Dua Srikandi terbaik negeri, Leani/Khalimatus, tak sekadar mengakhiri penantian emas Paralimpiade selama 41 tahun. Mereka juga membuktikan perempuan dan disabilitas punya kans sama untuk berprestasi.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Baru genap sebulan saat Greysia Polii/Apriyani Rahayu mengharumkan nama Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020. Kini, giliran ganda putri paralimpiade Leani Ratri Oktila (30)/Khalimatus Sadiyah (21) yang meninggikan “Merah Putih”. Dua “Srikandi” ini menginspirasi lewat sumbangan emas pertama untuk kontingen Indonesia di Paralimpiade Tokyo 2020.
Setelah menanti 41 tahun, akhirnya bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya kembali berkumandang di ajang Paralimpiade pada Sabtu (4/9/2021). Leani/Khalimatus menyudahi paceklik sejak Paralimpiade Arnhem, Belanda 1980 seusai menang di final kelas SL3-SU5 atas juara dunia asal China, Cheng He Fang/Ma Hui Hui, 21-18, 21-12.
Kemenangan ini amat spesial untuk mereka. Hal itu tercermin dari pelukan bahagia Leani/Khalimatus seusai laga. Senyuman riang di wajah itu perlahan berubah menjadi tangisan kebahagiaan. Mereka menangis haru di pundak satu sama lain selama sekitar semenit, yang menandakan terbayarnya perjuangan maha berat dalam persiapan hingga di Tokyo.
Bagi pasangan klasifikasi SL4 (disabilitas tubuh bawah lebih ringan), prestasi ini lebih dari sekadar emas. Dua “Srikandi” ini membuktikan status perempuan dan disabilitas tidak bisa menghentikan mereka untuk berprestasi.
Meski sering termarjinalkan dalam kondisi sosial masyarakat, mereka justru mampu membuat bangga Indonesia di panggung tertinggi dunia. Di atas podium pemenang Paralimpiade yang dibuat setara, mereka menggambarkan kesetaraan sebenarnya.
Dengan emas yang kami raih saat ini, kami bisa membuktikan disabilitas juga berprestasi di tingkat dunia. Saya berharap ke depan tidak ada lagi perbedaan antara disabilitas dan non-disabilitas.
“Dengan emas yang kami raih saat ini, kami bisa membuktikan disabilitas juga berprestasi di tingkat dunia. Kami bisa mengharumkan nama bangsa dan negara melalui olahraga. Saya berharap ke depan tidak ada lagi perbedaan antara disabilitas dan non-disabilitas,” ucap Leani saat dihubungi dari Jakarta.
Kata Leani, atlet paralimpiade sekarang sudah mulai mendapatkan kesempatan yang setara. Dia berharap itu berlanjut lebih baik dengan raihan emas pertama di cabang bulu tangkis ini. Sebab prestasi ini ujung-ujungnya kembali ke negara, seperti di Tokyo. “Emas ini kami persembahkan untuk seluruh masyarakat Indonesia,” tambah atlet asal Pekanbaru ini.
Emas itu diraih dengan determinasi tinggi dan kesatuan hati dari pasangan “Merah Putih”. Khusus Leani, pertandingan final tersebut merupakan laga keempatnya pada hari yang sama. Dia memainkan seluruh laga itu, termasuk semifinal di tiga nomor, hanya dalam rentang 10 jam.
Namun, motivasi ekstra Leani ternyata cukup untuk membakar rasa letih di tubuhnya. Dengan sekuat tenaga, dia berkali-kali membombardir pertahanan pasangan China lewat smash keras. Dia bermain eksplosif, tanpa tanda kelelahan selama dua gim.
Keberanian juga ditampilkan Khalimatus yang sama sekali tidak gentar menghadapi panggung terbesar. Dengan usia yang baru 21 tahun, dia tampil penuh energi. Teriakannya setelah meraih poin selalu menghidupkan suasana hening tanpa penonton di Stadion Yoyogi. Teriakan lantang “Sooo!!” itu mengobarkan api mereka, sekaligus menciutkan nyali lawan.
Leani/Khalimatus amat kuat karena maju sebagai kesatuan, ibarat dua roda di sepeda. Ganda yang sudah dipasangkan sejak 2013 ini punya kedekatan seperti kakak-adik. Alim (panggilan akrab Khalimatus) tidak lepas dari Ratri (Leani). Mereka berlatih, bepergian, hingga tidur bersama.
“Saya sama mbak Ratri sudah sangat dekat. Beliau saya anggap seperti kakak saya sendiri karena kami sudah bersama sangat lama. Hari-hari saya lebih banyak di pelatnas bersama mbak Ratri daripada keluarga di Jawa Timur,” ujar Alim.
Kebersamaan itulah yang sukses menjatuhkan dominasi sang juara dunia. Di Tokyo, mereka sekaligus membalas tuntas dendam kekalahan dari Cheng/Ma saat final Kejuaraan Dunia Basel 2019.
Leani/Khalimatus selalu unggul dari awal sampai gim pertama meski sang lawan terus mengejar. Mereka bermain agresif dengan smash dan drop shot yang berkali-kali merepotkan Cheng/Ma.
Di babak kedua, mereka sempat kehilangan ritme dan tertinggal 4-8 karena kalah angin. Namun, kuatnya kebersamaan Leani/Khalimatus kembali berbicara. Mereka membalikkan keadaan perlahan sampai skor imbang 8-8. Kebangkitan itu sukses memukul jatuh mental lawan yang terhenti di poin ke-12.
Kemenangan ini tidak lepas dari komunikasi unik mereka di lapangan. Ketika bola jatuh ke arah Alim, Leani berteriak, ”Siap Lim,”. Sebaliknya ucapan serupa disampaikan Khalimatus kepada Leani dalam situasi serupa, “Mbak.. siap…”. Komunikasi dua arah ini menghindarkan salah paham antara mereka.
Pelipur lara
Raihan emas ini menjadi pelipur lara kontingen Indonesia. Sebab beberapa jam sebelumnya, Dheva Anrimusthi, tunggal putra Indonesia kelas SU5 (disabilitas tubuh atas) harus mengakui keunggulan sang rival asal Malaysia, Cheah Liek Hou, 17-21, 15-21, dalam partai perebutan emas.
Dheva yang merupakan unggulan pertama dalam Paralimpiade gagal memenuhi ekspektasi. Cheah, yang selalu kalah dalam dua pertemuan terakhir dari Dheva, ternyata jauh lebih sabar dan siap dengan rencana permainan reli.
Di sisi lain, kebahagiaan dirasakan tunggal putra SU5 Suryo Nugroho yang meraih perunggu lewat kemenangan atas Jen Yu Fang, 21-16, 21-9. Suryo sukses melengkapi kariernya dengan medali Paralimpiade, setelah meraih prestasi di Asian Para Games dan ASEAN Para Games.
“Saya sangat bersyukur atas raihan perunggu karena bertarung di sini memang tempatnya pemain terbaik. Semua punya hasrat besar untuk menang. Emas ini untuk ayah saya, ketika saya berangkat beliau sedang kurang sehat. Semoga dengan medali ini, bisa menguatkan ayah saya,” ucap Suryo.
Target tim bulu tangkis yakni satu emas dan satu perak sudah tercapai. Tetapi, perjuangan belum berakhir. Leani akan kembali beraksi dalam dua nomor final tunggal putri SL 4 dan ganda campuran SL3-SU5 (bersama Hary Susanto).
Di tunggal putri, Leani akan kembali berhadapan dengan musuh bebuyutannya, Cheng. Mereka saling mengalahkan di Asian Para Games dan Kejuaraan Dunia. Sementara itu, di ganda campuran, Leani/Hary akan ditantang pasangan Perancis, Lucas Mazur/Faustine Noel.
“Luar biasa. Sejak kita pertama kali datang ke Tokyo, medali emas inilah yang kita harapkan. Akhirnya kita pecah telur dengan berhasil meraih emas. Terima kasih atas dukungan seluruh masyarakat Indonesia. Semoga kita akan meraih medali emas lagi,” kata Ketua NPC (Komite Paralimpiade Nasional) Senny Marbun seperti dikutip dalam rilis NPC.