Tiga Pegawai Pajak Palembang Jadi Tersangka Kasus Korupsi Perpajakan
Kejati Sumsel menetapkan tiga pegawai Kantor Pajak Palembang sebagai tersangka dugaan kasus korupsi dalam pemenuhan wajib pajak. Mereka meminta upah untuk membantu wajib pajak mendapat pengurangan pembayaran pajak.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menetapkan tiga pegawai Kantor Pajak Pratama Palembang sebagai tersangka dugaan kasus tindak pidana korupsi dalam pemenuhan kewajiban perpajakan di beberapa perusahaan pada tahun 2019, 2020, dan 2021. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung siap mendukung penuh proses hukum yang berlangsung.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel Sarjono Turin dalam konferensi pers di Palembang, Senin (30/10/2023), mengatakan, tiga tersangka itu adalah RFG selaku pegawai negeri sipil (PNS) Kantor Pajak Palembang, NWP selaku PNS Kantor Pajak Palembang, dan RFH sebagai salah satu pejabat Kantor Pajak Palembang. Setelah mengumpulkan alat bukti dan barang bukti, Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel menetapkan ketiganya sebagai tersangka pada 23 Oktober 2023.
Selain ketiganya, ada dua tersangka lain selaku pihak swasta atau wajib pajak. ”Karena ada unsur kerja sama, ketiga pegawai pajak itu ditangani oleh tim Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel. Sementara dua orang lainnya selaku wajib pajak ditangani oleh tim Penyidik Pajak (Direktorat Jenderal Pajak),” ujar Sarjono.
Terkait modusnya, Sarjono menuturkan, ketiga pegawai pajak itu diduga menerima suap gratifikasi dari perusahaan-perusahaan wajib pajak. Mereka bertugas mendata perusahaan yang bermasalah. Lalu, mereka mengambil alih untuk mengubah kepengurusan perusahaan bersangkutan. Mereka menjadi auditor pajak untuk mengurangi pembayaran pajak perusahaan-perusahaan tersebut.
”Misalnya, perusahaan yang tadinya harus membayar pajak Rp 1 miliar bisa menjadi Rp 200 juta. Dengan catatan, perusahaan itu membayar fee kepada mereka (ketiga pegawai pajak tersebut). Akhirnya, pendapatan negara menjadi jauh lebih kecil. Sementara itu, mereka bisa menikmati keuntungannya. Ini letak pelanggaran hukumnya. Kerja sama mereka sangat rapi sehingga kalau tidak paham, sulit untuk ditelusuri orang umum,” kata Sarjono.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari menyampaikan, potensi kerugian negara kasus itu masih dalam perhitungan. ”Para saksi yang sudah diperiksa sampai saat ini berjumlah 35 orang. Tentu saja, kami akan terus mendalami alat bukti terkait dengan keterlibatan pihak lain yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya. Kami juga akan segera melakukan tindakan hukum lain yang diperlukan sehubungan dengan penyidikan kasus tersebut,” tuturnya.
Mendukung penuh
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumsel dan Bangka Belitung Romadhaniah mengatakan, dirinya sudah mendengar adanya kasus tersebut. Namun, secara konkret, dia belum tahu secara detail. Kendati demikian, dia sangat mendukung proses hukum yang berlangsung karena itu terkait integritas Direktorat Jenderal Pajak.
Apa pun keputusan kejaksaan, kami sangat mendukung. Malah, kalau ada yang bisa kami bantu, kami akan bantu. (Romadhaniah)
”Apa pun keputusan kejaksaan, kami sangat mendukung. Malah, kalau ada yang bisa kami bantu, kami akan bantu. Tidak ada namanya kami coba menutup-nutupi. Sepanjang itu sudah menjadi keputusan mereka (kejaksaan), kami sangat mendukung proses tersebut,” ujarnya.
Menurut Romadhaniah, pihaknya sudah melakukan sejumlah langkah preventif untuk meminimalkan potensi kasus seperti itu. Dalam setiap kesempatan, dia selalu mengingatkan soal rambu-rambu dan konsekuensi hukum yang tidak main-main bagi oknum yang coba berbuat nakal. Secara sistem, ia menerapkan strategi knowing your employee (KYE) dengan mengecek surat pemberitahuan pajak tahunan (SPT) para bawahannya yang dibandingkan dengan data laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Selain itu, kalau ada laporan dari pihak wajib pajak atau pihak yang berkepentingan (stakeholder) mengenai ada pegawai mereka yang nakal, pihaknya akan menindaklanjuti dengan melakukan pengecekan acak. Mereka pun melakukan survei apakah ada wajib pajak yang dimintai uang. ”Dalam kesempatan berjumpa dengan wajib pajak, kami juga minta tolong agar tidak memberikan sekecil apa pun dalam bentuk apa pun kepada petugas pajak,” kata Romadhaniah.
Menurut pengamat ekonomi Sumsel sekaligus dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Palembang, Amidi, fenomena praktik dugaan korupsi seperti itu bukan hal baru di lingkungan pajak. Apalagi beberapa tahun terakhir, banyak persoalan yang dihadapi oleh wajib pajak seperti pandemi yang membuat intensitas bisnis mereka menurun.
”Tanda petik, para wajib pajak ini ada keberatan untuk membayar pajak yang sebenarnya sehingga mereka berupaya untuk bisa ada pengurangan,” ujarnya.
Padahal, menurut Amidi, Direktorat Jenderal Pajak memberikan ruang untuk pengurangan nilai pembayaran pajak secara resmi. Ada komponen pengurangan biaya denda dan administrasi lainnya yang bisa dinegosiasi secara resmi. Hanya saja, prosesnya memakan waktu cukup lama hingga dua-tiga bulan. Hal itu yang menjadi celah wajib pajak untuk mencari jalan instan.
”Itu yang perlu diperhatikan orang pajak, bagaimana membuat fasilitas pengurangan nilai pajak itu menjadi lebih efisien agar tidak terlalu lama. Mungkin, bisa memberikan kemudahan agar wajib pajak tidak perlu melakukan konsultasi berulang kali ke kantor pajak. Kalau fasilitas itu bisa dimanfaatkan lebih optimal, saya rasa potensi pajak yang besar bisa tergali dengan lebih baik,” terang Amidi.