Tersangka Kasus Korupsi Pajak di Palembang Dipecat sebagai PNS
Direktorat Jenderal Pajak mengambil tindakan tegas terhadap tiga pegawai Kantor Pajak Palembang yang menjadi tersangka dugaan korupsi kewajiban pajak. Satu dari tiga tersangka telah diberhentikan sebagai PNS.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengambil tindakan tegas terhadap tiga pegawai Kantor Pajak Pratama Palembang, Sumatera Selatan, yang menjadi tersangka dugaan kasus korupsi pemenuhan kewajiban perpajakan. Seorang dari tiga tersangka dijatuhkan hukuman tingkat berat berupa pemberhentian sebagai pegawai negeri sipil atau PNS.
Sebaliknya, dua tersangka lain masih dalam proses pemeriksaan pemberian hukuman displin PNS dan telah dibebaskan dari tugas masing-masing. Hukuman itu dijatuhkan seusai pemeriksaan sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Displin PNS.
Tersangka yang telah diberhentikan sebagai PNS itu berinisial RFG. Adapun dua tersangka lain adalah NWP dan RFH. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Sumsel terkait dugaan korupsi pemenuhan kewajiban perpajakan di beberapa perusahaan pada 2019, 2020, dan 2021.
”DJP (Direktorat Jenderal Pajak) tidak menolerir dan tidak ragu untuk memproses pelanggaran tersebut,” ujar Kepala Kantor Wilayah DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung Romadhaniah dalam konferensi pers di Palembang, Rabu (1/11/2023).
Romadhaniah mengatakan, penetapan tiga pegawai pajak itu sebagai tersangka merupakan hasil tindak lanjut kerja sama antara Kanwil DJP Sumsel dan Babel dengan Kejati Sumsel. Hal itu juga merupakan bentuk komitmen Kanwil DJP Sumsel dan Babel terhadap upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi oleh oknum-oknum pegawai pajak.
”Kami sangat menyesali adanya penetapan tersangka dalam dugaan kasus korupsi pajak tersebut. Hal itu seharusnya tidak terjadi karena setiap pegawai telah dibekali dengan kode etik, kode perilaku, dan budaya organisasi,” katanya.
DJP (Direktorat Jenderal Pajak) tidak menolerir dan tidak ragu untuk memproses pelanggaran tersebut.
Romadhaniah menuturkan, DJP berkomitmen menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme. Salah satu upaya untuk mencegah korupsi adalah melalui program reformasi perpajakan yang sedang dijalankan.
Program reformasi perpajakan itu terkait dengan perbaikan dan pengembangan di bidang sumber daya manusia (SDM), organisasi, teknologi informasi, basis data, proses bisnis, dan penyempurnaan regulasi perpajakan.
DJP juga mengimbau masyarakat segera melapor jika ada pegawai pajak yang menjanjikan kemudahan terkait pemenuhan kewajiban perpajakan dengan imbalan tertentu. Laporan bisa disampaikan melalui whistleblowing system Kementerian Keuangan di https://www.wise.kemenkeu.go.id/ atau melalui Kring Pajak 1500200 atau surel: pengaduan@pajak.go.id.
”Kami terus konsisten untuk mengawal integritas. Dalam setiap kesempatan kepada pegawai dan wajib pajak, kami sampaikan bahwa integritas adalah harga mati. Pelanggaran terhadap integritas itu sama dengan memotong urat nadi bangsa,” tutur Romadhaniah.
DJP tidak menolerir dan tidak ragu untuk memproses pelanggaran tersebut
Romadhaniah juga menyatakan mendukung penuh proses hukum yang sedang berlangsung di Kejati Sumsel. Sebaliknya, untuk dua wajib pajak yang terlibat dalam kasus tersebut, proses hukumnya dilakukan oleh Penyidik Pajak DJP.
”Semua proses hukum masih berlangsung. Kami berharap ini tidak berkembang lagi karena sudah cukup pusing memikirkannya,” ujar Romadhaniah.
Modus kasus
Sebelumnya, Kepala Kejati Sumsel Sarjono Turin dalam konferensi pers di Palembang, Senin (30/10/2023), mengatakan, tiga tersangka itu adalah RFG selaku PNS Kantor Pajak Palembang, NWP selaku PNS Kantor Pajak Palembang, dan RFH sebagai salah satu pejabat Kantor Pajak Palembang. Setelah mengumpulkan alat bukti dan barang bukti, tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel menetapkan ketiganya sebagai tersangka pada 23 Oktober 2023.
Selain ketiganya, ada dua tersangka lain dari pihak swasta atau wajib pajak. ”Karena ada unsur kerja sama, ketiga pegawai pajak itu ditangani oleh tim Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel. Sementara dua orang lainnya selaku wajib pajak ditangani oleh tim Penyidik Pajak (DJP),” ujar Sarjono.
Sarjono menuturkan, ketiga pegawai pajak itu diduga menerima suap gratifikasi dari perusahaan-perusahaan wajib pajak pada 2019, 2020, dan 2021. Mereka bertugas mendata perusahaan yang bermasalah.
Lalu, mereka mengambil alih untuk mengubah kepengurusan perusahaan bersangkutan. Mereka juga menjadi auditor pajak untuk mengurangi pajak perusahaan-perusahaan tersebut.
”Misalnya, perusahaan yang tadinya harus membayar pajak Rp 1 miliar bisa menjadi Rp 200 juta. Dengan catatan, perusahaan itu membayar fee kepada mereka (tiga tersangka). Akhirnya, pendapatan negara menjadi jauh lebih kecil. Sementara itu, mereka bisa menikmati keuntungannya. Ini letak pelanggaran hukumnnya. Kerja sama mereka sangat rapi sehingga kalau tidak paham, sulit untuk ditelusuri orang umum,” kata Sarjono.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari menyampaikan, potensi kerugian negara kasus itu masih dalam penghitungan. Sejauh ini, para saksi yang sudah diperiksa berjumlah 35 orang.
Kejati Sumsel akan terus mendalami alat bukti terkait keterlibatan pihak lain yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya. Kejati Sumsel juga segera melakukan tindakan hukum lain yang diperlukan sehubungan dengan penyidikan kasus tersebut.
Kendati demikian, Vanny memastikan belum ada perkembangan terbaru terkait kasus tersebut. ”Kalau sudah ada update terbaru, nanti kami infokan,” tuturnya melalui pesan singkat aplikasi WhatsApp kepada Kompas, Rabu (1/11/2023).