Lokasi kemunculan api berada di area penggunaan lain (APL), tetapi api merambat dengan cepat hingga menjangkau ke hutan lindung. Lokasi hutan yang terbakar berada di sisi kanan Danau Laut Tawar.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
TAKENGON, KOMPAS — Sedikitnya 20 hektar sebagian berada di dalam hutan lindung di Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh, terbakar sejak Senin (12/6/2023) hingga Rabu (14/6/2023). Meski api sudah padam, petugas masih berjaga di lokasi untuk antisipasi api susulan.
Kepala Seksi Pembinaan Teknis dan Perlindungan Hutan, Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah II Aceh, Yusrizal Agustian dihubungi dari Banda Aceh mengatakan, pada Rabu pagi api sudah berhasil dipadamkan. ”Dari pukul 15.00 baru padam pukul 03.00 dini hari. Tadi pagi pagi sempat muncul lagi titik api, tetapi sekarang sudah benar-benar padam,” kata Yusrizal.
Yusrizal mengatakan, api muncul pertama kali pada Senin malam. Lokasi kemunculan api berada di area penggunaan lain (APL), tetapi api merambat dengan cepat hingga menjangkau ke hutan lindung. Lokasi hutan yang terbakar berada di sisi kanan Danau Laut Tawar.
”Luas lahan yang terbakar kira-kira 20 hektar, tetapi data konkret sedang kami hitung,” kata Yusrizal.
Disebutkan, tim gabungan terdiri dari TNI, Polri, KPH, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan warga berjibaku memadamkan api. Namun, karena topografi yang terjal, titik api tidak mudah dijangkau. Butuh waktu 12 jam api baru padam.
Luas lahan yang terbakar kira-kira 20 hektar, tetapi data konkret sedang kami hitung.
Dalam sepekan terakhir cuaca di Aceh Tengah cukup panas. Pada Selasa sore api kembali muncul jauh lebih besar dari sebelumnya. Petugas gabungan kembali harus berjibaku untuk memadamkan api. Selain menyemprot dengan mobil pemadam, api juga dipukul menggunakan ranting.
Titik api baru
Yusrizal mengatakan, timnya masih berada di lokasi untuk mengantisipasi agar tidak muncul titik api baru. ”Cuaca panas dan angin kencang sedikit saja muncul titik api bisa merambat lagi ke mana-mana,” katanya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Ilyas mengatakan, kebakaran lahan juga terjadi di Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah. Luas lahan yang terbakar sekitar 4 hektar, tetapi sudah dapat dipadamkan.
”Mengubah pola pikir masyarakat untuk menanam tanaman pangan di pekarangan rumah juga bisa menekan risiko stunting,” ungkapnya
”Penyebab kebakaran masih dalam tahap penyelidikan,” kata Ilyas.
Ilyas mengatakan, pelaku pembakaran lahan dapat disanksi dengan UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU No 39/2014 tentang Perkebunan.
Sebelumnya, prakirawan Stasiun Meteorologi Kelas 1 Blang Bintang, Feqri, mengatakan, puncak suhu panas di Aceh berlangsung lebih panjang dari Mei hingga Agustus.
Dampak paling besar dari kenaikan suhu adalah memicu kebakaran lahan dan hutan serta kekeringan di permukiman. Pada Mei 2023, beberapa kali terjadi kebakaran lahan gambut di wilayah barat Aceh. Sementara kekeringan terjadi di kawasan sumber mata air di Mata Ie, Aceh Besar.
”Suhu panas terjadi lebih cepat, di luar prediksi ini merupakan bentuk perubahan iklim,” kata Feqri.
Kebakaran lahan dan hutan di Aceh terus berulang. Pada 2018, ada 33 kali kebakaran lahan dengan kerugian mencapai Rp 51 miliar. Setahun kemudian terjadi 220 kebakaran yang memakan kerugian hingga Rp 2,7 miliar. Dampaknya belum termasuk terganggunya kesehatan warga dan aktivitas perekonomian warga.
Beberapa daerah yang rawan kebakaran di Aceh adalah Kabupaten Aceh Jaya, Nagan Raya, Aceh Barat, dan Aceh Barat Daya. Kawasan itu didominasi rawa gambut yang sebagian besar telah dijadikan kebun sawit warga dan perusahaan.