Korupsi Pemanfaatan Tanah Kas Desa di Sleman, Lurah Caturtunggal Jadi Tersangka
Penyidikan kasus korupsi pemanfaatan tanah kas desa di Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY, memasuki babak baru. Kejati DIY menetapkan Lurah Caturtunggal Agus Santoso sebagai tersangka kasus itu.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Penyidikan kasus korupsi terkait pemanfaatan tanah kas desa di Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, memasuki babak baru. Pada Rabu (17/5/2023), Kejaksaan Tinggi DIY menetapkan Kepala Desa atau Lurah Caturtunggal Agus Santoso sebagai tersangka. Dia dinilai membiarkan penyimpangan pemanfaatan tanah kas desa.
”Pada hari ini, penyidik Kejaksaan Tinggi DIY telah menaikkan status seorang saksi menjadi tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemanfaatan tanah kas desa Caturtunggal. Atas nama tersangka dengan inisial AS, selaku Kepala Kalurahan Caturtunggal,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DIY Muhammad Anshar Wahyuddin dalam konferensi pers, Rabu sore, di Yogyakarta.
Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 25 Tahun 2019 tentang Pedoman Kelembagaan Urusan Keistimewaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kalurahan, nomenklatur atau nama desa di DIY telah diubah menjadi kalurahan. Sementara itu, nomenklatur kepala desa juga diganti dengan lurah. Oleh karena itu, desa di DIY juga disebut dengan kalurahan, sedangkan kepala desa di provinsi itu kerap disebut lurah.
Anshar menyatakan, Agus Santoso ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi dalam pemanfaatan tanah kas desa Caturtunggal oleh PT Deztama Putri Sentosa. Setelah menjadi tersangka, Agus langsung ditahan Kejati DIY.
Kasus ini berawal dari pemanfaatan tanah kas Desa Caturtunggal seluas sekitar 16.000 meter persegi oleh perusahaan tersebut. Sejak 2020, PT Deztama Putri Sentosa mulai mendirikan sejumlah bangunan di atas lahan itu.
Dari segi fisik, bangunan-bangunan tersebut sangat mirip dengan rumah tinggal. Setelah itu, melalui iklan di situs penjualan properti, bangunan tersebut ditawarkan sebagai rumah untuk dijual.
Kasus ini kemudian ramai dibicarakan karena diduga terjadi jual beli rumah di atas tanah kas desa. Padahal, Peraturan Gubernur DIY Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Tanah Desa melarang penggunaan tanah desa untuk rumah tempat tinggal.
Selain itu, tanah kas desa yang dimanfaatkan PT Deztama Putri Sentosa ternyata belum seluruhnya berizin. Dari sekitar 16.000 meter persegi lahan yang digunakan, hanya 5.000 meter persegi yang telah mendapat izin dari Gubernur DIY. Sekitar 11.000 meter persegi belum mengantongi izin.
Akan tetapi, PT Deztama Putri Sentosa tetap mendirikan bangunan di atas lahan tersebut. Kasus ini kemudian masuk ke jalur hukum.
Pada 14 April 2023, Kejati DIY menetapkan tersangka berinisial RS (33). RS merupakan Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa.
Setelah penetapan itu, Kejati DIY mengembangkan penyidikan. Hasilnya, Kejati DIY menetapkan Agus Santoso sebagai tersangka baru.
”Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mendapatkan minimal dua alat bukti sah,” ujar Anshar.
Pembiaran
Menurut Anshar, Agus disebut tidak melaksanakan tugas mengawasi pemanfaatan tanah kas desa oleh PT Deztama Putri Sentosa. Anshar menyebut tersangka membiarkan penyimpangan yang dilakukan perusahaan tersebut.
Saat ditanya apakah Agus menerima gratifikasi terkait kasus itu, Anshar menyatakan, Kejati DIY masih menyelidikinya. ”Ini (perbuatan) melawan hukumnya mengenai pembiaran dulu,” tuturnya.
Tersangka selaku Kepala Kalurahan Caturtunggal melakukan pembiaran terhadap penyimpangan pemanfaatan tanah kas desa Caturtunggal.
Anshar menambahkan, dalam kasus dugaan korupsi pemanfaatan tanah kas desa itu, para tersangka diduga merugikan negara hingga Rp 2,9 miliar. Angka kerugian negara itu meningkat dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya, sekitar Rp 2,4 miliar.
”Penetapan tersangka ini membuktikan Kejati DIY serius memberantas mafia tanah,” kata Anshar.
Kasus pemanfaatan tanah kas desa di Sleman yang digunakan untuk membangun perumahan memang tengah menjadi sorotan selama beberapa waktu terakhir. Sudah ada beberapa lokasi perumahan yang ditutup Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DIY. Alasan utamanya, dibangun di atas tanah kas desa tanpa izin.
Kepala Seksi Penegakan dan Penyidikan Satpol PP DIY Qumarul Hadi menyatakan, ada empat perumahan di tanah kas desa yang telah ditutup. Semuanya di Sleman.
Selain perumahan yang dibangun PT Deztama Putri Sentosa, dua perumahan lain ada di Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok. Satu perumahan lainnya di Desa Candibinangun, Kecamatan Pakem.
Penutupan terakhir dilakukan pada Selasa (16/5/2023) di Perumahan Kandara Village di Desa Maguwoharjo. Menurut Qumarul, perumahan itu dibangun di atas tanah kas desa seluas sekitar 39.000 meter persegi atau 3,9 hektar.
”Untuk lokasi ini, setelah kami lakukan pemeriksaan kemudian kami coba kumpulkan data, ternyata tidak punya izin. Kemudian, secara peruntukannya, tidak diperkenankan untuk hunian sehingga hari ini kami lakukan penutupan,” ujar Qumarul saat ditemui di lokasi.
Qumarul menyebut, berdasarkan informasi yang diterima Satpol PP DIY, rencana pembangunan perumahan itu sudah muncul sejak 2021. Adapun proses pembangunan rumah di sana kemungkinan dimulai tahun lalu. Saat ini, sudah ada 150 rumah di perumahan tersebut.
”Itu yang sudah jadi 100 persen. Yang pembangunannya baru sebagian masih ada lagi,” tutur Qumarul.
Sebagian rumah itu, kata Qumarul, sudah laku dijual. Dia memaparkan, tim Satpol PP DIY menemukan bukti transaksi jual beli rumah di perumahan itu yang telah disertai akta notaris. Dalam transaksi tertanggal 31 Maret 2023 tersebut, rumah tipe 36 dengan luas tanah 50 meter persegi itu dijual Rp 190 juta.
Qumarul menambahkan, sebagian rumah di perumahan tersebut juga disewakan dengan harga Rp 18 juta per tahun. Dengan penutupan itu, dia berharap masyarakat yang ingin membeli atau mengontrak rumah di perumahan tersebut bisa mengurungkan niatnya.