Terkabulnya Doa dari Lawulo untuk Apriyani dan Greysia
Dari kediamannya di Desa Lawulo, Konawe, Sulawesi Tenggara, Ameruddin (64), ayah Apriyani Rahayu, tak henti merapal doa. Doa yang mengantar anaknya bersama Greysia Polii meraih emas pertama Indonesia di Olimpiade Tokyo.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
Sehabis shalat Subuh, Ameruddin (64) sibuk menatap telepon di kediamannya di Desa Lawulo, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Ketika teleponnya berdering dan nama Apriyani Rahayu (23) tertera di layar, ia segera mengangkat. Anak bungsunya itu bersiap menuju stadion untuk partai final bulu tangkis ganda putri Olimpiade 2020 di Tokyo, Jepang.
Bercakap sebentar, Ani, panggilan Apriyani di rumah, meminta izin untuk berangkat menuju Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Senin (2/8/2021). Bersama pasangannya, Greysia Polii, ganda putri Indonesia ini menghadapi pasangan China, Chen Qingchen/Jia Yifan.
Ganda China ini merupakan pasangan kuat dan pemegang peringkat ketiga dunia. Sementara Apriyani dan Greysia merupakan peringkat keenam dunia. Dalam 10 pertarungan yang pernah mereka jalani, ganda putri Indonesia tercatat menang tiga kali, selebihnya kalah.
Namun, pertandingan ini berbeda dari sebelumnya. Apriyani dan Greysia telah mencatat rekor sebagai ganda putri pertama Indonesia yang mencapai tangga final Olimpiade. Medali perak telah pasti dalam genggaman. Pencapaian terbaik di nomor ini diraih oleh pasangan Eliza Nathanael/Zelin Resiana pada Olimpiade Atlanta 1996 serta pasangan Etty Tantri/Cynthia Tuwankotta pada Olimpiade Sydney 2000. Kedua pasangan itu hanya mencapai perempat final.
”Saya minta doanya, Pak,” begitu ucap Apri dari sambungan telepon.
Ameruddin merapal doa, mengharapkan hasil terbaik bagi putri semata wayangnya itu. Tidak hanya untuk Ani, tetapi juga untuk Greysia yang telah berpasangan sejak 2017. ”Mereka sehati, dan saya harus mendoakan mereka berdua, untuk Indonesia,” ujarnya.
Selesai membacakan doa, ia memastikan anaknya untuk fokus. ”Sudah. Sekarang kamu berangkat, dan fokus,” ucap Ameruddin sebelum menutup telepon.
Pertandingan pun berlangsung pukul 13.00 Wita. Rumah Ameruddin ramai oleh sanak keluarga yang datang untuk nonton bareng. Mereka memenuhi ruang tengah rumah.
Ameruddin memisahkan diri. Ia menonton dari kamar, sembari tidak henti merapal doa. Hingga pada set kedua, saat pasangan Indonesia meraih poin ke-20 dan Jia Yifan mengembalikan bola, Apriyani membiarkan bola yang mengarah ke sisi kiri lapangan.
”Out, out, out,” teriak Greysia mengingatkan. Benar saja, bola memang keluar. Keduanya telentang di lapangan, berteriak kegirangan, berpelukan, dan tak mampu menahan air mata.
Terima kasih untuk semua warga Indonesia yang mendoakan Apriyani dan Greysia.
Suasana gaduh pun meledak di ruang tamu rumah Apriyani di desa yang masuk Kecamatan Anggaberi itu. Dari dalam kamar, Ameruddin berteriak kegirangan, sembari tidak lupa sujud syukur.
”Gembira dan bangga pastinya. Terima kasih untuk semua warga Indonesia yang mendoakan Apriyani dan Greysia,” kata pensiunan pegawai negeri sipil di Pemerintah Kabupaten Konawe ini.
Raihan Apriyani dan Greysia menjadi medali emas pertama Indonesia di ajang Olimpiade ini. Mereka berdua sukses menyusul para seniornya meneruskan tradisi emas cabang bulu tangkis sejak Olimpiade Barcelona 1992.
Terakhir, medali emas diperoleh di Rio de Janeiro 2016 saat ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir menundukkan Chan Peng Soon/Goh Liu Ying (Malaysia) di final. Ini sekaligus emas pertama Indonesia dari ganda campuran.
Sejak kecil, Ameruddin menceritakan, Apriyani adalah anak yang gemar berolahraga. Taekwondo, takraw, dan bulu tangkis adalah tiga cabang yang disukai dara kelahiran Konawe, 29 April 1998, ini (ralat dari sebelumnya tertulis 1988-red).
”Tapi, kalau taekwondo, dia sering pukul teman-temannya. Saya pikir bahaya ini. Jadi, mending fokus ke bulu tangkis. Kebetulan ibunya, almarhumah Sitti Jauhar, juga senang olahraga ini,” ceritanya.
Yang jelas, setiap pulang ke Konawe, dia selalu minta dibuatkan sinonggi dan ikan kuah bening.
Sejak mengenal bulu tangkis, Apriyani serupa jatuh cinta. Meski memulai dengan raket kayu, ia rutin berlatih setiap hari. Tidak hanya di lapangan rumput di halaman rumah, ia juga diajak berlatih ke lapangan di ibu kota kabupaten, sekitar 7 kilometer jauhnya.
Harmuddin (36), kakak kedua Apriyani, menceritakan, saking getolnya berlatih, Ani sering menangis jika tidak latihan. Sang ayah lalu berusaha mengantar agar ia bisa latihan bersama rekan-rekannya.
”Dulu dia sering ikut saya latihan taekwondo. Tapi, karena tomboi dan biasa pukul teman-temannya, jadi mending bulu tangkis saja. Karena senang olahraga dan latihan rutin, mentalnya jadi kuat. Alhamdulillah usaha dan ketekunannya membuahkan hasil maksimal,” tutur Harmuddin.
”Yang jelas, setiap pulang ke Konawe, dia selalu minta dibuatkan sinonggi dan ikan kuah bening. Masih di bandara pasti sudah telepon,” katanya lagi. Sinonggi merupakan makanan olahan dari sagu yang biasanya dimakan dengan sayur atau ikan berkuah.
Ameruddin menambahkan, dengan gaji PNS yang pas-pasan, ia berusaha memenuhi kebutuhan semua anaknya. Hingga suatu waktu, ketika Ani membutuhkan raket yang lebih baik, ia berusaha membelikan.
Akan tetapi, tidak dalam bentuk raket jadi, ia membeli secara berangsur, mulai dari gagang hingga senar. ”Saya ingat itu senar harganya Rp 18.000. Gaji terbatas, sementara saat itu kakak tertuanya mendaftar polisi dan kakaknya yang lain masuk SMA. Jadi, harus satu-satu,” ungkapnya.
Langkah Apriyani mulai menunjukkan jalan terang. Ia memenangi berbagai kejuaran yang diikuti, baik tingkat kabupaten maupun provinsi. Hingga pada 2011 ia berangkat ke Jakarta dan bergabung dengan klub PB Pelita milik legenda bulu tangkis nasional Icuk Sugiarto.
Setiap bertanding, Ameruddin tidak pernah lupa mendoakan. Pada 2015, saat Apriyani bertanding di Peru, sang ibu, Sitti Jauhar, meninggal. Apriyani yang dihubungi tidak kuasa menahan tangis, tetapi dia tetap bertanding.
Ketekunan, mental, dan doa dari orangtua, juga seluruh warga Indonesia, mengantar Apriyani dan Greysia memenangi berbagai kejuaraan. Hingga di level tertinggi Olimpiade 2020 di Jepang saat ini, ketika negara ini tengah dalam kecamuk pandemi Covid-19, lagu ”Indonesia Raya” berkumandang. Sebuah persembahan manis bagi negeri sekaligus kado penghormatan memasuki Agustus, bulan kemerdekaan Republik Indonesia.