyelenggaraan. Sebelumnya, prestasi itu hanya bisa dibuat Steffi Graf pada 1988. Ambisi yang selalu disebut Djokovic setelah menjuarai Wimbledon itu justru menggagalkannya.
Kepercayaan dirinya menjadi berlebihan hingga dia memutuskan tampil pada tunggal putra dan ganda campuran meski tim pelatih telah melarangnya. Djokovic pulang tanpa meraih medali apa pun. Dia disingkirkan Alexander Zverev di semifinal.
Menuju dan selama di Flushing Meadows, Djokovic mencoba mengontrol ambisinya dengan tak pernah menjawab pertanyaan tentang peluang Calendar Year Grand Slam atau gelar Grand Slam ke-21. Dia lebih terbuka ketika ditanya peluang juara AS Terbuka untuk keempat kali setelah 2011, 2015, dan 2018.
Kekalahan dari Medvedev pun membuat Djokovic untuk ketiga kalinya gagal menyapu bersih gelar juara Grand Slam. Pada 2011 dan 2015, dia menjuarai tiga Grand Slam, kecuali di Perancis Terbuka.
Bermain sabar
Dalam delapan pertemuan sebelumnya, Medvedev tiga kali mengalahkan Djokovic, tetapi dia tak pernah melakukannya dalam pertandingan best of five sets, yang sejak 2019 hanya digunakan dalam Grand Slam. Selain di final Australia Terbuka 2021, Medvedev juga kalah dalam pertemuan di babak keempat Australia Terbuka 2019.
Baca juga: Djokovic dan Medvedev Wujudkan Final Ideal Tunggal Putra
Kekalahan 5-7, 2-6, 2-6 pada final di Melbourne Park, tujuh bulan lalu, menjadi pelajaran berharga bagi Medvedev. Ketika itu, petenis Rusia ini mencoba mengungguli Djokovic hanya dengan kekuatan pukulan, terutama servis, yang memang menjadi senjatanya. Namun, tenaganya tak cukup kuat untuk konsisten bermain dalam format best of five sets.
Kali ini, petenis berusia 25 tahun itu bermain dengan cara berbeda, jauh lebih sabar dalam melayani reli yang diterapkan Djokovic. Dia menanti momen yang tepat untuk mendapat winner atau hingga lawan membuat kesalahan. Pada awal permainan, misalnya, Djokovic kehilangan servis melalui dua unforced error beruntun karena bola dari forehand yang jatuh di luar lapangan.
Selain gim pertama set pertama, servis Djokovic juga dicuri Medvedev pada gim kelima set kedua. Pada set ketiga, kesabaran Medvedev, bahkan, berbuah double break, pada gim pertama dan ketiga. Ini membuat Medvedev langsung unggul 4-0.
Baca juga: Duel Dua Keajaiban
Cara bermain itu diimbangi dengan kemampuannya dalam meraih poin cepat saat servis. Medvedev membuat 16 as, delapan di antaranya pada set pertama dengan kecepatan servis tertinggi 209 km/jam. Djokovic, yang dikenal sebagai petenis dengan pengembalian servis terbaik, kesulitan menghadapi servis yang sering diarahkan ke area T di tengah lapangan.
Selain membuat Djokovic emosi, hingga memukul-mukulkan raket ke lapangan pada set kedua, kesabaran Medvedev menghindarkannya dari yang dialami Stefanos Tsitsipas pada final Perancis Terbuka, tiga bulan lalu. Saat itu, Tsitsipas merebut dua set pertama dari Djokovic, tetapi akhirnya kalah 7-6 (6), 6-2, 3-6, 2-6, 4-6.
Namun, memenangi set ketiga sangat tidaklah mudah. Dengan double break point, Medvedev bisa unggul 5-1 dan mendapatkan kesempatan serving for championship pada gim kedelapan ketika unggul 5-2. Drama terjadi pada gim ini.
Saat Medvedev tinggal membutuhkan satu poin untuk juara, penonton yang lebih banyak mendukung Djokovic menyoraki dengan nada ejekan. Wasit berkali-kali mengingatkan agar mereka diam.
Baca juga: Ketenangan yang Mewujudkan Mimpi
Medvedev menanti lama hingga suasana tenang untuk servis. Momentum seketika berbalik, keunggulan 40-30 Medvedev berubah menjadi keunggulan bagi Djokovic saat Medvedev membuat dua double fault secara beruntun. Untuk pertama kalinya dalam pertandingan selama dua jam 15 menit itu, Djokovic mematahkan servis Medvedev.
Djokovic mendekatkan skor menjadi 4-5. Dia mulai terlihat percaya diri dengan tersenyum dan menepuk-nepuk dadanya, menyambut sorakan penonton yang mendukungnya.
Momen serupa terjadi ketika Medvedev mendapat championship point kedua pada gim kesepuluh. Penonton kembali mengejeknya dan Medvedev membuat double fault.
Tak ingin membuat kesalahan beruntun seperti gim kedelapan, Medvedev mengarahkan servis dengan pantulan bola selebar mungkin, menjauhi lapangan. Bola pengembalian dari backhand Djokovic yang menyangkut di net mengakhiri penantian Medvedev untuk membawa trofi juara Grand Slam.
Saya adalah orang paling bahagia saat ini karena Anda membuat saya orang paling spesial di lapangan. Saya tak pernah merasakan ini sebelumnya di New York. (Novak Djokovic)
Setelah memberi selamat kepada Medvedev, yang tetap mencoba bersikap tenang setelah juara, Djokovic menangis tersedu di kursinya sambil menutup wajah dengan handuk. Entah apa yang dirasakannya, tetapi saat acara pemberian hadiah, Djokovic menyatakan rasa terharunya karena dukungan penonton.
”Saya adalah orang paling bahagia saat ini karena Anda membuat saya orang paling spesial di lapangan. Saya tak pernah merasakan ini sebelumnya di New York,” ujar Djokovic kepada penonton di Arthur Ashe, sambil menahan tangis.
”Selamat untuk Daniil, penampilan yang luar biasa. Semoga bisa mencapai tahap yang sama lebih banyak lagi di masa depan,” katanya.
Sebelum mendapatkan trofi dari dua kali juara Grand Slam, Stan Smith, Medvedev meminta maaf kepada Djokovic dan pendukungnya. ”Bukan perjalanan yang mudah bagi saya menjadi juara Grand Slam. Bagi saya, tidak mudah menghadapi penonton sejak dua tahun lalu. Namun, Anda membuat saya menjadi seperti sekarang ini. Terima kasih,” katanya.
Dalam bagian terakhir sambutannya, Medvedev juga bercerita bahwa kemenangan itu terjadi pada perayaan tiga tahun pernikahan dengan istrinya, Daria. ”Saya berpikir, jika kalah, saya tak punya waktu untuk mencarikannya hadiah. Ini hadiah untuknya,” katanya.
Pertandingan tersebut disaksikan para juara Grand Slam, seperti Laver, Billie Jean King, Monica Seles, Tracy Austin, dan Maria Sharapova. Di antara penonton yang memenuhi Arthur Ashe, terdapat selebritas, seperti Spike Lee, Brad Pitt, Gayle King, dan Bradley Cooper.
Hadir pula petenis disabilitas Australia, Dylan Alcott, yang menciptakan Golden Slam tunggal putra berkursi roda dengan juara di Flushing Meadows. Kemenangan, 7-5, 6-2, atas Niels Vink (Belanda) membuat Alcott menjuarai semua Grand Slam tahun ini yang dilengkapi emas Paralimpiade Tokyo 2020. Di Grand Slam, total, dia memiliki 15 gelar.
”Saya tidak percaya baru saja mendapat Golden Slam. Dulu, saya sangat membenci diri sendiri karena punya kekurangan. Saya, bahkan, pernah merasa tak ingin berada di sini lagi. Lalu, saya menemukan tenis yang menyelamatkan hidup saya,” ujar petenis berusia 30 tahun itu.
Sementara, duet petenis muda, Cathy McNally/Cori “Coco” Gauff, kalah dari pasangan senior, Samantha Stosur/Zhang Shuai, pada final ganda putri. Ganda AS berusia 19 dan 17 tahun itu kalah, 3-6, 6-3, 3-6. (AFP/Reuters)