Sepertiga Jawa Timur atau 13 kabupaten/kota kebanjiran sehingga penanganan dan pencegahan perlu diperkuat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Sampai Rabu (13/3/2024), 13 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur diterjang banjir. Bencana dipicu intensitas hujan yang tinggi sehingga sungai meluap dan tanggul jebol. Belasan ribu jiwa terdampak dan ribuan hektar sawah terancam gagal panen.
Banjir menerjang enam kabupaten, yakni Ngawi, Madiun, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Gresik. Banjir juga merendam wilayah Kota Madiun. Banjir terjadi karena luapan Bengawan Solo dan anak sungai terpanjang di Pulau Jawa itu.
Tujuh kabupaten/kota itu berada di daerah aliran sungai Bengawan Solo yang membentang di daratan Jatim bagian barat, barat daya, dan utara dengan batas Laut Jawa dan Selat Madura.
Bencana serupa dialami daerah aliran Bengawan Brantas. Sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo itu meluap dan merendam sejumlah wilayah di dua kabupaten, yakni Jombang dan Mojokerto. Luapan air juga menerjang wilayah Kota Mojokerto.
Banjir terjadi karena luapan Bengawan Solo dan anak sungai terpanjang di Pulau Jawa itu.
Jombang dan Mojokerto Raya berbatasan dengan Lamongan selatan dan Gresik barat daya yang merupakan bagian tengah aliran Bengawan Brantas. Di tiga daerah ini, banjir terjadi akibat tanggul jebol dan anak dan atau terusan Bengawan Brantas meluap.
Banjir juga menerjang tiga dari empat kabupaten di Pulau Madura, yakni Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. Tiga daerah ini membentang dari bagian barat Pulau Madura sampai berbatasan dengan Sumenep di sisi timur. Banjir terjadi akibat luapan sungai-sungai utama di Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan.
Menurut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro Laela Noer Aeny, banjir sepekan terakhir merendam 48 desa di 11 kecamatan. Sebanyak 700 keluarga terdampak. Banjir juga merendam 1.880 hektar sawah dan ladang.
Muka air turun
Namun, menurut Laela, tinggi muka air Bengawan Solo menurun. Air bergerak ke hilir menuju Lamongan dan Gresik. ”Tinggi muka air Bengawan Solo di Bojonegoro sudah turun dari siaga merah,” ujarnya.
Sesuai dengan pantauan tinggi muka air hidrologi Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, di Jembatan Malo 16,5 meter di atas permukaan laut (mdpl), atau siaga hijau 18,2 mdpl. Di Kali Kethek, tinggi muka air 12,9 mdpl, atau masih siaga kuning 13 mdpl.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Tuban Sudarmaji mengungkapkan, luapan Bengawan Solo masih merendam 22 desa di lima kecamatan, yakni Parengan, Soko, Rengel, Plumpang, dan Widang. Ketinggian banjir sampai 1 meter.
”Kami belum menerima laporan dampak banjir terhadap nyawa warga, sementara ini nihil korban jiwa,” ujarnya.
Di kawasan hilir Bengawan Solo, banjir merendam tiga kecamatan di Lamongan, yakni Maduran, Babat, dan Laren. Selain itu, Kecamatan Bungah dan Kecamatan Dukun di Gresik. Lebih dari 500 keluarga terdampak.
Sementara itu, Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati mengatakan, banjir berdampak pada kehidupan lebih dari 6.200 jiwa di tujuh kecamatan, yakni Pungging, Mojosari, Bangsal, Mojoanyar, Sooko, Puri, dan Kutorejo. Selain itu, banjir merendam 263 ha sawah sehingga hampir pasti gagal panen padi.
Ikfina melanjutkan, banjir dipicu hujan intensitas tinggi dan berdurasi lama. Ini membuat debit air meningkat drastis di Sungai Kromong, Sungai Klorak, dan Sungai Boro yang bergabung ke Sungai Brangkal.
Tanggul Sungai Brangkal di Desa Wringinrejo jebol. Hal serupa dialami oleh dua tanggul Sungai Sadar di Mojosari dan lima tanggul Sungai Gembolo di Pungging. Banjir juga menerjang dan merusak jembatan Desa Kebontunggul dan Desa Gondang.
Di Pulau Madura, banjir memukul kehidupan 1.600 jiwa di Kecamatan Arosbaya, Bangkalan. Banjir akibat Sungai Arosbaya meluap setelah diguyur hujan beberapa hari terakhir.
Di Sampang, banjir merendam tiga kecamatan, yakni Jrengik, Tambelangan, dan Torjun. Adapun di Pamekasan, lebih dari 4.000 jiwa terdampak banjir.