Jalan berliku ditempuh Greysia Polii/Apriyani Rahayu untuk bisa menggapai mimpi emas Olimpiade, mimpi yang terus dirawat Greysia sejak belia. Indonesia pantas untuk berterima kasih kepada mereka.
Oleh
AGUNG SETYAHADI dari TOKYO, JEPANG
·6 menit baca
TOKYO, KOMPAS - Greysia Polii sudah berniat pensiun dari bulu tangkis saat Apriyani Rahayu masuk pelatnas Cipayung, empat tahun lalu. Dia memutuskan melanjutkan kariernya, karena Apriyani yang berusia 10 tahun lebih muda mau memeras keringat untuk merunut jalan berliku para juara. Greysia membimbing Apriyani, sekaligus menularkan mimpi meraih medali emas Olimpiade yang dirawatnya sejak remaja. Mereka mewujudkan mimpi itu di Olimpiade Tokyo 2020, dan membuat Indonesia tersenyum di tengah pandemi Covid-19.
Mereka meraih medali emas bulu tangkis ganda putri Tokyo 2020 setelah mengalahkan pasangan China, Chen Qingchen/Jia Yifan, pada laga final di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, Senin (2/8/2021). Greysia/Apriyani menang dalam dua gim, 21-19, 21-15, dan mencetak sejarah sebagai ganda putri Indonesia pertama yang meraih medali di Olimpiade. Mereka juga menempatkan Indonesia sebagai negara kedua setelah China yang meraih medali emas di lima nomor bulu tangkis.
Greysia, yang pada 11 Agustus nanti berusia 34 tahun, membuktikan, pilihannya untuk bertahan di pelatnas berpasangan dengan Apriyani adalah tepat. Perolehan medali emas ini mengakhiri penantian yang dia rawat selama dua dekade.
Greysia telah malang-melintang di dunia bulu tangkis dan meraih banyak prestasi, baik di ganda campuran maupun ganda putri. Di ganda campuran, dia berpasangan dengan Flendy Limpele, Muhammad Rijal, Tontowi Ahmad, Rian Agung Saputro, dan Kevin Sanjaya Sukamuljo. Adapun di ganda putri dia pernah dipasangkan antara lain bersama Nitya Krishinda Maheswari, Anggia Shitta Awanda, Meiliana Jauhari, Rosyita Eka Putri Sari, Rizki Amelia Pradipta, dan Apriyani Rahayu sejak 2017.
Apriyani masuk dalam karier profesional Greysia saat dirinya mempertimbangkan pensiun, menyusul cedera Nitya, pasangan terakhirnya, seusai Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Greysia memang sudah melihat Apriyani saat masih di klub Jaya Raya, tetapi tak pernah terbayangkan dirinya akan berpasangan dengan pemain muda itu.
"Saya sudah mau memutuskan untuk berhenti bermain bulu tangkis setelah Nitya cedera usai Olimpiade 2016. Saat itu saya tak ada partner, sementara itu ada junior-junior saya yang sedang dipersiapkan, Tiba-tiba Apri datang pada 2017. Waktu itu pelatih (Eng Hian) hanya bilang, \'kamu stay dulu untuk bantu junior kamu, kamu stay dulu sebentar lagi\'," ujar Greysia.
Tanpa mengubah pasangan ganda lain, saya langsung berpasangan dengan Apri. Saat itu saya melihat, dia mau diajak kerja sama, mau diajak belajar.
Greysia menyanggupi pemintaan Eng Hian untuk membantu membimbing atlet-atlet muda. Tetapi, Greysia tidak memikirkan untuk melanjutkan karier. Motivasi dia waktu itu adalah membalas bimbingan yang telah dia terima di pelatnas dengan mengembalikan ilmu ke para pemain muda. Saat bersamaan, Apriyani masuk pelatnas. "Tanpa mengubah pasangan ganda lain, saya langsung berpasangan dengan Apri. Saat itu saya melihat, dia mau diajak kerja sama, mau diajak belajar," ungkap Greysia.
Ternyata, dalam turnamen debutnya berpasangan dengan Apriyani, mereka langsung juara di Thailand Terbuka 2017. Hal itu membuat Greysia memutuskan untuk bertahan lebih lama.
Langkah pertama yang dilakukan oleh Greysia saat itu adalah menuntut komitmen Apriyani untuk mau \'berdarah-darah\' dalam perjuangan menjadi juara.
"Waktu itu saya panggil dia ke ruang gym, saya bilang, \'kamu mau enggak jadi juara?\' Dia jawab, \'mau kak, mau kak, mau kak.\' \'Apapun ya? Kamu ditekan sampai menangis, apapun, mau ya?\' Dia menjawab, \'Mau kak, apapun lakukan saja.\' Saya melihat dia punya kekuatan mental, dan bisa diajak bekerja sama, bisa diajak berlari. Jadi, saya bersyukur ada Apri dalam kehidupan saya," kisah Greysia.
Apriyani pun merasa bersyukur bertemu dengan Greysia, sosok yang bawel dan sangat menuntut, karena memiliki standar tinggi sebagai atlet. "Pelajaran selama bersama Kak Greys yang saya dapatkan ialah mendewasakan diri. Saya masih anak kecil, yang harus mencoba keluar dari zona nyaman, saya yang masih tidak mau diatur pada saat itu. Adanya kak Greys bisa menjadikan saya dewasa dalam cara berpikir," ungkap Apriyani.
Proses belajar itu membawanya pada pencapaian puncak seorang atlet pada usia 23 tahun. "Hari ini kami mendapatkan medali ini, semua berkat Allah, berkat doa semua masyarakat Indonesia dan doa semua keluarga. Kami tidak menyangka, karena pemain China, Korea Selatan, Jepang, semuanya bagus. Terimakasih untuk doa semuanya, kami sangat senang dan bangga untuk hasil hari ini," timpal Apriyani.
Apriyani menjalani gemblengan keras dari Greysia sejak awal mereka berpasangan. Dia mampu melewati ujian motivasi untuk menjadi atlet top dunia. Salah satu sumber kekuatan Apriyani adalah dia meyakini dirinya mendapat dukungan dari surga.
"Peran keluarga bagi saya, apalagi orangtua, adalah penguat saya. Apapun yang sedang saya rasakan, entah itu down, atau apa, kalau saya sudah ingat orangtua saya, hilang semua itu, menjadi tenang karena ada mereka. Meskipun mereka tidak bersama saya sekarang, tetapi saya tahu, bahwa mereka masih di samping saya," pungkas Apriyani.
Ketangguhan mental
Ketangguhan mental keduanya pun terlihat pada laga final. Saat hampir terkejar di akhir gim pertama, dari keunggulan 19-14 menjadi 19-18, mereka mampu bertahan dan mengakhiri gim pertama dengan kemenangan. Di arena tanpa kehadiran penonton, semangat mereka dipompa teriakan ”Indonesia, Indonesia” dari rombongan Ketua Kontingen dan staf Komite Olimpiade Indonesia yang terus menyemangati.
Teriakan dan tepuk tangan paling keras terjadi saat pukulan ganda China di akhir gim kedua keluar lapangan dan memastikan Greysia/Apriyani meraih medali emas. Segelintir pendukung Merah Putih berjingkrak-jingkrak di tribune yang lengang. Mereka mengepalkan tangan ke udara. Teriakan kembali membahana setelah challenge yang diajukan Chen/Jia memastikan kok keluar lapangan.
”Apakah ada yang percaya kami juara Olimpiade? Kami tidak bisa berkata-kata. Kami bersyukur kepada Tuhan dan semua orang yang mendukung kami, juga pelatih kami,” ujar Greysia, yang bersama Apriyani meluapkan emosi dengan menangis setelah memastikan merebut emas.
Ungkapan terima kasih disampaikan Presiden RI Joko Widodo, yang melakukan panggilan video setelah penyerahan medali. Presiden menyatakan senang dan bangga atas hasil yang diraih Greysia dan Apriyani. ”Saya mewakili seluruh rakyat Indonesia mengucapkan selamat atas keberhasilan emasnya,” kata Presiden Jokowi dari Istana Bogor.
Penampilan Greysia/Apriyani dinilai oleh Jia Yifan membuktikan betapa kerasnya mereka mempersiapkan diri selama latihan. Pemain China itu kagum dengan stamina ganda Indonesia tersebut, yang mampu bermain konsisten sepanjang pertandingan.
Perunggu di tunggal putra
Keberhasilan ganda putri meraih emas Olimpiade dilengkapi oleh Anthony Sinisuka Ginting, yang merebut medali perunggu di tunggal putra. Anthony tak menyia-nyiakan kesempatan dalam debutnya di Olimpiade dengan mengalahkan pemain Guatemala, Kevin Cordon, 21-11, 21-13.
Medali emas nomor ini direbut pemain Denmark, Viktor Axelsen, yang menggagalkan upaya Chen Long (China) mempertahankan gelar dengan kemenangan 21-15, 21-12. Secara total, China masih menjadi negara terkuat bulu tangkis dengan dua emas dari tunggal putri dan ganda campuran, ditambah empat perak dari ganda campuran, ganda putra, tunggal putra, dan ganda putri.
Taiwan unjuk gigi dengan satu emas dari ganda putra dan perak tunggal putri. Indonesia di posisi ketiga dengan satu emas ganda putri dan satu perunggu tunggal putra. Denmark merebut satu emas tunggal putra. Tuan rumah Jepang, yang sempat berambisi menyapu bersih lima emas, harus puas dengan satu perunggu di ganda campuran. Tiga perunggu lain terbagi untuk India (tunggal putri), Malaysia (ganda putra), dan Korea Selatan (ganda putri). (WKM)