Revisi UU IKN Diharapkan Akomodasi Kepentingan Masyarakat
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara akan direvisi. Warga berharap revisi undang-undang itu tak dilakukan tergesa-gesa sehingga dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat.
Oleh
SUCIPTO
·5 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Kendati pembangunan tahap awal Ibu Kota Nusantara atau IKN sudah berjalan, sejumlah wewenang Otorita IKN masih perlu disinkronkan. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dinilai perlu direvisi. Namun, warga berharap revisi itu tak dilakukan tergesa-gesa sehingga dapat mengakomodas kepentingan warga.
Hal itu menjadi pembahasan dalam Konsultasi Publik Rancangan Undang-Undang Perubahan atas UU No 3 Tahun 2022, Jumat (4/8/2023), di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Konsultasi publik ketiga ini diselenggarakan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Otorita IKN.
Dalam kegiatan tersebut, turut hadir perwakilan dari Kementerian PPN/Bappenas, Otorita IKN, pemerintah daerah di Kaltim, akademisi, dan tokoh masyarakat.
Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan Kementerian PPN/Bappenas Teni Widuriyanti mengatakan, konsultasi publik ini dilakukan untuk memperkuat peran Otorita IKN dalam melakukan persiapan, pembangunan, pemindahan, dan penyelenggaraan pemerintahan di IKN.
Teni memaparkan, setelah UU IKN disahkan pada Februari 2022, Otorita IKN mengalami sejumlah permasalahan yang belum terlihat sebelumnya. ”Untuk bisa menjawab tantangan baru dan mencari solusinya, masukan dari banyak pihak menjadi pemrakarsa penguatan substansi dalam UU perubahan ini,” katanya.
Menurut Teni, terdapat sembilan substansi yang perlu diperjelas sehingga UU IKN perlu direvisi. Hal itu, antara lain, terkait luas dan batas wilayah, tata ruang, pertanahan, dan pengelolaan keuangan.
Substansi lain yang diperjelas adalah terkait barang milik negara, barang milik otorita, dan pembiayaan; kewenangan khusus; pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama non-PNS di Otorita IKN; penyelenggaraan perumahan; jaminan keberlanjutan IKN; serta pemantauan dan peninjauan.
Sementara itu, Wakil Kepala Otorita IKN Donny Rahajoe mengatakan, dalam proses pembangunan awal IKN, Otorita IKN belum bisa bergerak lincah lantaran terdapat sejumlah peraturan yang berbenturan dengan peraturan lain. Bahkan, di lapangan, ia menjumpai permukiman warga yang sebagian rumahnya masuk wilayah IKN dan sebagian lain masuk wilayah Penajam Paser Utara.
Hal itu, kata Donny, berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari, misalnya terkait dengan penanggung jawab layanan dasar bagi warga dan pemungutan pajak. Dia menambahkan, dalam UU IKN saat ini, posisi Otorita IKN bukan sebagai pengelola anggaran, melainkan hanya pengguna anggaran.
Bahkan, sebagai pemerintah daerah khusus yang disebut dalam UU IKN, kepemilikan aset Otorita IKN belum diatur jelas. ”Tidak bisa kalau kewenangan ini berbenturan terus dengan undang-undang sektoral,” ujar Donny.
Terkait luas wilayah IKN, terdapat sejumlah pertimbangan sehingga luas wilayah IKN diajukan untuk direvisi. Wilayah IKN akan dipersempit dengan pertimbangan pengelolaan terpadu habitat pesut, flora, dan fauna penting di sekitar Pulau Balang di Teluk Balikpapan.
”Yang tadinya luas wilayahnya (IKN) 256.000 hektar, (diusulkan) menjadi 252.000 hektar. Jadi, ada penyempitan luas wilayah,” kata Kepala Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita IKN Ida Bagus Nyoman Wiswantanu.
Harapan warga
Sejumlah perwakilan masyarakat yang hadir dalam konsultasi publik itu berharap revisi UU IKN bisa memasukkan sejumlah pasal yang menaungi kepentingan masyarakat. Camat Samboja Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, Burhannudin, mengatakan, kendati tidak tinggal di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN, sejumlah warganya kesulitan mengurus dokumen kepemilikan tanah.
Sejumlah warga Kecamatan Samboja Barat itu sudah menguasai lahan puluhan tahun. Namun, di kemudian hari, lahan mereka ditetapkan sebagai Taman Hutan Raya Bukit Soeharto dan saat ini masuk dalam wilayah pengembangan IKN. Hal itu membuat banyak warga kesulitan mengurus surat-surat lahan yang mereka kelola.
Mengenai perubahan luas area IKN, pemerintah juga diminta menyosialisasikan hal itu dengan baik kepada warga. Sebab, setelah adanya pembangunan IKN, sejumlah warga tak bisa melakukan jual beli lahan dengan mudah dan mengurus dokumen kepemilikan lahan.
Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji berharap pemerintah bisa membebaskan kembali masyarakat dalam mengurus dokumen kepemilikan lahan. Dia juga berharap masyarakat lokal dilibatkan penuh dalam pembangunan awal IKN. ”Sebab, tenaga kerja lokal hanya sekitar 15-16 persen yang terserap di proyek pembangunan IKN,” katanya.
Sejumlah warga juga meminta pemerintah memperhatikan dengan rinci hak masyarakat yang sudah tinggal lama di sekitar IKN. Ahmad Ariadi, perwakilan Adat Besar Dayak Paser, mengatakan, sejumlah lahan warga sudah dipatok sebagai bank tanah oleh pemerintah. Namun, dia menyebut, warga tidak diberi pemahaman dan sosialisasi.
Lantaran begitu banyaknya masalah, keluhan, dan aspirasi warga, pemerintah dan DPR diminta tidak tergesa-gesa dalam membahas revisi UU IKN. Ahmad Suruji dari Kesultanan Kutai meminta seluruh hal krusial dalam konsultasi publik tersebut dicatat dan ditampung dengan baik.
”Diskusi publik ini jangan menjadi syarat administrasi saja, tetapi aspirasi masyarakat di sini ditampung menjadi masukan dan diperhatikan,” ujar Ahmad.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Keahlian DPR Inosentius Samsul mengatakan, DPR saat ini sedang menjalani masa reses. Adapun masa sidang akan efektif dimulai kembali pada 16 Agustus-3 Oktober 2023. Dia menuturkan, pembahasan revisi UU IKN akan dilakukan dalam dua tahap saat masa sidang dimulai kembali di DPR.
Inosentius meyakini, pembahasan RUU itu akan lebih efektif karena sebelumnya Komisi II DPR, pemerintah, dan sejumlah ahli telah berdiskusi dan menampung catatan-catatan kritis. ”Diharapkan awal September RUU ini sudah selesai dibahas DPR, lalu kemudian dikirim ke Presiden untuk ditetapkan menjadi UU,” katanya.
Diskusi publik ini jangan menjadi syarat administrasi saja, tetapi aspirasi masyarakat di sini ditampung menjadi masukan dan diperhatikan.
Pertanian perkotaan
Sejalan dengan proses konsultasi publik dan pembahasan revisi UU IKN, Otorita IKN juga menggelar sejumlah diskusi untuk menyiapkan ekosistem seni dan budaya serta pertanian perkotaan di IKN.
Pada Kamis (3/8/2023), misalnya, Otorita IKN mengundang sejumlah akademisi, seniman, dan budayawan dalam diskusi bertema ”Membangun Ekosistem Seni dan Budaya di IKN” di Gedung Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Otorita IKN juga mengajak kelompok tani lokal menjadi pionir pertanian perkotaan di IKN. Warga diajak mulai memanfaatkan ruang yang ada untuk ditanami sayur dan buah-buahan. Warga difasilitasi melalui pelatihan dan pengembangan pertanian perkotaan yang berkelanjutan.
Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN Myrna A Safitri mengatakan, terdapat enam prinsip pertanian perkotaan di IKN, yakni tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan; penerapan teknologi yang tepat guna dan ramah lingkungan; integrasi pemanfaatan sumber pangan lokal; menghasilkan pangan sehat dan berkualitas; menumbuhkan modal sosial; serta mendukung terwujudnya ekonomi sirkular.