Tiga bulan menjelang Pemilu 2024, Kementerian Kominfo sudah menghapus 425 hoaks pemilu. Patroli siber ditingkatkan, informasi bohong segera dihapus.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Tiga bulan menjelang Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden 2024, informasi bohong atau hoaks pemilu semakin banyak tersebar di ruang digital. Kementerian Komunikasi dan Informatika sudah menghapus atau melakukan take down 425 hoaks pemilu. Patroli siber ditingkatkan dan akan menghapus informasi bohong kurang dari 24 jam.
”Tren penyebaran hoaks meningkat jelang Pemilu 2024. Yang membuat kami optimistis hoaks tahun ini jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan Pemilu 2019. Pada Pemilu 2019 jauh lebih masif angkanya,” kata Menkominfo Budi Arie Setiadi, Senin (6/11/2023).
Budi menyampaikan hal tersebut melalui sambungan video konferensi di hadapan peserta Tribun Mata Lokal Ke-9 bertajuk ”Bersandar pada Negara Wujudkan Kolaborasi Presisi untuk Terciptanya Pemilu Damai 2024 Bermartabat Tanpa Hoaks” yang diselenggarakan Tribun Network, di Medan, Sumatera Utara.
Budi menyebut, memberantas hoaks menjadi salah satu hal paling penting untuk mewujudkan Pemilu Damai 2024. Kemenkominfo membentuk satuan tugas antihoaks yang akan melakukan patroli siber di dunia maya.
Informasi hoaks ditargetkan dapat dihapus kurang dari 24 jam sejak beredar, terutama yang mengandung fitnah, ujaran kebencian, kebohongan, dan menimbulkan kegaduhan. ”Apabila memenuhi unsur pelanggaran hukum, penanganannya kami serahkan kepada penegak hukum Polri,” kata Budi.
Selain dengan patroli, kata Budi, Kemenkominfo juga melakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak ikut menyebarluaskan berita bohong. Masyarakat harus lebih bijak dan cerdas untuk membedakan mana informasi bohong dan menahan diri untuk tidak menyebarkannya.
Kemenkominfo juga bekerja sama dengan berbagai aplikasi digital dan media sosial, seperti Google, Meta, Tiktok, X, dan Instagram. Sejumlah tanda pagar pemilu damai telah disuarakan. Meta menyebarkan tagar #bijakbersuara dan Google mengampanyekan tagar #yukpahamipemilu.
”Hal ini sangat penting agar ruang digital berisi pesan yang mendamaikan dan menyejukkan kita semua,” kata Budi.
Selain itu, Kemenkominfo juga bekerja sama dengan operator telekomunikasi, lembaga penyiaran, dan lembaga pers untuk sama-sama mencegah penyebaran berita bohong.
Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Agung Setya Imam Effendi mengatakan, dunia digital, khususnya media sosial, membuat pengamanan pemilu tidak bisa lagi hanya pengamanan fisik saja. ”Media sosial kalau tidak dikelola dan diawasi penyebaran informasinya bisa menimbulkan huru-hara,” katanya.
Kemenkominfo juga bekerja sama dengan berbagai aplikasi digital dan media sosial, seperti Google, Meta, Tiktok, X, dan Instagram. Sejumlah tanda pagar pemilu damai telah disuarakan. Meta menyebarkan tagar #bijakbersuara dan Google mengampanyekan tagar #yukpahamipemilu.
Agung menyebut, Polri mengantisipasi potensi konflik pada Pemilu dan Pilpres 2024 baik konflik terbuka, setengah tertutup, maupun tertutup. ”Ini menjadi hal yang harus kami kelola. Pemilu damai bisa tercipta dengan kerja bareng antara pemerintah, penyelenggara pemilu, masyarakat sipil, dan media,” kata Agung.
Agung menyebut, keterbatasan anggaran Polri juga menjadi salah satu yang harus mereka kelola, terutama jika Pemilihan Presiden 2024 berlangsung dua putaran.
CEO Tribun Network Dahlan Dahi mengatakan, mewujudkan pemilu damai tanpa muatan berita bohong menjadi tantangan dalam Pemilu dan Pilpres 2024. Tantangan terbesar adalah bagaimana mengendalikan penyebaran informasi melalui media sosial.
”Kalau media massa ada kantornya di Indonesia. Wartawannya dididik dengan keterampilan memastikan berita yang diberitakan adalah fakta. Kalau media sosial orangnya tidak harus selalu ada di Indonesia, tetapi dia menyasar pembaca Indonesia,” kata Dahlan.
Kondisi ini, kata Dahlan, harus menjadi pertimbangan bagi Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu dalam pelaksanaan serta pengawasan masa kampanye.
Ketua Komisi Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi Dewan Pers Paulus Tri Agung Kristanto mengatakan, problem hari ini bukan hanya soal hoaks, melainkan juga fenomena banjir informasi karena banyaknya media massa. Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah media massa terbesar yang diperkirakan lebih dari 50.000 media.
”Ini yang terjadi hari ini. Banyak sekali media memberitakan berita yang seolah-olah benar. Dan, masyarakat kita tidak sepenuhnya bisa membedakan berita yang sudah di-framing untuk kepentingan tertentu dan berita yang sebenarnya,” kata Tri Agung yang juga Wakil Pemimpin Redaksi Kompas.
Ketua KPU Sumut Agus Arifin mengatakan, KPU juga melakukan berbagai penyesuaian untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi. Akun media sosial peserta pemilu harus didaftarkan ke KPU tiga hari sebelum kampanye dan aktivitasnya ditutup saat masa kampanye berakhir. Materi kampanye di media sosial juga akan diawasi agar tidak melanggar aturan.
Komisioner Bawaslu Sumut, Suhadi Situmorang, menyebut, pengawasan kampanye dan sosialisasi melalui media sosial menjadi salah satu fokus mereka. Bawaslu akan menggandeng kepolisian dan Kemenkominfo untuk melakukan pengawasan hingga penindakan di masa kampanye, termasuk untuk menghapus konten kampanye jika terjadi pelanggaran.