Penyalahgunaan Tanah Kas Desa di Sleman, Pelaku Meraup Pemasukan Rp 29 Miliar
Kasus korupsi terkait penyalahgunaan tanah kas desa di Sleman mulai disidangkan. Terdakwa kasus itu diduga memperoleh pemasukan Rp 29 miliar dari pembayaran sewa atau investasi properti di atas tanah kas desa.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kasus korupsi terkait penyalahgunaan tanah kas desa di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mulai disidangkan. Dalam sidang perdana itu terungkap terdakwa kasus tersebut diduga memperoleh pemasukan sebesar Rp 29 miliar dari pembayaran sewa atau investasi properti di atas tanah kas desa. Padahal, properti yang ditawarkannya itu dibangun tanpa izin.
Sidang perdana kasus itu digelar di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Senin (12/6/2023). Majelis hakim perkara itu diketuai M Djauhar Setyadi dengan anggota Tri Asnuri Herkutanto dan Binsar Pantas. Adapun terdakwa dalam kasus tersebut adalah Robinson Saalino yang merupakan Direktur PT Deztama Putri Sentosa.
Sidang itu digelar secara hibrida. Majelis hakim, jaksa penuntut umum, dan tim penasihat hukum terdakwa hadir secara langsung di ruang sidang. Sementara Robinson mengikuti sidang secara daring dari tempatnya ditahan.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum Ali Munip menyatakan, kasus itu bermula dari permohonan PT Deztama Putri Sentosa untuk menyewa tanah kas desa di Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Sleman, pada tahun 2015. Permohonan tersebut diajukan Direktur PT Deztama Putri Sentosa saat itu, Denizar Rahman Pratama.
Menurut rencana, tanah seluas 5.000 meter persegi itu akan digunakan untuk membangun area singgah hijau. Di area tersebut akan dibangun tempat singgah bagi pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat yang membutuhkan tempat singgah sementara di Yogyakarta. Permohonan itu kemudian disetujui oleh sejumlah pihak hingga akhirnya terbit izin dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 2016.
Namun, pada akhir tahun 2017, PT Deztama Putri Sentosa mengalami kesulitan finansial untuk melanjutkan proyek tersebut. Oleh karena itu, Denizar Rahman Pratama lalu mengalihkan kepemilikan perusahaan tersebut kepada Robinson Saalino. Setelah peralihan itu, Robinson menjadi Direktur PT Deztama Putri Sentosa.
Sesudah itu, menurut jaksa, Robinson berupaya menguasai tanah kas desa di Desa Caturtunggal seluas 16.215 meter persegi. Pada 2018, Robinson memerintahkan pemasangan pagar seng keliling di lahan dengan luasan tersebut.
Padahal, PT Deztama Putri Sentosa hanya mengantongi izin sewa tanah kas desa seluas 5.000 meter persegi. Artinya, ada tanah kas desa seluas 11.215 meter persegi yang ikut dipagari meskipun belum ada izin sewanya.
Kemudian, pada Juli 2020, Robinson memerintahkan pembersihan di tanah kas desa seluas 16.215 meter persegi itu. Adapun pada Agustus 2020, PT Deztama Putri Sentosa mulai mendirikan bangunan di atas lahan tersebut. Bangunan-bangunan itu kemudian ditawarkan dengan skema sewa atau investasi kepada berbagai pihak.
Jaksa menyatakan, kepada para penyewa atau investor, Robinson memberi tawaran dalam bentuk kavling serta hunian. Setelah itu, dia mulai mendapat pemasukan dari para penyewa atau investor, baik dalam bentuk booking fee (biaya pemesanan), uang muka, maupun pelunasan.
Menurut jaksa, dari penyewaan atau investasi sebanyak 66 kavling di tanas kas desa itu, Robinson mendapat pemasukan sebesar Rp 10,8 miliar. Sementara itu, dari sewa atau investasi 39 unit hunian tipe Mezzanine, dia memperoleh pemasukan Rp 13,5 miliar. Adapun dari penyewaan atau investasi 17 unit hunian tipe Town House, pemasukan yang diperoleh Rp 4,7 miliar.
”Total penerimaan/pemasukan dari para penyewa (investor) yang diterima PT Deztama Putri Sentosa sebesar Rp 29.215.920.000,” kata jaksa Ali Munip dalam dakwaan.
Kerugian negara
Dalam dakwaan, jaksa juga menyebut perbuatan Robinson telah merugikan keuangan negara dengan nilai sekitar Rp 2,9 miliar. Kerugian negara itu terdiri dari tiga komponen. Pertama, biaya sewa tanah kas desa yang seharusnya diterima Pemerintah Desa Caturtunggal dengan nilai sekitar Rp 2,4 miliar.
Kedua, biaya Pajak Bumi dan Bangunan tanah kas desa yang seharusnya dibayar PT Deztama Putri Sentosa sebesar Rp 32,7 juta. Ketiga, tunggakan pokok sewa dan denda atas pembayaran keterlambatan sewa yang harus dibayar PT Deztama Putri Sentosa sebesar Rp 452 juta.
Saat ditanya oleh majelis hakim, Robinson mengaku telah memahami dakwaan yang dibacakan oleh jaksa. Namun, saat diminta tanggapan terhadap dakwaan tersebut, Robinson menyerahkan hal itu kepada tim penasihat hukumnya.
Total penerimaan/pemasukan dari para penyewa (investor) yang diterima oleh PT Deztama Putri Sentosa adalah Rp 29.215.920.000
Salah seorang penasihat hukum Robinson, Agung Pamula Ariyanto, mengatakan, tim penasihat hukum akan mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum. Namun, Agung belum bersedia menyampaikan poin-poin keberatan tersebut.
”Terhadap dakwaan dari penuntut umum, kami menyatakan ada keberatan. Mengenai poin-poinnya, kita lihat minggu depan,” ujar Agung saat ditemui seusai sidang.
Menurut rencana, sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan eksepsi dari tim penasihat hukum terdakwa.