Cuaca Masih Ekstrem, Banjir Mengancam Sejumlah Daerah di Indonesia
Sejumlah daerah kerap dilanda banjir. Masyarakat perlu terus diajak bersiap mengantisipasi banjir agar tidak ada korban.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Banjir masih melanda di sejumlah daerah di Indonesia akibat cuaca ekstrem ataupun hujan dengan intensitas tinggi. Bahkan, bencana banjir di beberapa daerah merenggut korban jiwa dan memaksa warga untuk mengungsi.
Data dari laman Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diakses pada Kamis (14/3/2024), pada tahun ini hingga 27 Februari, ada 361 kejadian bencana. Paling banyak adalah bencana hidrometeorologi (98,89 persen) dan bencana geologi (1,11 persen) dengan urutan tertinggi banjir, cuaca eksterm, tanah longsor, dan gempa bumi.
Bencana menyebabkan rumah rusak total sebanyak 13.268 unit. Untuk fasilitas umum, dari 243 unit yang rusak, terbanyak adalah satuan pendidikan (217), rumah ibadah (10), dan fasilitas layanan kesehatan (16). Jumlah korban jiwa tercatat sebanyak 47 orang sepanjang tahun ini.
Berdasarkan data BNPB tahun 2020-2023, banjir, tanah longsor, hingga puting beliung termasuk kejadian bencana dengan jumlah tertinggi. Total bencana tiap tahun bisa berkisar 3.000-5.000 kejadian. Korban jiwa mencapai ratusan orang tiap tahun, berkisar 300-700 orang sepanjang periode tersebut.
Sementara itu, dalam program Teropong Bencana BNPB pada Rabu (13/3/2024) sore dilaporkan, situasi banjir di Kabupaten Batanghari (Jambi), Kabupaten Melawi (Kalimantan Barat), Kabupaten Pesisir Selatan (Sumatera Barat), dan Kabupaten Katingan (Kalimantan Tengah) serta puting beliung di Kabupaten Lampung Selatan (Lampung).
Karena banjir sering terjadi, kami melakukan sosialisasi dan melatih masyarakat sukarelawan dan satgas desa untuk menangani banjir.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Batanghari Ansori mengatakan, banjir di daerah ini akibat faktor curah hujan tinggi. Selain itu, ada banjir kiriman dari kabupaten sebelah. Pada Rabu sore, ketinggian alat pemantau menunjukkan ketinggian air sudah mencapai 383 sentimeter.
Banjir tahun ini, kata Ansori, sudah menewaskan tujuh warga karena tenggelam, yakni tiga anak, satu remaja, dan tiga orang dewasa. ”Kami mengimbau kepada masyarakat agar jangan panik. Dengan ada banjir dan kejadian orang tenggelam, kami minta orangtua mendampingi anak-anak mereka,” ujar Andori.
Akibat banjir di Kabupaten Batanghari, 300 keluarga terdampak. Warga pun mengungsi karena ketinggian air mencapai 40-50 sentimeter. Sebanyak 300 rumah dan empat sekolah rusak. Area perkebunan dan sawah warga juga terendam banjir.
Bantuan untuk warga yang menjadi korban banjir diberikan pemerintah setempat. Bantuan juga dikirim kepada warga yang bertahan di rumah. Namun, pengantaran bantuan masih sulit karena terkendala jalan yang terendam banjir. Sebagian jalan dan jembatan rusak diterjang banjir.
”Tapi, sukarelawan tetap berupaya mengantarkan bantuan hingga ke tempat dengan perahu karet,” kata Ansori.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Katingan Markus mengatakan, dari tahun 2021 hingga 2022, wilayah ini dilanda banjir besar. Tahun ini, banjir juga terjadi sejak 10 Maret di beberapa kecamatan. Bahkan, menurut Markus, ada kejadian warga meninggal akibat banjir hingga kecelakaan truk bantuan sosial beras saat dalam feri penyeberangan.
Masyarakat mengungsi di daerah dataran tinggi, tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Ada bantuan fasilitas tenda hingga pemberian makanan bagi pengungsi korban banjir. ”Karena banjir sering terjadi, kami melakukan sosialisasi dan melatih masyarakat sukarelawan dan satgas desa untuk menangani banjir,” kata Markus.
Evakuasi mandiri
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Melawi Arif Santoso mengatakan, banjir yang sudah berlangsung 10 hari di wilayahnya saat ini berangsur-angsur surut. Banjir di daerah ini sudah rutin terjadi sehingga warga terbiasa menyikapi kejadian alam.
Menurut Arif, setiap musim hujan warga sudah bersiaga dengan logistik untuk 2-3 hari. Warga secara mandiri mempersiapkan diri sebelum banjir lebih parah. Kebiasaan warga saat banjir adalah naik ke dataran tinggi, memasang tenda 1-2 hari di daerah tinggi, atau mengungsi ke rumah keluarga.
”Jika air semakin tinggi, warga biasanya baru ke posko umum. Walaupun ketinggian air sudah turun, BPBD dan satgas tetap mengantisipasi jika ada kenaikan,” ujar Arif.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Pesisir Selatan Doni Gusrizal mengatakan, banjir dan longsor terjadi pada 7-8 Maret karena curah hujan tinggi di atas 150 milimeter, yang termasuk kategori ekstrem. Akibatnya, terjadi banjir di 22 sungai di Kabupaten Pesisir Selatan yang merendam 13 kecamatan dan 82 pemerintah nagari (desa). Korban jiwa sebanyak 24 orang dan lima orang masih hilang.
Menurut Doni, rata-rata warga sudah kembali ke rumah masing-masing. Namun, rumah penuh lumpur dan peralatan rusak. Sementara di lingkungan sekitar, air bersih tidak mengalir karena jaringan PDAM serta listrik terputus.
Lebih lanjut, Doni mengatakan, Kabupaten Pesisir Selatan termasuk memiliki banyak sungai yang bermuara ke Samudra Hindia. Saat air pasang, banjir rentan menggenangi daerah rendah. Selain itu, daerah berbukit juga sewaktu-waktu bisa longsor.
”Masyarakat supaya bisa segera mengungsi jika terjadi banjir atau longsor, menuju ke tempat aman,” katanya.