Tradisi emas Olimpiade dari bulu tangkis terjaga di Tokyo 2020. Yang berbeda kali ini, medali emas disumbangkan Greysia Polii/Apriyani Rahayu di nomor ganda putri, nomor yang sebelumnya belum pernah menyumbang medali.
Oleh
YULIA SAPTHIANI dan AGUNG SETYAHADI
·4 menit baca
TOKYO, KOMPAS — Sebagai cabang andalan dalam setiap Olimpiade, bulu tangkis kembali menyumbangkan medali emas Olimpiade Tokyo 2020. Kali ini, emas yang diperoleh bisa dibilang sebagai emas kejutan karena datang dari nomor ganda putri, melalui Greysia Polii/Apriyani Rahayu.
Lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” berkumandang untuk pertama kalinya di Tokyo 2020, pada hari ke-11 penyelenggaraan Olimpiade, setelah Greysia/Apriyani memenangi final. Di Musashino Forest Sport Plaza, Senin (2/8/2021), mereka mengalahkan pasangan China yang menjadi unggulan kedua, Chen Qingchen/Jia Yifan, 21-19, 21-15.
Konsistensi penampilan ganda putri peringkat keenam dunia itu selama di Tokyo diperlihatkan melalui lima kemenangan dalam straight games dari enam pertandingan. Greysia/Apriyani mengalahkan tiga pasangan dengan peringkat lebih baik dari mereka, yaitu Chen/Jia (peringkat ketiga dunia), Lee So-hee/Shin Seung-chan (Korea Selatan/4) pada semifinal, dan ganda putri nomor satu dunia, Yuki Fukushima/Sayaka Hirota (Jepang), pada laga terakhir penyisihan grup.
Berhadapan dengan Chen/Jia, Greysia/Apriyani sebenarnya tertinggal, 3-6, dari sembilan pertemuan sebelumnya. Mereka juga kalah dalam pertemuan terakhir, yang terjadi pada babak penyisihan grup turnamen Final BWF 2019. Akan tetapi, dalam pertandingan selama 57 menit itu, Greysia/Apriyani tampil konsisten, selalu memimpin perolehan angka sejak awal hingga akhir.
Wartawan Kompas,Agung Setyahadi, yang meliput final ganda putri di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, melaporkan, sepanjang pertandingan, teriakan ”Indonesia, Indonesia” dari rombongan ketua kontingen dan staf Komite Olimpiade Indonesia terus menyemangati satu-satunya wakil Indonesia di final itu. Saat poin-poin krusial, atau saat Greysia/Apri tertekan, teriakan pun semakin keras.
Pada gim kedua, saat mengejar poin ketiga, teriakan ”sikat, sikat, sikat” mengiringi gebukan smes Apriyani yang berbuah keunggulan 3-1. Teriakan dan tepuk tangan pun membahana di area Musashino Forest Sport Plaza meski tanpa penonton. Olimpiade kali ini memang digelar tanpa penonton karena berlangsung saat pandemi Covid-19. Karena sebab yang sama, penyelenggaraannya bahkan dimundurkan setahun.
Sejak pertama kali melihat pasangan ini pada Piala Sudirman 2017 di Gold Coast, Australia, permainan Apriyani meningkat pesat. Saat ini, dia sudah menjadi pemain yang membahayakan lawan-lawannya.
Satu hal yang paling menonjol dalam final adalah penampilan Apriyani. Meski Olimpiade ini menjadi pengalaman pertamanya, pemain berusia 23 tahun itu tak terlihat tegang.
Sepanjang pertandingan, setiap kali mendapat poin, dia mengepalkan tangan sambil berteriak untuk memompa semangat. Sementara itu, Greysia yang berusia 11 tahun lebih tua bersikap lebih tenang meski tak kalah semangat. Senyum sering kali terlihat dari wajah pemain senior yang menjalani Olimpiade untuk ketiga kalinya itu.
Dua mantan pebulu tangkis papan atas dunia yang menjadi komentator pertandingan, Gillian Clark (Inggris) dan Morten Frost, pun memuji penampilan Apriyani. ”Sejak pertama kali melihat pasangan ini pada Piala Sudirman 2017 di Gold Coast, Australia, permainan Apriyani meningkat pesat. Saat ini, dia sudah menjadi pemain yang membahayakan lawan-lawannya,” ujar Frost, semifinalis Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 1985 dan 1987 asal Denmark.
Kemajuan perkembangan Apriyani tak hanya terlihat di bagian belakang lapangan yang menjadi wilayah tanggung jawabnya. Sebagai pemain yang lebih muda, dia lebih berperan dalam melancarkan smes.
Namun, kini, pemain asal Konawe, Sulawesi Tenggara, itu juga cekatan bermain di bagian depan lapangan. Cegatannya di depan net sering menghasilkan angka. Adapun Greysia lebih cerdik dalam melihat celah kosong agar kok tak terjangkau lawan.
Momentum penampilan agresif tersebut dipertahankan pada gim kedua. Mereka, bahkan, unggul hingga 19-10. Saat meraih poin ke-19 itu, Greysia sempat mengganti raket, karena senar raket putus, dengan berlari ke sisi lapangan, meninggalkan Apriyani berjuang sendiri di lapangan. Saat Greysia kembali masuk, mereka mampu bertahan dari serangan pasangan China dan memenangi reli tersebut.
Chen/Jia memperkecil selisih ketertinggalan menjadi 14-19 dan menggagalkan match point pertama Greysia/Apriyani dari 20-14 menjadi 20-15. Namun, itu hanya menjadi momen untuk memperlambat emas bagi ”Merah Putih”.
Ketika kok pengembalian smes Jia jatuh di luar sisi kiri lapangan Indonesia, Greysia merayakan poin terakhir tersebut dengan berlari untuk memeluk Apriyani yang duduk di dekat tempat jatuhnya kok. Mereka terlambat menyadari bahwa pasangan China meminta challenge atas pukulan terakhir tersebut.
Teriakan dan tepuk tangan keras kubu Indonesia terdengar pada momen itu. Teriakan kembali membahana begitu tayangan ulang memastikan kok jatuh di luar lapangan.
Semua emosi mereka lampiaskan dengan menangis sambil saling memeluk, termasuk dengan pelatih ganda putri, Eng Hian. Sambil memeluk Eng Hian, Greysia pun mengucapkan terima kasih.