Tersangka Korupsi Lahan, Bekas Bupati Aceh Tamiang Ditahan
Saat tindak pidana korupsi terjadi tahun 2009, Mursil menjabat sebagai kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Aceh Tamiang. Mursil diduga melakukan kesalahan karena menerbitkan sertifikat hak milik di atas lahan negara.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Bupati Aceh Tamiang periode 2017-2022 Mursil dan dua tersangka lain dalam kasus penguasaan tanah negara secara ilegal telah ditahan Kejaksaan Tinggi Aceh. Mereka ditempatkan di Rutan Kelas II B Banda Aceh sejak 6 Juni hingga 25 Juni 2023.
Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Aceh Deddi Taufik, Rabu (7/6/2023), mengatakan, selain Mursil, dua tersangka lainnya adalah Teuku Rusli dan Teuku Yusni. Ketiganya diduga terlibat kasus tindak pidana korupsi penguasaan lahan negara di Aceh Tamiang.
Deddi menjelaskan, dugaan korupsi terjadi pada 2009. Saat Mursil menjabat Kepala Badan Pertanahan Negara Aceh Tamiang, Rusli mengajukan permohonan sertifikat hak milik atas tanah negara. Lahan tersebut hendak dijadikan lokasi pembangunan Komando Distrik Militer Aceh Tamiang.
Akan tetapi, karena tanah itu telah berpindah kepemilikan, Pemerintah Aceh Tamiang harus membayar ganti rugi kepada pemilik tanah sekitar Rp 6,4 miliar. Pemerintah menderita kerugian karena membayar tanah milik negara.
Rusli berperan sebagai penerima ganti rugi, sedangkan Yusni melakukan musyawarah dengan panitia pengadaan tanah. Aliran dana dari kasus itu masih ditelusuri.
Kasus ini mulai muncul ke publik setelah Mursil menghabiskan masa jabatan sebagai bupati Aceh Tamiang. Mahasiswa berkali-kali melakukan aksi di kantor Kejati Aceh mendesak percepatan proses hukum.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Aceh Tamiang Muhammad Arif menuturkan, kasus ini mengejutkan warga Aceh Tamiang. Alasannya, bekas kepala daerah diduga bagian dari mafia tanah.
Saat pencalonan sebagai bupati, Mursil diusung Partai Keadilan Sejahtera, PDI-P, Hanura, Partai Demokrat, dan PPP.
”Komitmen kejaksaan untuk memberantas mafia tanah harus kita dukung,” kata Arif.
Arif menuturkan, praktik culas mafia tanah di Aceh Tamiang harus diburu karena merugikan negara. Apalagi, Arif mengatakan, di Aceh Tamiang sengketa lahan antara warga dan perusahaan pemegang konsesi jamak terjadi.
”Kasus Mursil harus jadi pelajaran bagi mafia tanah lain. Kami akan mengawal kasus ini sampai tuntas,” kata Arif.
Sebelumnya, Koordinator Gerakan Anti Korupsi Aceh Aceh Askhalani mengatakan, sebaiknya para tersangka langsung ditahan agar mereka tidak menghilangkan barang bukti.
Menurut Askalani, kasus korupsi termasuk kejahatan luar biasa. Sebab, tanah negara dikuasai secara pribadi kemudian dijual kembali kepada negara. Selain nilai kerugian yang besar, aktornya juga merupakan pejabat negara.
Askalani mengatakan, patut diduga para tersangka memang sejak awal melakukan mufakat jahat. Dia juga mendesak penyidik menelusuri aliran dana dan aktor-aktor lain yang terlibat dalam kasus itu.