Cuaca Ekstrem, Warga yang Tinggal di Tiga Kawasan Ini Harus Waspada!
Jika hujan deras satu jam tanpa henti dan jarak pandang 100 meter kabur, segera saja evakuasi mandiri.
Oleh
LUKI AULIA
·3 menit baca
Pemerintah mengimbau agar warga yang tinggal di kawasan langganan banjir, daerah sekitar aliran sungai (DAS), dan perbukitan wajib waspada selama satu hingga dua pekan ke depan. Cuaca ekstrem selama beberapa hari ke depan membuat warga yang tinggal di daerah-daerah tersebut tetap berisiko dilanda banjir dan tanah longsor meski saat ini tempat tinggalnya masih aman dari bencana.
Dalam menghadapi situasi cuaca ekstrem selama dua pekan ke depan, masyarakat diimbau untuk bisa mengecek dan mengambil keputusan sendiri. Jika hujan terus-menerus selama satu jam dan visibilitas 100 meter di depan sangat rendah atau bahkan tidak ada, maka itulah saatnya untuk segera evakuasi mandiri.
”Kalau siang hari, lihat saja ke luar rumah. Kalau pandangan dalam jarak 100 meter ke depan tidak jelas, berarti intensitas hujannya sudah 30 milimeter per jam. Kalau malam, pakai senter. Jika itu terjadi, segera evakuasi mandiri,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari, Kamis (14/3/2024).
Abdul mengimbau masyarakat untuk memperhatikan dua hal itu selama satu sampai dua pekan ke depan. Jika kondisi hujan dengan intensitas tinggi selama satu jam terus-menerus dan jarak pandang hanya 100 meter, terjadi di tiga kawasan berisiko, maka warga harus segera evakuasi mandiri.
Jika kondisi hujan dengan intensitas tinggi selama satu jam terus-menerus dan jarak pandang hanya 100 meter, terjadi di tiga kawasan berisiko, maka warga harus segera evakuasi mandiri.
Setelah evakuasi, warga harus tetap berdiam di tempat yang aman selama sekurangnya dua jam meski hujan sudah reda. Waktu dua jam berdiam di tempat evakuasi setelah hujan reda ini dimaksudkan agar memberi waktu berjalannya air hujan yang biasanya mendatangkan banjir.
Misalnya, air dari Bendungan Katulampa baru akan sampai di daerah perkotaan Jakarta sekitar 4-6 jam. ”Teknologi memang sudah pasti dibutuhkan. Tetapi, pada kondisi-kondisi tertentu, kita harus bisa mengambil keputusan sendiri dan itu harus cepat,” ujarnya.
Informasi seperti ini, kata Abdul, harus disampaikan kepada masyarakat dan tidak bisa hanya diberikan peringatan. Masyarakat tidak akan bisa memahami cuaca yang sudah termasuk ekstrem. Masyarakat, menurut Abdul, juga kerap belum memahami bakal seekstrem apa cuaca yang terjadi.
Memantau prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) itu penting, tetapi setiap orang juga harus selalu waspada dengan memperhatikan kondisi lokal sesuai daerah masing-masing. Salah satu caranya dengan menghitung intensitas lamanya waktu hujan serta jarak pandang selama hujan berlangsung.
Pola cuaca di Jabodetabek selalu dipantau dari citra radar satelit dan indikasi awan hujan. Ini supaya bencana banjir yang parah seperti pada awal tahun 2020 tidak terulang kembali. Untuk mengantisipasi banjir, BNPB berkomunikasi intensif dengan BMKG.
Jika awan hujan berpotensi membahayakan, akan dilakukan modifikasi cuaca dengan memecah awan sebelum bergabung. Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk Jabodetabek sudah dilakukan pada awal 2024.
”Untuk bulan ini kami masih menunggu informasi dari BMKG untuk perlu atau tidaknya. Meski sudah dimodifikasi, ada yang tanya kenapa masih hujan. Dengan TMC, intensitas dan durasi hujan bisa dikurangi. Tanpa modifikasi, mungkin hujan bisa sampai 4 jam terus-menerus. Sekarang, hanya berkisar 1-1,5 jam,” kata Abdul.
Cuaca ekstrem sekarang pada periode ini terjadi secara nasional. Menurut Abdul, ini karena ada barisan kumpulan awan hujan dari arah timur Afrika ke arah Semenanjung Hindia. Kumpulan awan ini akan melintasi semua wilayah Indonesia sampai ke Pasifik.
Saat melintasi Indonesia, barisan kumpulan awan yang cukup masif ini akan menyebabkan banjir-banjir besar. Ini juga yang memicu banjir dan longsor di wilayah Sumatera.
Dalam satu hingga 1,5 pekan ke depan, kumpulan awan tersebut akan melintasi Indonesia bagian tengah, seperti Semarang, Pekalongan, dan Madura, lalu akan bergerak menuju ke timur.
Selain ada fenomena regional, ada juga pengaruh dari bibit siklon tropis di selatan Samudera Hindia atau di bawah Jawa Barat dan Banten. Ini memengaruhi awan hujan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat.