Sejumlah tanda sudah ada sebelum bencana tanah longsor mengubur 30 rumah di Pulau Serasan, Natuna, pada 6 Maret 2023. Namun, ketidaktahuan warga dan abainya pemerintah membuat mitigasi tak dilakukan sama sekali.
Oleh
PANDU WIYOGA, YOLA SASTRA
·3 menit baca
"Dia (alam) sudah kasih banyak tanda. Tapi kami tak ngerti. Akhirnya 50 puluh orang lebih mati," kata Sunarti (43), Minggu (12/3/2023).
Pada 4 Maret, material longsor dari lereng bukit mulai berguguran di Pulau Serasan, Natuna, Kepulauan Riau. Longsor pertama itu merusak dua rumah di Kampung Genting, Desa Pangkalan.
Dua hari kemudian, 6 Maret pagi, terjadi banjir di Kampung Genting. Air berwarna merah mengalir deras dari atas bukit. Air bercampur lumpur itu memenuhi jalan aspal di depan rumah warga.
Suami Sunarti, Wawan Setiawan (48), pamit kepada keluarganya untuk memimpin gotong-royong membersihkan jalan. Ia baru tiga bulan menjabat Kepala Desa Pangkalan.
Pada saat yang sama, Kepala Polsek Serasan Inspektur Satu Malik Mardiansyah sedang berkeliling memantau banjir di sejumlah titik. Ia berhenti saat melihat Wawan dan puluhan warga gotong-royong membersihkan parit.
Mereka berdua mengobrol sebentar tentang banjir dan longsor kecil yang terjadi pagi itu. Tak jauh dari Wawan dan Malik, Leman (28) pekerja harian lepas di Polsek Serasan bersiaga di atas motor yang kebetulan mesinnya masih menyala.
"Sekitar pukul 10.00 lewat sedikit, ada suara seperti ledakan dari atas bukit. Spontan saya lompat ke motor yang langsung dibawa Leman melesat. Itu terakhir kali saya melihat Pak Kades," ujar Malik.
Sunarti menuturkan, jenazah Wawan baru ditemukan pada 9 Maret atau tiga hari setelah bencana tanah longsor mengubur 30 rumah di Kampung Genting. Saat ini, ia dan empat anaknya berencana meninggalkan Pulau Serasan untuk selama-lamanya.
Hingga 12 Maret, sebanyak 46 korban tewas telah ditemukan dan 8 korban belum ditemukan. Selain itu, longsor juga membuat 1.863 jiwa harus mengungsi.
Mitigasi
Ahli mitigasi bencana Universitas Gadjah Mada (UGM) Teuku Faisal Fathani sangat menyayangkan kejadian bencana longsor di Pulau Serasan yang menewaskan puluhan warga dan puluhan lainnya hilang. Kejadian ini menunjukkan masih minimnya upaya pengurangan risiko dan kesiapsiagaan.
Lemahnya mitigasi bencana tak terlepas dari paradigma yang masih mengutamakan pada respon darurat dan pemulihan bencana. Sementara itu, pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan belum mendapat perhatian. Padahal, keempat poin tersebut sama pentingnya. Ketangguhan terhadap bencana tercipta bila keempat poin itu proporsional.
“Salah satu bagian dari pengurangan risiko bencana adalah kajian risiko. Kalau suatu daerah berisiko, masyarakatnya harus dibangun kesiapsiagaannya. Masyarakat dilatih dengan cara-cara sederhana. Kalau banjir seperti, hujan sekian lama, harus mengungsi,” ujarnya pada 9 Maret lalu.
Mungkin untuk Natuna dan sekitarnya nanti harus kami perhatikan sendiri. Kami buatkan petanya ke depan
Menurut Bupati Natuna Wan Siswandi, pemerintah kabupaten tidak mengetahui potensi bencana longsor karena tidak tersedia peta prakiraan pergerakan tanah di Pulau Serasan. Setelah terjadi bencana baru diketahui ternyata sedikitnya ada tiga zona di pulau itu yang amat rawan bencana longsor.
Penyelidik Bumi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Anjar Heriwaseso mengatakan, aliran air keruh berwarna yang muncul sebelum longsor besar terjadi merupakan tanda-tanda awal. Air tersebut keruh karena ada erosi dari tanah lapukan cukup tebal yang tergerus air.
"Tanda-tanda awal terjadi longsor (besar) ini sebetulnya sudah ada. Cuma mitigasinya tidak ada," kata Anjar, Minggu (12/3/2023).
Anjar mengakui, Kecamatan Serasan memang belum masuk dalam peta prakiraan gerakan tanah PVMBG karena peta itu masih berskala menengah untuk luar Jawa, belum bisa sampai detail untuk pulau terpencil seperti Serasan. Skala peta tersebut baru 1:250.000, belum sampai 1:50.000.
"Mungkin untuk Natuna dan sekitarnya nanti harus kami perhatikan sendiri. Kami buatkan petanya ke depan," ujar Anjar.
Saat berkunjung ke Pulau Serasan pada 10 Maret, Menteri Sosial Tri Rismaharini menyatakan, pelatihan mitigasi akan diberikan agar warga dapat mengambil aksi dini saat ada tanda-tanda bencana. Lumbung sosial yang berisi persediaan logistik dan peralatan darurat juga akan segera dibuat.