Kasus korupsi terus menjadi. Anggaran untuk pembangunan pembibitan modern dikorupsi lima orang, yang sudah ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi NTT. Laporan pekerjaan fiktif.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sebanyak lima tersangka dugaan korupsi dana persemaian modern tahap dua di Labuan Bajo ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur. Kerugian negara sebesar Rp 10,595 miliar dari total nilai proyek Rp 49,62 miliar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTT AA Raka Putra Dharmana, di Kupang, Rabu (20/9/2023), menyebutkan, kelima tersangka meliputi Sunarto, Yudi Hermawan, Putu Suta Suyasa, Agus Subarnas, dan Hamdani. Terjadi persekongkolan antara tersangka Sunarto dan tersangka Yudi Hermawan, masing-masing sebagai direktur PT Mitra Eclat Gunung Arta (Mega) di Bandar Lampung.
Kedua tersangka bersama tersangka Hamdani, selaku Dirut PT Mega, menyepakati, jika tender dimenangkan oleh PT Mega, kontrak akan diagunkan ke Bank Mandiri untuk mendapatkan kredit. Pinjaman itu menjadi modal pelaksanaan pekerjaan, dengan jaminan harta milik Sunarto.
Ternyata tersangka Putu Suta Suyasa selaku konsultan pengawas tidak melaksanakan pengawasan terhadap pekerjaan pembangunan persemaian modern tahap kedua. Selain itu, tersangkat Putu Suta Suyasa juga terlibat dalam persekongkolan bersama tersangka Sunarto dan Agus Subarnas untuk membuat berita acara provisional hand overfiktif.
Perbuatan para tersangka merugikan keuangan negara sebesar Rp 10,595 miliar dari total proyek senilai Rp 49,62 miliar tahun anggaran 2021 pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Sungai Benain Noelmina.
Kasus ini diusut oleh tim penyidik pada bidang tindak pidana khusus Kejati NTT, sesuai surat perintah penyidikan Kejati NTT, tanggal 30 Maret 2023. Penyidik melakukan pemeriksaan data, dokumen, dan memeriksa 60 saksi terkait pekerjaan itu.
Pembangunan persemaian modern tersebut dianggarkan dalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) 2021 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Badan Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Benain Noelmina tahun 2021. Pada saat pelelangan proyek, panitia lelang atau kelompok kerja tidak melakukan proses evaluasi secara profesional berdasarkan ketentuan pengadaan barang dan jasa. Panitia lelang menetapkan PT Mega sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp 39,659 miliar.
Dalam proyek tersebut telah dilakukan pembayaran 100 persen kepada PT Mega. Penyidik menemukan unsur perbuatan melawan hukum, yakni ada pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi teknis atau mutu oleh PT Mega. Kerugian negara mencapai Rp 10,595 miliar, sesuai perhitungan ahli dari Politeknik Negeri Kupang.
Rincian kerugian negara tersebut, yakni kekurangan pekerjaan fisik Rp 6,834 miliar. Pekerjaan mekanikal mengalami kekurangan senilai Rp 1,018 miliar, denda keterlambatan mencapai Rp 1,907 miliar, dan pajak galian C senilai Rp 835 juta.
Kasus lain
Secara terpisah, Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara (TTU) Hendrik Tiip kepada wartawan di Kefamenanu mengatakan, penyidik kejaksaan negeri telah menetapkan dan menahan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yosefina Lake dan Bendahara BPBD Florensia Neonbeni. Keduanya diduga melakukan tindakan penyalahgunaan kewenangan sehingga merugikan negara senilai Rp 600 juta, dalam proyek penanggulangan bencana di daerah itu tahun anggaran 2021/2022.
Penetapan kedua tersangka setelah melalui serangkaian penyelidikan dan penyidikan secara mendalam selama hampir tiga bulan, hingga penetapan keduanya sebagai tersangka. Kedua tersangka ditahan kejaksaan dan dititipkan di Rumah Tahanan Kelas II Kefamenanu.
Selain itu, penyidik Kejari TTU juga menetapkan dan menahan mantan Kepala Desa Fatusene Dionisius Taus, Kepala Desa Letneo Marianus Fikun, dan Siprianus Kono selaku pelaksana pengadaan ternak sapi Desa Fatusene. Ketiganya ditetapkan tersangka dalam dugaan penyaimpangan dana desa. Semua tersangka dititipkan di Rutan Kelas II Kefamenanu.
Ketua Yayasan Lembaga Anti Kekerasan Masyarakat Sipil dan Anti Korupsi Cendana Wangi, NTT, Viktor Manbait menyatakan, kasus korupsi yang melibatkan banyak pihak di NTT saat ini adalah dana desa. Total dana desa yang digulirkan ke 3.026 desa di NTT sejak 2015-2023 sudah lebih dari Rp 20 triliun, tetapi persoalan kemiskinan tidak pernah membaik. Kemiskinan masih bertengger di nomor tiga nasional. Postur desa-desa pun sebagian besar tetap tampil miskin dan tak berdaya seperti sebelum adanya program dana desa.
”Masalahnya ada pada sumber daya aparatur desa, dan masyarakat desa. Peran Badan Permusyawaratan Desa pun tak berfungsi karena tidak paham tugas dan fungsi mereka. Kalau paham pun sangat mudah diajak berkolaborasi dengan kepala desa dan staf dalam menyalahgunakan kewenangan mereka,” kata Viktor.
Di sisi lain, menurut dia, pihak Inspektorat tingkat kabupaten yang berperan melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pembangunan, termasuk dana desa, tidak turun lapangan dengan alasan tidak ada anggaran. Dinas pemberdayaan masyarakat desa pun tidak memiliki anggaran khusus, melaksanakan pelatihan dan pengawasan terhadap alokasi dana desa itu.
Ia menilai, alokasi dana desa Rp 1,4 miliar per desa bukan angka yang kecil. Anggaran sebesar itu mestinya sudah mampu membawa warga desa keluar dari kemiskinan. Kasus gizi buruk, stunting, rawan pangan, lowongan kerja terbatas, dan perdagangan manusia ke luar negeri pun bisa ditekan.
”Perlu evaluasi menyeluruh terhadap dana desa. Apa yang salah. Itu yang perlu dibenahi secara serius,” kata Manbait.