Atlet dan Pelatih Lebih Tegang Menunggu Hasil Tes Saliva
Medali emas ganda putri bulu tangkis Tokyo 2020 tidak hanya diperjuangkan di lapangan. Suasana mendukung di luar lapangan, meski di tengah pandemi Covid-19, memberi andil bagi pengalaman terindah Greysia dan Apriyani.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
Persiapan panjang di tengah masa sulit, keseharian hidup selama di perkampungan atlet, hingga bisa berdiri di podium tertinggi menjadikan Olimpiade Tokyo 2020 sebagai pengalaman luar biasa bagi Greysia Polii dan Apriyani Rahayu.
Meski menjadi juara menjadi cita-cita semua atlet, medali emas bulu tangkis ganda putri Olimpaide Tokyo 2020 yang diperoleh di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, adalah pencapaian yang di luar dugaan mereka. ”Kami punya target mendapat medali, tetapi tidak menduga berupa medali emas. Terkadang ada hal-hal di luar nalar. Kami bersyukur bisa meraih hasil maksimal di ajang paling besar,” ujar Greysia.
Dari kamar yang berbeda saat menjalani karantina di salah satu hotel di Jakarta, sepulang dari Tokyo, Greysia, Apriyani, dan pelatih mereka, Eng Hian, berbicara kepada media melalui Zoom, Jumat (6/8/2021).
Dalam perjalanan menuju pencapaian tertinggi di ajang olahraga, Greysia/Apriyani tak terkalahkan dalam enam laga. Dari enam lawan, hanya melawan Chloe Birch/Lauren Smith (Inggris Raya) pada penyisihan grup dan pasangan Korea Selatan, Lee So-hee/Shin Seung-chan (semifinal), mereka unggul dalam statistik pertemuan. Di final, pasangan Indonesia peringkat keenam dunia itu mengalahkan Chen Qingchen/Jia Yifan (China), yang enam kali menang dalam sembilan pertemuan sebelumnya.
”Sebelum final, saya bersyukur bisa tidur enak. Bahkan, tidur sampai sepuluh jam. Itu jadi berkat buat saya. Padahal, mendengar dari senior-senior yang pernah tampil di final Olimpiade, mereka enggak bisa tidur,” kata Greysia.
Selain karena mendapat emas, kata ”luar biasa” dipilih Greysia untuk menilai perjalanannya dan penyelenggaraan Olimpiade pada masa pandemi Covid-19. Seperti juga dikatakan Eng Hian, ketegangan dan rasa cemas tak hanya dirasakan menjelang dan saat pertandingan. Mereka merasa tegang setiap pagi ketika menunggu hasil tes Covid-19.
”Tegangnya lebih dari saat bertanding. Bagi saya, ketegangan tertinggi terjadi setelah lolos ke semifinal. Saya berpikir, jangan sampai dapat hasil tes positif. Kalau sampai kejadian, sepertinya saya bisa nangis bombay,” tutur Greysia.
Eng Hian pun menyebut, setiap hari selama berada di Tokyo adalah hari yang berat. ”Setiap hari tegang karena menunggu hasil tes saliva, setiap pertandingan yang dijalani juga berat,” katanya.
Kunci untuk menghadapi situasi berat tersebut adalah berserah dan berdoa. Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI Rionny Mainaky tak pernah melewatkan hari tanpa mengingatkan tim ”Merah Putih” untuk berdoa.
Upaya untuk membuat diri sendiri nyaman dalam ajang tertinggi pun dibatasi pandemi. Mereka tak leluasa bergerak di sekitar perkampungan atlet yang menampung sekitar 11.000 atlet dari 206 kontingen itu. Untuk makan di ruang makan kontingen, misalnya, mereka memilih waktu tertentu untuk menghindari jam-jam sibut ketika atlet makan.
”Kami bahkan sering berada satu lift dengan atlet yang tak memakai masker. Mungkin karena pandemi di negara mereka sudah membaik, mereka terbiasa tidak pakai masker. Agak ngeri juga karena di tempat itu berkumpul orang dari semua benua,” cerita Eng Hian.
Tegangnya lebih dari saat bertanding. Bagi saya, ketegangan tertinggi terjadi setelah lolos ke semifinal. Saya berpikir, jangan sampai dapat hasil tes positif. Kalau sampai kejadian, sepertinya saya bisa nangisbombay.
Di tengah keterbatasan, anggota tim saling memberi dukungan. ”Saat ada yang melakukan panggilan video dengan keluarga, yang lain ikutan. Jadinya kami ngobrol bareng,” kata Eng Hian, yang tinggal dalam satu apartemen dengan Rionny, Greysia, dan Apriyani.
”Setiap malam, kami ketawa-ketawa dan menyanyi pakai gitar yang dibawa Koh Hendry (Saputra Ho, pelatih tunggal putra),” kata Greysia.
Atas semua pengalaman tersebut, pemain ganda putri paling senior di pelatnas itu berterima kasih kepada Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach. Hal itu disampaikan ketika Bach menyaksikan final ganda putri dan tunggal putra pada hari terakhir cabang bulu tangkis.
”Kebetulan saya bisa menyampaikan secara langsung. Saya berterima kasih karena IOC dan Jepang sudah menyelenggarakan Olimpiade pada masa sulit. Olimpiade ini telah menjadi hiburan untuk dunia. Nilai-nilai sportivitas dan kebersamaan, bahkan lebih terasa dalam Olimpiade seperti ini,” tutur Greysia, yang juga tampil dalam Olimpiade London 2012 dan Rio de Janeiro 2016.
Momen pertandingan
Rasa tegang di pertandingan dirasakan Greysia justru setelah memastikan lolos dari penyisihan grup untuk bersaing di perempat final. Dia mengungkapkan itu kepada Eng Hian, yang meminta atlet untuk selalu berkomunikasi dengan terbuka. Berusaha agar pikiran pasangannya tak terganggu, Greysia tak bercerita kepada Apriyani.
”Wah, saya baru tahu kalau Kak Ge (panggilan pemain-pemain muda pelatnas pada Greysia) tegang pada saat itu. Soalnya, Kak Ge enggak cerita ke saya,” kata Apriyani, menyela cerita Greysia.
”Tapi terasa tegangnya hanya saat itu saja kok. Soalnya baru terpikir bahwa ini adalah Olimpiade. Setelah itu biasa lagi. Semifinal dan final justru terasa seperti turnamen biasa,” ujar Greysia.
Dalam pertemuan melalui daring itu, Greysia dan Apriyani juga bercerita momen-momen menarik saat final. Awalnya, mereka berencana memilih sisi lapangan, yang akhirnya dipilih lawan, pada gim pertama. Kondisi arah angin di stadion membuat sisi lapangan tersebut menjadi pilihan favorit pemain ganda, karena memudahkan mereka melancarkan smes.
Namun, rencana itu tak terjadi karena Chen/Jia memenangi undian untuk memilih sisi lapangan. ”Saya bilang kepada Apri, enggak apa-apa. Biarpun mereka terbantu angin, pukulan mereka bisa keluar,” kata Greysia.
Greysia/Apriyani selalu unggul sejak awal hingga 19-14 pada gim pertama. Tetapi ketika lawan mendekat hingga skor menjadi 19-18, tebersit pengalaman buruk dalam berbagai pertandingan ketika keunggulan tersebut dibalikkan lawan. Mereka pun berupaya keras keluar dari tekanan lawan.
Poin terakhir pada gim pertama diwarnai sedikit keberuntungan ketika kok pukulan Chen jatuh di luar lapangan. Padahal, Chen mendapat kesempatan memukul dengan mudah karena kok melambung tanggung, tak jauh dari net. Momen inilah yang membuat Greysia yakin bisa merebut gim kedua.
Namun, drama kembali terjadi, salah satunya pada momen match point. Ketika kok dari pasangan China jatuh di luar lapangan, di sisi kiri Apriyani, Jia meminta challenge.
”Meski berada lebih dekat dengan kok, saya tidak melihat dengan jelas saat kok itu jatuh. Saya pikir, peluang kami dapat angka sekitar 70:30. Kami pun harus menunggu tayangan ulang. Enggak kebayang kalau kok itu masuk, padahal kami sudah melakukan selebrasi,” tutur Apriyani diiringi tawa.
Penampilan konsisten Greysia/Apriyani selama di Tokyo membuat Eng Hian memuji mereka.
”Saya salut, mereka bisa menjalani hari demi hari dengan luar biasa, tidak berpikir terlalu jauh. Kami selalu bersyukur untuk hari ini dan berdoa untuk esok hari,” kata Eng Hian, yang diamini Greysia/Apriyani.