Menikmati Aliran Musi di Pasar 16 Ilir Palembang
Hampir semua kalangan menyukai sensasi ”ngopi” di pasar dengan pemandangan Sungai Musi dan Jembatan Ampera.
”Budak mudo” di Kota Palembang meramu tempat yang usang menjadi tempat nongkrong mengasyikkan, termasuk di dalam pasar tradisional. Ide kreatif bermunculan menghidupkan wisata pinggir Sungai Musi.
Sedikit demi sedikit, Atta (28), warga Lemabang, Kota Palembang, menyeruput kopi susu robusta asal Semendo, Muara Enim, sembari mengobrol bersama dua temannya di lantai tiga Pasar 16 Ilir, Palembang, Rabu (14/5/2023). Manis-pahit kopi ia kecap sambil menyaksikan lalu-lalang ketek dan jukung di Sungai Musi. Ikon Kota Palembang, Jembatan Ampera, menjadi latar belakang pemandangan yang kian menyejukkan mata.
Atta bersama dua temannya itu baru pertama kali ngopi di Pasar 16 Ilir, Palembang. Di lokasi itu, tepatnya sekitar sembilan bulan yang lalu, telah dibangun tiga kedai, dua di antaranya adalah kedai kopi dan satu lainnya merupakan kedai makanan khas India.
Mencicipi kopi Sumsel sembari melihat keindahan Kota Palembang, kata Atta, membawa sensasi tersendiri yang sulit ditemui di kedai lain. Ia bahkan memprediksi, konsep ngopi di pasar dengan pemandangan ikon kota itu akan banyak digemari anak muda.
Tri Apri (22), barista di Kedai Kopi Agam Pisan, satu dari tiga kedai baru di Pasar 16 Ilir itu, juga tengah sibuk meracik kopi V60, teknik menyeduh kopi menggunakan penyangga saringan kertas, yang dipesan pelanggannya siang itu. Beragam alat kopi digunakan untuk menciptakan cita rasa kopi yang diinginkan.
Keahliannya meracik kopi itu menjadi tontonan mengasyikkan bagi para penikmat kopi. Sesekali ia berbincang dengan pelanggan, saling berbagi informasi tentang kopi yang sedang dibuatnya.
Baca Juga: Kopi Semendo ala ”Budak Mudo”
Tri yang baru satu tahun berada di Palembang itu menuturkan, hampir semua kalangan menyukai sensasi ”ngopi di pasar” dengan pemandangan Sungai Musi dan Jembatan Ampera.
”Kalau di pagi hari, kebanyakan pelanggan yang datang adalah mereka yang ingin beristirahat setelah berolahraga, sedangkan pada siang sampai sore hari biasanya para kaum muda atau para pekerja,” ujarnya. Maklum kedai buka sejak pukul 06.00 hingga 18.00, menyesuaikan dengan aktivitas di Pasar 16 Ilir.
Tempat itu memang tidak dilengkapi pendingin ruangan, tetapi semilir angin sepoi-sepoi ditambah nilai sejarah dengan latar belakang Jembatan Ampera dan Sungai Musi, membuat ngopi di Pasar 16 Ilir menawarkan kesan yang berbeda.
Untuk lebih memberi kesan beda, pihaknya terkadang juga membuka kesempatan pelanggannya ngopi di atas Sungai Musi dengan naik ketek. Program itu digelar berkolaborasi dengan komunitas sejarah dan pemandu wisata Palembang. Sembari ngopi, para pelanggan akan mendengarkan cerita mengenai sejumlah tempat bersejarah yang ada di sepanjang Sungai Musi, seperti Pulau Kemaro dan Kampung Arab Al Munawar.
Adapun Obay pemilik Kedai Teh Aba, penyedia menu khas India, bercerita, ia tertarik membuka kedai di Pasar 16 Ilir karena, selain pemandangan dan keunikannya, kesempatan ini juga menjadi ajang nostalgia. Sebab, sang kakek pernah berjualan di pasar tersebut. ”Saya menjual resep makanan dan minuman dari kakek dan sekarang saya jualan di tempat yang sama dengan kakek,” ujar Obay.
Baca Juga: Pasar Tradisional Pembentuk Kota Palembang
Kakeknya merupakan pendatang dari India yang mengadu nasib ke Palembang jauh sebelum masa kemerdekaan. ”Kakek datang dari India masuk ke Indonesia melalui Medan dan berjualan makanan khas India di Kawasan Plaju, Palembang,” ujarnya.
Kisah hidup kakeknya itu membuktikan bahwa Palembang sudah menjadi kota dagang yang sejak dulu juga diincar oleh pedagang dari berbagai belahan dunia. ”Dan, Pasar 16 Ilir ini menjadi tempat yang cocok bagi pedagang untuk menjajakan produknya,” kata Obay.
Dari satu tempat saja, yakni Pasar 16 Ilir, kita bisa menikmati keindahan Kota Palembang.
Hal itu dibuktikan oleh Nino (32), warga Menggala, Kabupaten, Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Bersama lima temannya, Nino datang ke belakang Pasar 16 Ilir untuk berfoto di Taman Plaza 16 Ilir siang itu. Suasana taman yang baru diresmikan pada awal tahun 2023 itu kian cindo (cantik) dengan latar belakang aktivitas kapal yang berlalu-lalang di Sungai Musi.
”Taman ini menjadi ikon baru Kota Palembang karena berdampingan dengan Jembatan Ampera dan Pasar 16 Ilir. Keduanya sama-sama bersejarah,” ucapnya. Menurut dia, keberadaan taman ini menambah kaya sejumlah obyek wisata di pinggiran Sungai Musi yang sudah ada sebelumnya, seperti Benteng Kuto Besak, Kampung Kapitan, dan Kampung Arab Al-Munawar.
Baca Juga: Nikmatnya Pindang di Warung Apung Sungai Musi Palembang
Keunikan Kota Palembang kian lengkap dengan beragam kuliner khas yang disediakan Pasar 16 Ilir. Tidak hanya pempek yang sudah dikenal, beberapa makanan lain, seperti pindang patin, martabak, mi celor, model, dan aneka jajan pasar bisa dicicipi di sekitar area Pasar 16 Ilir. ”Dari satu tempat saja, yakni Pasar 16 Ilir, kita bisa menikmati keindahan Kota Palembang,” ujar Nino yang dalam setahun bisa ke Palembang hingga empat kali.
Pusat ekonomi kota
Tokoh masyarakat di Pasar 16 Ilir, Palembang, Ida (83), berujar, perkembangan Pasar 16 Ilir sangat dinamis. Dibangun sebagai tonggak awal pembangunan Kota Palembang tahun 1906, pasar ini terus berkembang dan bahkan menjadi salah satu pusat perekonomian Kota Palembang dan sekitarnya.
”Pasar ini menjadi satu-satunya tempat pemasok sembako bagi warga yang tinggal di daerah perairan, terutama di Kabupaten Banyuasin, Ogan Komering Ilir, sampai Musi Banyuasin,” ungkapnya.
Dikutip dari buku Oedjan Mas di Bumi Sriwijaya, Bank Indonesia, dan Heritage di Sumatera Selatan, Pasar 16 Ilir Palembang telah menjadi pusat perekonomian sejak masa kolonial Belanda, tepatnya awal abad ke-20 Masehi. Kawasan ini menjadi titik temu antara pengusaha dan petani dari uluan (kawasan hulu) dengan para pembelinya.
Di pasar itu, beragam komoditas, seperti beras, karet, kapas, batubara, minyak bumi, dan hasil hutan, diperdagangkan. Produknya bahkan kerap dikirim ke Batavia dan Singapura. Jalur transportasinya pun melalui jalur sungai.
Karena begitu pentingnya pasar ini, ujar Ida, sejumlah perombakan terus dilakukan. Perombakan besar terjadi pada 1996 ketika Pasar 16 Ilir Palembang terbakar. Dari yang semula pasar hanya memiliki dua lantai, setelah dirombak menjadi empat lantai.
Beragam komoditas dijual, seperti sembako, tekstil, dan makanan. Pembangunan kian masif pada 2000 sampai 2018 jelang Asian Games. Pada masa itu, perombakan dan renovasi terus dilakukan untuk memudahkan transaksi jual beli di sana. ”Tujuan utamanya agar aktivitas di pasar tetap berjalan dan pasar tidak menjadi sepi,” kata Ida.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Palembang Sulaiman Amin mengutarakan, bekerja sama dengan berbagai pihak, revitalisasi kawasan 16 Ilir terus dilakukan untuk menjadikan kawasan itu sebagai tempat yang potensial, terutama untuk beragam kegiatan pariwisata. Apalagi, saat ini Pemkot Palembang sedang berupaya meningkatkan jumlah wisatawan dari yang semula 1,5 juta pada 2022 menjadi 2,5 juta pada 2023.
Ada 107 obyek pariwisata yang akan menjadi andalan, terutama wisata kuliner, wisata air, dan wisata sejarah. Sejumlah langkah revitalisasi dilakukan. Selain membenahi halaman belakang Pasar 16 Ilir, pihaknya juga akan menganggarkan dana sebesar Rp 3 miliar untuk menata kawasan Benteng Kuto Besak (BKB).
Menurut dia, dengan membenahi obyek wisata akan menarik minat wisatawan untuk terus berkunjung ke suatu tempat. ”Dan, wisata di pelataran Sungai Musi menjadi keunggulan wisata Palembang yang harus dikedepankan,” ucap Sulaiman.
Baca Jjuga: Langkah Awal Mengembalikan Julukan ”Venesia dari Timur”
Kawasan BKB juga menjadi salah satu ikon wisata Kota Palembang. Selain menikmati beragam produk khas UMKM, di sana warga juga bisa menyaksikan cantiknya cahaya lampu di Jembatan Ampera, Palembang. Tak heran, pada malam hari, banyak warga dan wisatawan yang berfoto dengan latar belakang Sungai Musi dan cahaya gemerlap Jembatan Ampera.
Wakil Rektor Universitas Sumatera Selatan Rabin Ibnu Zainal berpendapat, upaya pemerintah untuk mengembalikan marwah Sungai Musi dengan meningkatkan geliat pariwisata mulai dari pinggiran sungai patut diapreasiasi. Hanya saja upaya itu harus dibarengi dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menghargai sungai.
”Jika sarana dan prasarana sudah diperkuat, tetapi kesadaran masyarakat untuk tidak mengotori sungai masih rendah tentu akan mengganggu keindahan sungai,” ujarnya.
Selain itu, perlu ada aktivitas yang berkelanjutan dan menarik agar pariwisata tidak terbatas pada perbaikan tempat, tetapi ada kegiatan yang menarik minat wisatawan. Misalnya dengan menghidupkan kembali wisata transportasi sungai seperti Palembang di masa lampau.
”Dulu, Palembang dikenal dengan julukan Venesia dari Timur karena banyak aktivitas yang dilakukan di atas sungai. Sekarang waktunya untuk mengembalikan marwah itu,” ucap Rabin.
Ketua DPRD Kota Palembang Zainal Abidin menyambut baik upaya pemerintah untuk merevitalisasi kawasan pinggiran Sungai Musi. Program ini tentu bisa mengembalikan marwah Sungai Musi sebagai halaman depan Kota Palembang. ”Selain dikenal dengan pempeknya, Palembang juga dikenal dengan Sungai Musinya,” ungkapnya.
Hanya saja, ia berharap, dalam upaya revitalisasi tidak menghilangkan hak dari orang yang menggantungkan hidup di sana. ”Keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan untuk membangkitkan pariwisata kota,” ujarnya.
Baca Juga: Berjibaku Merawat Anak-anak Sungai Musi di Palembang