Longsor Berulang di Pulau Serasan, 170 Orang Mengungsi
Bencana tanah longsor kembali terjadi di Pulau Serasan, Kabupaten Natuna. Sebanyak 170 warga mengungsi.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Sebanyak 170 warga mengungsi akibat bencana tanah longsor di Pulau Serasan, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Sebelumnya, pada 6 Maret 2023, juga terjadi longsor di Pulau Serasan yang mengakibatkan 54 orang tewas.
Pulau Serasan terletak sekitar 200 kilometer (km) dari pusat Kabupaten Natuna di Pulau Natuna Besar. Serasan justru lebih dekat dengan wilayah Kalimantan Barat daripada dengan pusat Provinsi Kepri di Pulau Bintan.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Natuna Raja Darmika, Senin (15/1/2024), menyatakan, retakan tanah mulai muncul di Serasan pada 9 Januari. Hal itu terjadi setelah hujan dengan intensitas amat tinggi mengguyur selama selama satu minggu terakhir.
”Malam hari, pada 12 Januari, warga mendengar suara gemuruh dari atas bukit. Kemudian esok harinya longsor mulai terjadi di beberapa titik," kata Raja.
Setelah peristiwa itu, Pemerintah Kabupaten Natuna meminta 170 warga di sekitar lokasi terdampak segera mengungsi. Ini dilakukan karena hujan masih terus mengguyur Pulau Serasan dan dikhawatirkan terjadi longsor susulan.
Kepala Polsek Serasan Inspektur Dua Guru Kinayan Sembiring mengatakan, material longsor menimbun sejumlah ruas jalan. Meski demikian, warga masih dapat melintas menggunakan kendaraan roda dua.
Menurut Guru, tidak ada rumah yang tertimbun material longsor. Namun, ada satu masjid yang terdampak retakan tanah sehingga warga diminta menjauhi bangunan tersebut.
Raja menambahkan, warga yang mengungsi ditampung di 100 rumah hunian tetap yang baru rampung dibangun pemerintah pada akhir tahun 2023. Rumah dibangun untuk korban bencana yang terdampak longsor di Serasan pada 6 Maret 2023.
Longsor berulang
Longsor di Pulau Serasan pada 6 Maret 2023 mengakibatkan 100 rumah terdampak. Bencana itu juga menyebabkan 54 orang tewas. Evakuasi korban saat itu memakan waktu lebih dari 14 hari karena lokasi Serasan yang sulit dijangkau.
Tingginya korban jiwa dalam bencana longsor di Serasan waktu itu disebabkan karena ketidaktahuan warga. Banyak warga tertimbun longsor saat membersihkan material tanah dari longsor kecil sebelumnya.
”Kami sudah melakukan edukasi agar tidak ada korban jiwa yang jatuh lagi. Saat ini warga sudah dapat membaca tanda-tanda bencana,” ujar Raja.
Malam hari, pada 12 Januari, warga mendengar suara gemuruh dari atas bukit. Kemudian esok harinya longsor mulai terjadi di beberapa titik.
Longsor di Serasan juga tidak terprediksi karena Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) belum membuat peta prakiraan gerakan tanah untuk pulau-pulau kecil. Di luar Jawa, peta prakiraan gerakan tanah baru mencakup skala 1:250.000, belum sampai skala 1:50.000 yang diperlukan untuk pulau terpencil seperti Serasan.
Menurut Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Parid Ridwanuddin, bencana longsor di Pulau Serasan mestinya menjadi alarm keras bagi pemerintah. Di tengah krisis iklim, bencana alam dapat menjadi bom waktu di pulau-pulau kecil.
Menurut Parid, krisis iklim yang salah satunya ditandai dengan cuaca ekstrem telah menempatkan masyarakat di pulau-pulau kecil dalam kondisi yang amat rawan. Akibat krisis iklim, bencana hidrometeorologi terus meningkat dalam sepuluh tahun terakhir (Kompas, 12/3/2023).