Ada Pegawai BPN yang Bekerja Sama dengan Mafia Tanah
Mafia tanah berjejaring dengan banyak pihak untuk memuluskan aksinya. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengakui bahwa kemungkinan memang ada pegawai BPN yang bekerja sama dengan mafia tanah.

Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan RB Agus Widjayanto dalam wawancara via aplikasi daring, Selasa (4/5/2021).
Kasus mafia tanah masih merajalela. Pemerintah dan kepolisian pun memberikan perhatian pada pemberantasan kasus ini melalui pembentukan tim satgas antimafia tanah.
Untuk mendalami seputar topik ini, Kompas mewawancarai Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RB Agus Widjayanto melalui aplikasi daring, Selasa (4/5/2021). Dalam wawancara ini, Agus mengakui bahwa memang ada kemungkinan mafia tanah bekerja sama dengan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam menjalankan aksinya.
Berikut wawancara selengkapnya.
Seperti apa gambaran umum soal mafia tanah?
Mafia tanah itu (bekerja) secara sistematik, terencana, dan sedemikian rupa ada keterlibatan juga pihak-pihak yang punya kewenangan sehingga tujuannya tercapai. Bahkan adanya kerugian bagi korban. Kalau kita bicara mafia tanah, ini pada umumnya implikasinya adalah perbuatan pidana dengan obyek tanah. Tetapi, sayang di KUHP kita belum ada khusus pidana pertanahan, jadi pidananya masih pidana umum. BPN juga belum punya penyidik pertanahan sehingga untuk melakukan penyidikan itu, kami masih membutuhkan bantuan dari aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian.
Baca juga :
- Mafia Tanah Menggurita di Jakarta
- Siasat Kilat Ubah Hak Milik
- Nasib Mafia Tanah, Kalah Jadi Abu, Menang Jadi Arang
- Mereka Rawan Terseret Pusaran Mafia Tanah
- Dari Stroke sampai Meninggal
- Jangan Lepaskan Sertifikat Tanah Anda
- Identitas Palsu Muluskan Langkah Mafia Tanah
- Fenomena Mafia Tanah di Jantung Ibukota
- Tanah-tanah Incaran Mafia
- Menangkal Praktik Mafia Tanah di Sekitar Kita
- Sindikat Sikat Sertifikat Tanah
Apakah ada mafia tanah yang masih berkeliaran saat ini?
Sebetulnya kalau ditanya, apakah kasus-kasus yang melibatkan mafia tanah masih ada? Saya kira iya. Dalam pengertian bahwa masalah pertanahan ini, kan, melibatkan beberapa aspek. Aspek hukum, sosial, ekonomi, politik, dan aspek keamanannya ada. Bisa berakibat luas. Fakta hukumnya bisa perdata, tata usaha negara, bisa pidana. Kalau ada hal-hal yang berimplikasi pidana atau sesuatu yang terjadi karena suatu perbuatan pidana.
Pada umumnya, kalau pertanahan itu menyangkut pemalsuan, memberikan keterangan palsu, dan penyerobotan. Tetapi kalau pada pejabat yang terlibat, itu ada Pasal 55, penyalahgunaan kewenangan.
Saya bicara yang umum saja. Kita tidak mencari kasus yang mafia tanah. Tetapi ketika ada pengaduan, bisa ke BPN atau ke kepolisian. Ketika ke BPN, kami pelajari secara material karena BPN pada umumnya mengkaji secara formal dan legal, tetapi tidak secara material.
Ketika ada indikasi pidana di situ, maka kami berkoordinasi dengan kepolisian. Demikian juga kepolisian, ketika dia menangani masalah, mereka perlu koordinasi dengan kami. Oleh karena itu, kami bekerja sama.

Berapa kasus mafia tanah yang sudah ditangani?
Dari tahun 2018, sejak tanda tangan nota kesepahaman (antara BPN dan kepolisian). Di 2017 ada sekitar 244 kasus pertanahan yang terindikasi pidana atau yang lebih dikenal dalam bahasa populernya, ada mafia tanah di situ. Ada 244 kasus pertanahan yang kami tangani bersama. Lho, kok 244? Karena memang sesuai dengan target anggaran yang kami punya itu, setiap tahun itu 61 kasus seluruh Indonesia.
Apakah itu sudah menjangkau semua kasus yang beraspek pidana? Mungkin belum. Tapi, tujuan kami membentuk tim bersama kepolisian lebih kepada pencegahan, bagaimana memberikan efek jera kepada pelaku dan pada masyarakat yang lain agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mengandung unsur pidana.
Modus apa saja yang digunakan mafia tanah?
Pada umumnya melakukan pemalsuan, mulai dari yang sederhana sampai yang canggih. Jadi, modusnya banyak. Mulai dari membuat surat salinan girik, surat keterangan tidak sengketa, surat keterangan tanah fisik pada lebih dari satu pihak. Ini ada kerja sama juga dengan kepala desa. Tapi, bukan berarti saya bilang kepala desa tidak baik, banyak juga kepala desa yang baik.
Ada juga modus dengan mengajukan permohonan sertifikat pengganti. Sertifikatnya tidak hilang, tetapi dia lapor ke kepolisian dan buat surat keterangan hilang. Berdasarkan laporan keterangan hilang itu, dia datang ke BPN, kemudian dicek lokasinya, disumpah, kemudian diumumkan dalam dua bulan di surat kabar. Tidak ada sanggahan, ya terbitlah sertifikat rumah. Padahal, sertifikatnya tidak hilang. Sertifikatnya bisa ada di dia, bisa dijadikan jaminan. Kebayang, kan? Bisa jadi secara perorangan, secara di bawah tangan. Terus dia dapat sertifikat pengganti, terus dijual, itu juga persoalan. Itu modus-modus yang bisa dilakukan perorangan.
Kemudian ada juga orang mencoba menguasai tanah orang lain yang kemudian dia menjaga, kemudian setelah dia kuasai, si pemiliknya sudah tidak bisa lagi menguasai ke dalam. Kemudian dia dengan dalil bahwa sudah menguasai di situ, sudah lama, dapat keterangan penguasaan, dia mengajukan permohonan sertifikat. Ini juga cara preman.
Ada lagi menggunakan cara peradilan. Yang lebih canggih lagi, seperti yang terakhir. Orang pura-pura mau beli tanah atau rumah yang mau dijual. Dia bisa memberikan uang muka dulu, lalu mengecek sertifikat. Dicek sertifikatnya, dia bilang, ada waktu itu, ya digantilah sertifikatnya dengan sertifikat yang palsu. Diserahkan lagi yang palsunya. Jadi dipikir, oh sudah aman. Kemudian calon pembeli ini mengaku sebagai figur pemilik tanah.
Orang pura-pura mau beli tanah atau rumah yang mau dijual. Dia bisa memberikan uang muka dulu, lalu mengecek sertifikat. Dicek sertifikatnya, dia bilang, ada waktu itu, ya digantilah sertifikatnya dengan sertifikat yang palsu. Diserahkan lagi yang palsunya.
Notaris atau PPAT-nya (juga) mungkin palsu, kemudian dibuat akta. Kemudian proses, sampai tiba-tiba ini sudah dijadikan agunan di bank. Kalau (modus) ini sudah terstruktur, sudah canggih. Jadi modus-modus itu bisa mulai dari yang sederhana, kemudian sampai pada yang canggih.
Dari sejumlah kasus, mafia mampu membalik nama sertifikat dalam hitungan hari. Berapa lama yang dibutuhkan untuk membalik nama secara resmi?
Untuk balik nama tidak lama, ya. Kalau kita orang yang benar karena kita punya sertifikat. Kan, kita tahu para pihak sudah deal dulu berapa harganya ya dan sudah sepakat. Silakan kalau dia mau bayar uang muka dulu juga boleh, tapi kita sama-sama menuju notaris atau PPAT yang kita tunjuk. (Biasanya notaris) Yang penjual kenal, pembeli juga kenal. Kita meyakini bahwa PPAT-nya benar. Ada nomor registrasinya, dia benar. Kalau kita tidak percaya, boleh cek ke kantor pertanahan.
Selain itu, kita kan harus mengecek sertifikat itu. PPAT sebelum buat akta jual beli itu memeriksa ke kantor pertanahan. Sekarang pengecekan bisa daring, apakah benar sertifikat ini atas nama ini, ada sengketa atau tidak. Sepanjang itu bisa kita cek. Tapi tetap nanti ketika akan dibalik nama, akan dicek lagi. Apakah sertifikat ini palsu atau tidak.
Mengetahui itu palsu atau tidak, mudah sekali di BPN. Hampir sama dengan uang, karena kertasnya juga kan kita secara khusus buat di Peruri. Ada kode-kodenya khusus, hanya BPN yang tahu. Jadi, meskipun sudah dicek secara daring, nanti dicek lagi, nanti akan ketahuan ini asli atau palsu. Lalu kalau sudah dicek, clear, PPAT akan membacakan akta jual beli.
Aturannya, para pihak harus hadir di hadapan PPAT. PPAT, sebelum mereka menandatangani akta, akan membacakan dan memeriksa identitas para pihak, kemudian ditandatangani di hadapan para pihak.
Jadi, tidak bisa kita tanda tangan di rumah, (menggunakan) servis pelayanan prima. Tanda tangan di rumah, terus dibawa, tanda tangan lagi ke pihak pembeli. Nah itu terjadi tidak? Terjadi. Dan itu kemudian menjadi unsur (pidana), ternyata tidak ditandatangani oleh si penjual atau pembeli.
Setelah itu, baru kemudian didaftar. Didaftar ya, setelah BPHTB (bea perolehan hak atas tanah dan bangunan) itu tujuh hari harusnya sudah selesai.
Kalau ada kasus-kasus yang enam hari proses balik namanya, persiapan kondisi simulasinya mungkin sudah lama, sudah cukup lama (mafia) mempelajari apa segala macam. Itu sudah lama, jadi begitu dia beraksi, itu sudah sistematis. Seakan-akan jadi seperti riil cepat.

Dalam praktik jual beli rumah, salah satu dokumen yang disiapkan adalah AJB. Bagaimana BPN memastikan bahwa AJB yang digunakan tidak dibuat dengan keterangan palsu?
Dalam jual beli dilakukan pengecekan. Akan dicek dulu, apakah sertifikat itu produk BPN. Paling tidak, tidak ada sengketa. Kemudian ketika balik nama, kan ada data diri pembeli, penjual. Kemudian, PPAT-nya memang PPAT yang punya potensi untuk membuat atau tidak. Bahkan dulu, ketika peraturan yang lama, ketika akan melakukan jual beli, PPAT itu harus lapor untuk membayar uang muka. Tapi, sekarang itu sudah tidak dilakukan lagi.
Jadi, sebetulnya sudah ada, dengan peraturan yang sekarang sudah ada peraturan untuk mencegah terjadinya pemalsuan. Tapi, itu semua masih dilakukan secara manual untuk memeriksa itu semua. Dan itu sebagian sudah memadai, semakin canggih sekarang, kita mungkin harus membuat sistem yang lebih sulit untuk bisa dikibulin, untuk bisa dipalsukan. Makanya, sekarang sedang dipikirkan oleh Pak Menteri.
Salah satunya adalah dengan digitalisasi sistem. Sebetulnya kalau kita digital, kita sudah terkoneksi dengan dukcapil, terkoneksi dengan data yang lain. Kita bisa dengan mudah melihat. Tapi, kalau kita ternyata KTP-nya masih manual, belum digital, kita kan enggak bisa koneksi ke sana. Jadi, sebenarnya kita kemarin keluhannya juga itu, bagaimana kita memastikan ini orang benar atau tidak, karena di KTP namanya benar.
Sistem itu sudah berjalan atau belum?
Disiapkan untuk berjalannya itu, perlu dasar berlakunya dulu. Itu ada peraturan menterinya (permen). Tapi, itu hanya untuk dana tanggungan, pemeriksaan, pengecekan sertifikat, dan nilai tanah ini sudah kita bisa lakukan secara elektronik. Tapi, dalam permen itu harus ada persetujuan dari Badan Sandi Negara. Harus ada dari Kominfo semacam sertifikasi. Jadi, syaratnya sertifikasi itu juga kalau kita sudah punya permen.
Memang permen ini kemarin sedang penyempurnaan lagi, ada beberapa pasal, pelaksanaannya jadi tidak serta-merta. Dan pelaksanaan ini juga tidak serta-merta semua sertifikat ditarik. Jadi, kami akan mengeluarkan berkala. Misalnya, instansi pemerintah dulu uji cobanya, kemudian pengurusannya pegawai BPN dululah. Nah, itu tidak harus ditarik sertifikatnya. Kalau dia masih mau menggunakan sertifikat lama, itu enggak apa-apa. Tetapi, data kita harus sudah digital sehingga peralihan-peralihan itu sudah bisa dengan digitalisasi.
Apakah ada yang pakai blangko asli untuk memalsukan sertifikat?
Ada. Tadi yang saya katakan sertifikat pengganti, kalau sertifikat pengganti itu berarti blangkonya asli. Tapi, harusnya dengan diterbitkan sertifikat pengganti, sertifikat yang lama tidak berlaku. Tapi, kan kita enggak tahu kalau sertifikat yang lama itu ternyata dijadikan jaminan. Kemudian sertifikat yang baru ini dijadikan obyek transaksi lagi. Nah, itu jadi asli semuanya kan.
Kemudian, bisa kalau ini ada kerja sama juga, mengambil blangko dari dalam. Sama saja sih seperti girik tadi. Kemudian dibuat lagi. Tapi, itu juga pasti ketahuan karena sertifikat itu mengenai tahun penerbitannya saja kami tahu. Kalau itu sertifikat terbitnya tahun 2016 tapi ini kemudian, tertulis terbit 2016, sertifikatnya 2019, sudah pasti enggak benar kan? Bahkan kode wilayahnya kan ada. Nah, jadi itu tetap pasti ketahuan.
Nah, sertifikat yang palsu, benar-benar palsu bukan produk BPN, bukan produk kami, itu juga mirip. Jadi, kalau sertifikat palsu itu pasti ketahuan di BPN.
Tapi, tidak semua sertifikat palsu itu masuk ke BPN penggunaannya, tidak. Kita salah satu kasus yang jadi target mafia juga ada pemalsuan sertifikat. Pernah 20 sertifikat, palsu sertifikatnya. Dijadikan jaminan bank perkreditan. Perkreditan itu kan kalau cuma sampai 20 juta, enggak perlu dibuat akta hak tanggungan berarti tidak perlu pengecekan. Dia bisa langsung dikasih dengan jaminan sertifikat itu tanpa pembebanan hak tanggungan.
Kalau dia punya 40 sertifikat, 20 juta dikali 40 sudah berapa ratus juta? Nah, itu ketahuannya ketika dia minta tambahan lagi tambahan lagi, baru kementerian ada pengecekan. Nah, dicek ternyata sertifikatnya palsu. Dicek lagi yang lain, ternyata palsu. Jadi, ada 40 sertifikat yang palsu. Nah, itu kemudian jadi target mafia tanah. Jadi, tidak selalu yang palsu itu mampir ke BPN. Kadang digunakan langsung.

Sertifikat asli dan palsu barang bukti penipuan. Polda Metro Jaya, Rabu (4/3/2020), mengungkap sindikat mafia tanah dan pemalsu dokumen yang memalsukan sertifikat hak milik untuk mendapatkan pinjaman uang senilai Rp 3,7 miliar.
Lalu soal balik nama secara cepat, banyak korban menduga ada keterlibatan oknum BPN, bagaimana pendapat Bapak?
Kalau balik nama itu sudah ada jangka waktunya ya, tujuh hari itu normal balik nama. Kalau ada masalah mungkin bisa lebih lama. Kalau enggak ada masalah, kalau misalnya volume beban kerja kantor pertanahan itu tidak banyak, sedikit, pasti pelayanannya jadi lebih cepat. Jadi, tidak terlalu signifikan untuk mengatakan kalau cepat itu pasti ada sesuatu. Kalau lambat, ada sesuatu juga. Kadang-kadang ada sesuatu jadi lambat. Bisa juga ada sesuatu lebih cepat, bisa juga ada sesuatu jadi lambat.
Jadi, saya pikir kalau terkait jangka waktu balik nama dengan apakah itu ada keterlibatan mafia, tidak terlalu signifikan, sepanjang datanya betul. Tapi, memang ada kecenderungan orang yang memperolehnya tidak benar itu segera akan mengalihkan, tapi tidak terkait jangka waktu pengalihan ya.
Apakah ada celah yang masih bisa dimanfaatkan mafia tanah untuk membalik nama dalam waktu cepat?
Untuk membalik nama dalam waktu cepat, mungkin saja kalau dia kerja sama dengan orang dalam. Mungkin saja bisa dibalik nama dengan cepat, dan tidak dilakukan dengan cermat, bisa saja. Kalau orang itu main ke dalam, dan ada kerja sama dengan orang di dalam ya, meskipun saya orang BPN, saya tidak menutup kemungkinan itu bisa terjadi.
Kalau orang itu main ke dalam, dan ada kerja sama dengan orang di dalam ya, meskipun saya orang BPN, saya tidak menutup kemungkinan itu bisa terjadi.
Meskipun kami sekarang sudah melakukan perbaikan-perbaikan. Jadi, yang sangat tidak perlu tidak bisa masuk ke dalam back office, mereka hanya ada di front office saja. Tapi, kan kita enggak tahu bisa di dalam, bisa di luar, tapi Pak Menteri menitipkan bahwa kami melakukan perbaikan itu dan kalau ada yang terlibat, nanti dihukum. Itu sudah beliau lakukan.

Rumah milik Zurni Hasyim Djalal di Perumahan Executive Paradise, Cilandak, Jakarta Selatan, yang menjadi korban mafia tanah grup FK. Para pelaku memanipulasi proses jual beli rumah dengan membalik nama sertifikat tanpa sepengetahuan pemilik asli. Foto diambil 25 Maret 2021.
Pernah ada oknum yang ditindak karena spesifik kasus seperti itu?
Ada, ada. Irjen turun melakukan pemeriksaan. Kemudian dihukum mulai dari yang paling ringan sampai pemberhentian, itu ada.
Berapa banyak kalau boleh tahu?
Kalau jumlahnya saya enggak (hafal) ya, tanya sama kepegawaian. Tapi, itu ada. Dan cukup banyak juga. Jadi, sekarang kawan-kawan ini juga udah mulai mikir-mikir kalau mau melakukan itu.
Total laporan mafia tanah yang masuk ke Kementerian ATR/BPN?
Kami tidak membedakan antara kasus ini dan mafia. Jadi, kalau kita itu di BPN, rata-rata setahun ini menangani 244 dari 2000-an kasus dalam setahun dari seluruh Indonesia. Tapi, makin ke sini makin banyak, kanwil dan pusat makin banyak. Jadi, apa yang sudah disampaikan ke kanwil, itu juga disampaikan ke kami.
Kami menerima pengaduan banyak, tetapi ada juga yang ditangani. Kalau kami menerima laporan banyak, kan kami juga harus melakukan langkah-langkah penanganan kan. Dari situ disortir kalau ada yang terindikasi pidana, kami kemudian koordinasikan dengan polisi dan jadikan target mafia, yang tadi per tahun punya target 61.
Sementara kami tentu tidak bisa semuanya berproses, tapi akan kami proses. Jadi, sesuai dengan giliran aja. Tapi, ada juga yang memang sudah melapor ke kepolisian, di kepolisian karena menyangkut pertanahan koordinasi ke kami. Ini kami jadikan target juga.
Jadi, kalau berapa jumlah yang menyangkut kasus-kasus mafia tanah? Kami di BPN karena datanya menyatu dengan sengketa yang lain, kami belum bisa, oh sekian yang mafia sekian yang itu. Ya, kami targetnya (pengusutan) 61 kasus per tahun.
Dari sebanyak 244 kasus yang sudah ditangani, kasus itu tersebar di daerah mana saja.
Sebaran lokasinya ada, kebetulan saya lagi enggak pegang. Minta sama dengan bagian sekretaris dirjen ya.
Secara umum paling banyak di mana?
Sudah bisa ditebaklah, di kota-kota besar. DKI Jakarta, Sumut, Jatim, Jabar, Jateng, Banten, itu yang paling menonjol. Terus Kalimantan Barat, itu juga.
Apakah daerah yang ditargetkan mafia tanah itu sejalan dengan nilai NJOP?
Sengketa itu kan lahir karena supply and demand, jumlah luas tanah relatif tetap, sedangkan penduduk bertambah. Pembangunan terus membutuhkan tanah. Yang pembangunannya paling banyak, tentu harganya akan naik. Dulu mungkin mereka enggak mikir apa-apa, tapi sekarang karena nilai tanah secara ekonomi tinggi, maka mereka bagaimana caranya menguasai tanah dengan cara apa pun.
Sehingga kita bisa lihat di daerah yang ekonominya berkembang maju, pembangunan berkembang maju, sengketanya juga cukup banyak. Dan kemudian, hal lain juga cukup banyak. Jadi, sebetulnya yang mengindikasikan bahwa daerah itu cepat maju, itu kita lihat saja sengketa tanahnya. Sengketa tanahnya tinggi, pasti pembangunannya cepat gitu, pesat.

Untuk korban mafia tanah, apa yang bisa dilakukan?
Mereka silakan mengadu ke BPN, bisa ke polisi. Kalau di BPN, ini kita sudah atur di Permen No 21 Tahun 2020. Sebetulnya kami juga sudah membuka online, kemudian kami juga sudah bisa menerima pengaduan secara lisan.
Jadi, orangnya datang karena kan enggak semua orang bisa secara tertulis. Jadi, di permen sudah diatur. Kalau di permen sih sudah ideal. Kalau ke polisi, dia lapor, buat berita acara.
Tapi, selain kita atur, harus disiapin juga loketnya nih. Jadi, mereka biasanya langsung datang ke pelayanan. Umumnya mereka juga bisa menyampaikan pengaduannya secara bersurat lewat tata usaha. Itu kalau dia pemilik, ya menyampaikan identitas dirinya dong. KTP-nya, kemudian data dirinya, kemudian dia sampaikan riwayat permasalahannya seperti apa.
Kemudian data yang membuktikan bahwa dia pemiliknya dan bagaimana korbannya. Itu nanti dari sini kan dari pengaduan itu kami pelajari, oh ya ini memang layak proses, datanya sudah di-input. Kemudian, kami gelar awal dulu untuk menentukan, ini lho prosesnya, hal apa yang harus dilakukan. Kami harus explore, lakukan penelitian dan sebagainya.