Oknum Aparat Disinyalir Jadi Beking, Aktivitas Tambang Minyak Ilegal Kian Marak
Masih adanya oknum aparat yang disinyalir membekingi aktivitas tambang minyak ilegal menjadi salah satu pemicu masih maraknya aktivitas itu. Kondisi ini diperparah dengan terbukanya peluang pasar.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Area tambang minyak ilegal di Kelurahan Keluang, Kecamatan Keluang, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, Jumat (16/9/2022).
PALEMBANG, KOMPAS — Masih adanya oknum aparat yang disinyalir membekingi aktivitas tambang minyak ilegal menjadi salah satu pemicu masih maraknya aktivitas itu. Kondisi ini diperparah dengan terbukanya peluang pasar. Pembenahan secara komprehensif sangat diperlukan untuk menghentikan aktivitas yang terbukti telah merugikan negara dan masyarakat itu.
Wakil Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi Polri Novel Baswedan mengaku masih mendengar adanya oknum aparat yang membekingi aktivitas tambang minyak ilegal (illegal drilling), walau dalam lingkup yang kecil. Kondisi ini yang menjadi salah satu pemicu masih adanya aktivitas tambang ilegal di sejumlah daerah. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak untuk menutup celah oknum aparat atau pihak lain yang ingin mengambil keuntungan dari aktivitas ilegal tersebut.
”Jangan sampai ada grey area (area abu-abu) yang menjadi ruang bagi oknum aparat atau pihak tertentu untuk mengambil keuntungan dari aktivitas yang merugikan masyarakat dan negara,” ujar Novel seusai menghadiri Fokus Grup Diskusi tentang Perumusan Kebijakan Penanganan Illegal Drilling di Palembang, Selasa (11/7/2023).
Pembenahan yang dimaksud tidak hanya dilakukan dalam konteks penegakan hukum semata, tetapi perlu dijalankan melalui pendekatan yang lain. Misalnya, membuat regulasi/kebijakan yang tepat. Hal ini karena aktivitas tambang minyak ilegal ini juga memunculkan dampak sosial, kemanusiaan, dan lingkungan.
Menurut Novel, Satgassus Pencegahan Korupsi Polri tengah menyerap masukan dari sejumlah pemangku kepentingan terkait. Masukan ini akan dibawa ke jajaran pemerintahan pusat untuk dipertimbangkan untuk membuat kebijakan yang tepat.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Minyak mentah yang ditampung di area tambang minyak ilegal di Kelurahan Keluang, Kecamatan Keluang, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, Jumat (16/9/2022).
Dalam diskusi terungkap ada beberapa daerah yang berhasil menjalankan aktivitas tambang minyak pada sumur tua secara legal, misalnya di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, dan Blora, Jawa Tengah. Contoh baik ini diharapkan dapat diterapkan di daerah lain yang masih didera masalah serupa.
Contoh lain, warga di Desa Bangoan, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, melakukan kerja sama dengan Pertamina untuk pengelolaan sumur tua dengan membentuk Koperasi Unit Desa (KUD) Wargo Tani Makmur. ”Karena sudah terorganisasi dan diawasi secara ketat, kecelakaan kerja saat mengelola sumur tua terbilang sangat minim,” ujar Yusuf, Ketua KUD Wargo Tani Makmur.
Usaha yang sudah berlangsung sejak 2009 ini berdiri atas dasar Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua. Dari 24 sumur tua, dibuat sebelum tahun 1970, setidaknya ada tiga sumur yang berproduksi dengan menghasilkan minyak bumi sekitar 12-15 barel per hari.
Dari penambangan itu, hasil yang diperoleh sekitar Rp 300 juta per bulan. Keterlibatan masyarakat pun menjadi prioritas. Ada 22 warga lokal yang bekerja sebagai petambang dengan penghasilan sekitar Rp 2,6 juta per bulan. ”Setidaknya KUD ini bisa membuka lapangan pekerjaan,” ungkapnya.
Agar tidak terjadi konflik, pihaknya melibatkan tokoh masyarakat dan juga memberikan bantuan kepada masyarakat sekitar yang membutuhkan, yakni 2,5 persen dari omzet. ”Hasilnya, usaha ini cukup didukung oleh masyarakat,” ucap Yusuf.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Kondisi tanah yang tercemar minyak hasil tambang ilegal di Kelurahan Keluang, Kecamatan Keluang, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan, Jumat (16/9/2022).
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru berpendapat, perlu ada regulasi yang mengatur sumur yang dibuat oleh warga, tidak sebatas pada sumur tua. Dengan begitu, aktivitas ini bisa diawasi dan dapat memberikan manfaat ekonomi ekonomi bagi warga sekitar ataupun pemerintah daerah.
”Minimal aturan itu dapat mencegah aktivitas tambang minyak ilegal tidak lagi bertambah,” ungkapnya.
Di Sumsel, ada sekitar 8.000 sumur minyak ilegal yang tersebar di empat daerah, yakni Kabupaten Musi Banyuasin, Muara Enim, Musi Rawas Utara, dan Penukal Abab Lematan Ilir. Aktivitas ini sulit diberantas karena berkaitan dengan penghidupan masyarakat.
”Kalaupun ada penindakan, semua pemangku kepentingan masih bekerja secara sporadis. Inilah yang perlu dibenahi. Semua pihak harus bekerja bersama dalam satu frekuensi,” tegas Herman.
Di sisi lain, lanjut Herman, masih adanya pasar yang menampung hasil penambangan juga memicu aktivitas ini masih menjamur. Ia mendengar, hasil tambang minyak ilegal dari Sumsel bisa sampai ke Padang, Sumatera Barat, bahkan ke Cilegon, Banten. ”Bagaimana mungkin penyaluran (minyak ilegal itu) itu bisa tidak terdeteksi,” ujar Heman.
Herman berharap aturan yang ada di daerah Banjarnegara atau Blora, Jawa Tengah, dapat diterapkan di Sumsel sehingga risiko kerugian, baik materil maupun jatuhnya korban jiwa, bisa diminimalkan. ”Penyelesaian masalah ini sangat erat kaitannya dengan kemanusiaan,” ujar Herman.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Aceh Timur Darmawan M Ali berpendapat, cukup sulit mengubah kebiasaan masyarakat lepas dari tambang minyak ilegal secara instan. Alasannya, aktivitas itu sudah berlangsung lama.
Untuk di Aceh Timur, aktivitas tambang minyak ilegal berlangsung selama empat generasi. Dari hasil pemeriksaan, ada sekitar 121 sumur minyak ilegal yang ditambang oleh sekitar 600 petambang. ”Satu sumur dikerjakan 3-5 orang,” ujarnya.
Untuk membuat satu sumur, dibutuhkan dana awal sekitar Rp 100 juta. Jika beruntung, satu sumur bisa menghasilkan sekitar 200 liter minyak mentah per hari dengan omzet mencapai Rp 7 juta per hari.
Hasil dari penambangan ini, lanjut Darmawan, kemudian akan dikirim ke Sumatera Utara untuk kemudian disuling. ”Karena di Aceh timur memang tidak ada sarana penyulingan,” ujarnya.
IRMA TAMBUNAN
Aktivitas tambang minyak ilegal kian masif merambah Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifudin atau Tahura Senami di Kabupaten Batanghari, Jambi.
Kebanyakan dari warga tidak memedulikan bahaya dari aktivitas ilegal ini. Kejadian paling naas terjadi pada 2018, di mana 21 petambang meregang nyawa akibat ledakan di tambang minyak ilegal tersebut.
Segala aktivitas yang bersifat ilegal tentu memiliki peluang besar terjadinya penyimpangan termasuk korupsi. Oleh karena itu, kolaborasi antarpemangku kepentingan sangat dibutuhkan.(Darmawan M Ali)
Penyebab lain mengapa aktivitas ini masih berlangsung, itu karena banyak investor yang berdatangan dari luar Aceh Timur yang menanamkan modal berharap meraup keuntungan. ”Celah korupsi pun terbuka lebar karena memang aktivitas ini belum memiliki aturan hukum yang jelas,” kata Darmawan.
Beragam upaya terus dilakukan, termasuk menertibkan petambang dan mengusulkan regulasi berupa peraturan daerah yang bertujuan untuk meminimalisasi kecelakaan juga dapat memberikan pendapatan bagi daerah. ”Draf dari regulasi ini sudah dikirimkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada November 2022. Kami masih menunggu fasilitasi dari Kemendagri, ” ucap Darmawan.
Salah satunya poin dari aturan ini terkait sertifikasi penambangan. Tujuannya agar tidak terjadi kecelakaan kerja yang berdampak pada jatuhnya korban. Upaya lain adalah mengalihkan warga untuk bekerja di sektor yang legal, seperti pertanian, perkebunan, tambak, dan peternakan.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Suasana di area tambang minyak ilegal di Kelurahan Keluang, Kecamatan Keluang, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Jumat (16/9/2022).
Menurut Darmawan, segala aktivitas yang bersifat ilegal tentu memiliki peluang besar terjadinya penyimpangan, termasuk korupsi. Oleh karena itu, kolaborasi antarpemangku kepentingan sangat dibutuhkan.