Pasar Tradisional Pembentuk Kota Palembang
Bagi Palembang, pasar bukan sekadar tempat bertemunya pedagang dan pembeli. Pasar adalah penanda kota. Dari pasarlah Palembang menjelma menjadi sebuah kota dagang.
Bagi warga Palembang, Sumatera Selatan, pasar bukan sekadar tempat bertemunya pedagang dan pembeli. Pasar adalah penanda zaman karena bermula dari pasar-lah Palembang menjelma menjadi kota dagang.
Menggunakan pengeras suara, Muhammad Ikhsan (53) atau yang akrab disapa Mang Ican menelusuri kawasan Pasar 16 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (6/11/2021). Langkah kakinya diikuti 26 pegiat sejarah dari berbagai komunitas. Mereka menjajaki setiap sudut kawasan pasar yang telah menjadi jantung Kota Palembang sejak zaman Kesultanan Palembang Darussalam hingga kini.
Dengan fasih Mang Ican menjelaskan asal-usul kawasan Pasar 16 Ilir. Ia begitu paham seluk-beluk pasar karena masa kecilnya dihabiskan di situ.
Sebelum menjadi pasar, kata Mang Ichan, kawasan 16 Ilir merupakan Keraton Beringin Janggut. Keraton ini didirikan setelah keraton pertama Kesultanan Palembang Darussalam, yakni Keraton Kuto Gawang dibakar oleh kongsi dagang Belanda (VOC) pada 1659.
Keraton yang dibangun pada akhir abad ke-17 Masehi itu menjadi tempat tinggal tiga sultan yakni Sultan Abdurrahman, Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago, dan Sultan Luhur Komaruddin berikut para pangerannya. Keraton tersebut diapit oleh tiga anak Sungai Musi yakni Sungai Ketandean, Sungai Tengkuruk, dan Sungai Rendang.
Selain menjadi tempat tinggal kaum bangsawan, di masa silam, kawasan ini juga menjadi lokasi berkaryanya para perajin besi, kuningan, tembaga, serta perak. Tak ayal beberapa jalan di kawasan itu diberi nama sesuai dengan asal-usulnya, yakni Jalan Kepandean, Jalan Kuningan, dan Jalan Sayangan. Namun, sisa keraton dan permukiman para perajin itu kini tidak lagi terlihat.
Baca juga : Jangan Biarkan Ruang Hijau di Palembang Tinggal Kenangan
Peneliti dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Retno Purwanti, menduga, tidak adanya jejak keraton tersebut disebabkan elemen keraton terbuat dari kayu, sehingga tak tampak lagi sisanya. Apalagi, keraton untuk keluarga Kesultanan sudah dipindahkan ke Keraton Kuto Lamo yang didirikan pada akhir abad ke-18.
Adapun permukiman bangsawan dan perajin belum diketahui ke mana. Ada kemungkinan digusur atau dialihkan ke tempat lain oleh Pemerintahan Hindia Belanda karena kawasan tersebut dijadikan pusat perekonomian. Apalagi, kawasan itu sudah ramai oleh pedagang yang sudah bertemu dengan memanfaatkan alur tiga anak Sungai Musi.
Dikutip dari Buku berjudul, Oedjan Mas di Bumi Sriwijaya, Bank Indonesia, dan Heritage di Sumatera Selatan, Pasar 16 Ilir Palembang telah menjadi pusat perekonomian sejak masa kolonial Belanda tepatnya awal abad ke-20 Masehi. Kawasan ini menjadi titik temu antara pengusaha dan petani dari uluan (kawasan hulu) dengan para pembelinya.
Di Pasar itu, beragam komoditas seperti beras, karet, kapas, batubara, minyak bumi, dan hasil hutan diperdagangkan. Produk bahkan kerap kali dikirim ke Batavia dan Singapura. Jalur transportasinya pun melalui jalur sungai.
Masifnya pergerakan ekonomi di sana memancing perbankan yang tenar di akhir abad ke-19, membuka cabang di Palembang, di antaranya Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM), Nederlandsch- Indische Handelsbank (NIHB), dan De Javasche Bank Agentschap. Selain perbankan, dibangun juga kantor niaga dan juga institusi pemerintahan.
Pembangunan berbiaya besar itu diperoleh dari tarikan pajak warga utamanya para pedagang yang ada di Pasar 16 Ilir.
Sejarawan dari Universitas Sriwijaya, Dedi Irwanto Muhammad Santun, berujar, kian menggeliat ekonomi di kawasan Pasar 16 Ilir, berdampak pada gencarnya pembangunan Kota Palembang yang saat itu bergelar kota otonom dengan status gemeente.
Sejak 1906, pemerintah giat melaksanakan pembangunan. Sungai-sungai ditimbun menjadi jalan, gedung-gedung baru didirikan, sebut saja waterleiding (menara air) kantor wali kota, perumahan elite Talang Semut, dan bangunan strategis lain. Kota Palembang pun berubah wajah.
Baca juga : Menjaga Anak Muda Palembang dari Amnesia Sejarah
Pembangunan berbiaya besar itu diperoleh dari tarikan pajak warga utamanya para pedagang yang ada di Pasar 16 Ilir. Peningkatan pendapatan dari pajak itu sejalan dengan penerapan otonomi pemerintahan dalam bidang keuangan.
Melihat tingginya pendapatan dari geliat ekonomi di Pasar 16 Ilir, satu per satu pasar lain pun dibangun oleh Gemeente Palembang. Hingga tahun 1932, setidaknya ada beberapa pasar yang telah berdiri yang dikelompokan dalam dua ketegori yakni pasar besar dan pasar kecil.
Pasar besar adalah Pasar 16 Ilir dan Pasar Sekanak di 28 Ilir. Adapun pasar kecil adalah Pasar Kuto daerah 10 Ilir, Pasar 10 Ulu, Pasar Kertapati, dan Pasar Lemabang di kawasan 2 Ilir Palembang. Semua pasar itu hingga kini masih eksis.
Pasar modern
Perkembangan pasar di Palembang terus berlangsung, hingga pada 1958 dibangun sebuah pasar modern yang dinamakan Pasar Cinde.
Retno menjelaskan pasar ini memiliki nilai penting dari sejumlah aspek. Dari aspek sejarah, pasar ini dibangun sebagai penanda kota yakni pasar modern pertama di Palembang. Hal itu ditandai dengan arsitektur unik berkonstruksi cendawan (paddestoel).
Sang arsitek Abikoesno Tjokro Sujoso terinspirasi dari bangunan Pasar Johar di Kota Semarang, Jawa Tengah, karya arsitek Herman Karsten dengan ciri khas tiang cendawan. Tiang itu menggambarkan pohon yang menaungi pedagang dan pembeli saat bertransaksi.
Ada sekitar 140 buah tiang cendawan yang menopang pasar ini. Namun kemegahan itu hilang setelah pasar ini dibongkar untuk disulap menjadi pasar lebih modern lagi sesuai zamannya, guna menyambut Asian Games pada 2018 lalu. Namun hingga kini, pembangunan pasar yang sudah berstatus cagar budaya itu terhenti. Bangunan hanya menyisakan puing tanpa bentuk.
Sebelum menjadi pasar, Cinde merupakan sebuah keraton yang bernama Kuto Cerucuk. Dinamakan cerucuk karena terbuat dari batang pinang dan besi yang ditancapkan di sekeliling keraton.
Di sana, sultan pertama Kesultanan Palembang Darussalam bergelar Abdurrahman Kholifatul Mukminin Sayyidul Imam yang berkuasa pada 1662-1702, menata kembali pemerintahan yang hancur setelah Keraton Kuto Gawang dibakar oleh VOC.
Di Keraton Kuto Cerucuk itulah, Sultan memutuskan penataan ekonomi melalui swastanisasi perdagangan dengan melibatkan 24 pedagang dari Cina. Mereka disebar di kawasan uluan (Sumatera) Batavia, dan Singapura. Skema dagang itulah yang mengembalikan kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam yang pada akhirnya dapat membangun Keraton Beringin Janggut di kawasan 16 Ilir.
Menurut Direktur Operasional Perum Daerah Pasar Jaya Palembang Saiful saat ini terdapat 25 pasar swasta dan 19 pasar tradisional di Palembang. Pasar ini menampung sekitar 21.000 pedagang.
Pasar tidak tiba-tiba langsung jadi, namun muncul di sebuah daerah yang mulai dipadati penduduk. Sebelum menjadi pasar (permanen), biasanya muncul pasar kalangan, atau pertemuan penjual-pembeli yang dibuka di hari-hari tertentu.
Tidak hanya sebagai tempat jual beli barang, pasar juga merupakan penanda kota. Sekitar tahun 1960-an misalnya, Pasar Kilometer 5 menjadi penanda batas Kota Palembang. Jika kita melewati pasar itu, berarti sudah berada di Kabupaten Musi Banyuasin. Di pasar tersebut juga menjadi warga untuk mencari angkutan umum yang mengantarkan mereka ke luar kota.
Namun kini, karena perluasan kota, batas Kota Palembang berjarak sekitar tujuh kilometer lagi dari Pasar Kilometer 5. Palembang tidak lagi berbatasan dengan Kabupaten Musi Banyuasin, namun Kabupaten Banyuasin. Kabupaten Musi Banyuasin telah mekar menjadi dua kabupaten, yakni Musi Banyuasin sendiri dan Banyuasin.
Saat zaman serba digital, pasar di Palembang pun beradaptasi dengan dunia digital. Meskipun dunia serba digital, Pengamat Kota dari Universitas Indo Global Mandiri, Bambang Wicaksono berpendapat, keberadaan pasar tradisional tidak akan hilang. Karena di tempat itu ada mekanisme tawar-menawar yang tidak ditemui di pasar daring.
Teknologi daring juga bukan musuh yang harus dihindari. Teknologi menjadi pelengkap untuk menjangkau konsumen yang lebih luas dengan muara yang sama yakni kesejahteraan.