Aksi mafia tanah mengincar siapa saja, baik perseorangan, kelompok masyarakat, maupun lembaga pemerintah.
Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
·6 menit baca
Kompas/Riza Fathoni
Sejumlah tersangka kasus sindikat mafia tanah dirilis dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (12/2/2020). Ditreskrimum Polda Metro Jaya bersama Kementerian ATR/BPN berhasil mengungkap sindikat mafia tanah yang menggunakan sertifikat palsu dan KTP elektronik ilegal serta menangkap 10 tersangka.
Kejahatan pertanahan (mafia tanah) meramu beragam siasat dan skenario untuk mengelabui pemilik tanah. Ancaman kejahatan pertanahan dapat datang dari orang asing, bahkan orang terdekat dalam keluarga. Rutin melakukan pengecekan ke layanan Kantor Pertanahan menjadi cara untuk memagari diri dari praktik penyerobotan hak milik atas tanah.
Obyek yang menjadi sasaran kelompok mafia tanah adalah sertifikat hak milik (SHM) yang dipegang oleh pemilik resmi sertifikat tanah. Dari kasus-kasus yang berhasil diungkap oleh Badan Pertanahan Nasional dan Polri, ada dua tujuan utama yang disasar para pelaku kejahatan pertanahan. Pertama, bertujuan untuk mendapatkan uang secara cepat dengan menggadaikan SHM ke bank.
Motif kedua ialah perampasan atau menguasai tanah yang bukan menjadi haknya. Dua motif ini dilakukan oleh mafia tanah, biasanya secara berkelompok dengan memainkan beragam peran. Peran yang dilakoni disesuaikan dengan ragam skenario yang dirancang.
Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Raden Bagus Agus Widjayanto menyampaikan adanya temuan sejumlah kasus serta ragam modus operasi yang dilakukan untuk menguasai hak atas tanah, Senin (3/5/2021).
Kementerian ATR/BPN mencatat pada periode 2018-2020 telah menangani sengketa sejumlah 188 kasus kejahatan pertanahan yang tergolong melanggar pidana. Artinya, setiap tahun terdapat setidaknya 60 kasus yang ditangani.
Angka laporan sengketa tanah yang diterima oleh Kementerian ATR/BPN pada periode yang sama mencapai 2.000 kasus yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian ATR/BPN, bekerja sama dengan kepolisian untuk menyelesaikan perkara yang disinyalir mengandung unsur pidana.
Kepolisian pada periode 2018-2020 mencatat telah menyidik sejumlah 44 kasus mafia tanah. Dalam setahun rata-rata ada belasan kasus yang diproses pada tahap penyidikan. Hasil kerja sama pemerintah dengan kepolisian mampu mengungkap beragam modus yang dilancarkan oleh kelompok mafia tanah.
Secara garis besar terdapat tiga modus yang kerap dilakukan, yaitu pemalsuan berkas atau sertifikat, menggugat melalui pengadilan, serta melakukan penguasaan tanah secara fisik yang biasanya melibatkan preman. Cara yang terbilang paling sederhana ialah membuat laporan dan kesaksian palsu bahwa sertifikat tanah telah hilang.
Kompas/Riza Fathoni
Sampel barang bukti sertifikat tanah dan KTP elektronik palsu turut ditunjukkan dalam rilis kasus sindikat mafia tanah dan pemalsuan KPT elektronik di Jakarta, Rabu (12/2/2020). Ditreskrimum Polda Metro Jaya bersama Kementerian ATR/BPN berhasil mengungkap sindikat mafia tanah yang menggunakan sertifikat palsu dan KTP elektronik ilegal.
Sumber uang cepat
Pelaku yang berniat memperoleh SHM asli membuat laporan kehilangan di kantor polisi. Kemudian surat tersebut dibawa ke Kantor Pertanahan sebagai salah satu syarat untuk menerbitkan sertifikat pengganti yang dilaporkan hilang.
Ditilik dari celah kesempatannya, modus mengaku kehilangan sertifikat dapat dilakukan oleh seseorang yang memiliki hubungan dengan target sasaran. Tujuan mendapat sertifikat duplikat asli untuk dijadikan jaminan berutang di bank.
Pihak bank yang melakukan pemeriksaan keaslian sertifikat akan mengakuinya sebagai asli, tetapi tidak dapat mengetahui bahwa berkas yang dijaminkan telah diduplikat dengan cara yang melanggar hukum.
Modus serupa dilakukan dengan keterlibatan anggota keluarga kandung dari korban. Seorang anggota keluarga korban mengambil sertifikat milik orangtuanya dan kemudian dipalsukan. Sertifikat yang palsu kemudian dikembalikan kepada pemilik dan yang asli dijadikan agunan untuk meminjam sejumlah uang.
Kelompok mafia berperan dalam proses pemalsuan dokumen dan menyamar sebagai orangtua dari yang mencuri sertifikat. Seolah-olah sertifikat yang dijadikan jaminan pinjaman diajukan langsung oleh pemilik.
Ada lagi trik operasi mafia tanah yang lebih rumit dan melibatkan oknum pemerintahan. Biasanya yang menjadi incaran adalah pemilik tanah, rumah atau properti yang hendak menjualnya. Atau juga pihak yang diwarisi dan berniat untuk menjual tanahnya.
Pelaku yang berperan sebagai pembeli mengelabui pemilik dengan cara membayar sejumlah uang muka dan meminjam SHM untuk diproses balik nama. Sertifikat dibalik nama berdasarkan data kependudukan yang direkayasa atau palsu. Hal ini dilakukan dengan melibatkan oknum pegawai kecamatan.
Pegawai kecamatan menggunakan peralatan di kantor untuk menyusun identitas palsu lengkap dengan KTP elektronik serta kartu keluarga. Kemudian identitas palsu dan sertifikat yang telah dibalik nama diajukan ke bank sebagai agunan pinjaman. Pelaku mendapat sejumlah uang tanpa diketahui siapa identitas aslinya.
Biasanya, setelah pelaku berhasil melancarkan aksinya, mereka mengembalikan sertifikat yang sudah dipalsukan kepada pemilik. Dengan beragam alasan, pelaku meninggalkan kesepakatan jual beli. Dalam beberapa kasus, pemilik tidak langsung menyadari bahwa telah menjadi korban mafia tanah.
Perampasan tanah
Tujuan lain mafia tanah beroperasi adalah untuk mengklaim tanah yang dari segi hukum seolah tampak legal. Cara yang dilakukan dengan membentuk dua kelompok yang berperan sebagai penggugat dan tergugat atas tanah sasaran yang disengketakan.
Sebelumnya telah disiapkan beragam berkas dan surat-surat yang menunjukkan seolah-olah ada dua pemilik yang saling sengketa. Kemudian pemeran penggugat melayangkan tuntutan ke pengadilan untuk memperkarakan konflik pertanahan.
Pada akhir sidang, salah satu pihak diputuskan sebagai pemenang. Dari sudut pandang hukum atau pengadilan hak kepemilikan tanah jatuh pada pihak yang menang. Namun, ini semua merupakan sandiwara dan pihak pemilik yang sesungguhnya tidak tahu-menahu soal perkara yang diskenariokan kelompok mafia tanah.
Masyarakat yang merasa dirugikan akibat kegiatan mafia tanah memiliki sarana untuk melaporkan dan memperkarakannya. Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyediakan layanan pengaduan di Kantor Pertanahan di tiap daerah.
Pengaduan
Pengaduan dapat dilayangkan oleh perseorangan, badan hukum, kelompok masyarakat, misalnya terkait dengan tanah adat, instansi pemerintah, serta pihak kementerian. Pengaduan dapat dilakukan sendiri ataupun dikuasakan kepada pihak yang dipercaya.
Terdapat empat jenis berkas yang perlu disiapkan untuk menyampaikan aduan. Pertama ialah identitas diri, kelompok, atau lembaga yang akan mengadu. Kemudian fotokopi bukti kepemilikan tanah, misalnya surat hak kepemilikan. Ketiga, berkas pendukung lainnya yang terkait dengan obyek sengketa. Terakhir, lampirkan uraian kronologi kasus secara jelas untuk bahan pemeriksaan kelayakan perkara.
Pihak BPN akan memeriksa dan menyeleksi perkara yang diajukan untuk diputuskan apakah termasuk dalam perkara perdata atau pidana. Proses ini sangat penting mengingat bahwa kelompok mafia tanah memiliki kemampuan untuk memanipulasi data dan tokoh-tokoh terkait untuk memalsukan perkara yang sesungguhnya tidak pernah terjadi.
Apabila kasus ditengarai mengandung pelanggaran pidana, akan diserahkan ke kepolisian untuk ditindaklanjuti. Bersama dengan BPN, polisi bekerja sama memberantas mafia tanah dengan membentuk Satgas Mafia Tanah.
Disampaikan oleh Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan (22/2/2021) bahwa Satgas Mafia Tanah telah dibentuk hingga tingkat provinsi sehingga pengusutan kasus sengketa pertanahan akibat mafia tanah dapat diselesaikan di tingkat Polda.
Ancaman aksi mafia tanah dapat mengincar siapa saja, baik perseorangan, kelompok masyarakat, maupun lembaga pemerintah. Ada baiknya jika masyarakat menyempatkan waktu untuk memeriksa apakah sertifikat yang dipegangnya adalah asli serta tidak bersengketa.
Terutama hal ini penting dilakukan oleh pihak yang melakukan jual-beli tanah atau properti, serta yang memiliki aset tanah dan sudah lama tidak memeriksa kondisi di lapangan. Masyarakat dapat melakukan pengecekan secara daring ataupun dengan berkunjung ke Kantor Badan Pertanahan perwakilan di daerah.
Biasanya, setelah pelaku berhasil melancarkan aksinya, mereka mengembalikan sertifikat yang sudah dipalsukan kepada pemilik.
Apabila hendak memeriksa secara luring, dapat mengunjungi loket layanan di Kantor Badan Pertanahan. Selain itu, juga disediakan perangkat KiosK yang biasanya terletak di lobi Kantor Badan Pertanahan. Pengecekan dilakukan berdasar kecocokan dokumen peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, serta dokumen buku tanah.
Pengecekan secara daring dapat dilakukan menggunakan aplikasi BPN Go Mobile yang dapat diunduh melalui telepon pintar. Ada juga aplikasi Sentuh Tanahku yang sudah tersedia untuk perangkat Android dan iOS. Fitur yang disediakan, antara lain, ialah info berkas, plot bidang tanah, info sertifikat, serta lokasi bidang tanah.
Kewaspadaan para pemilik tanah perlu ditingkatkan, terutama yang memiliki aset di wilayah dengan nilai jual tinggi, lokasi strategis, serta daerah kabupaten atau kota yang sedang pesat pembangunannya.
Agus Widjayanto menambahkan bahwa lahan basah bagi kelompok mafia tanah adalah di kota-kota besar serta di wilayah yang sedang banyak dilakukan pembangunan infrastruktur. Ibarat pepatah ada gula ada semut, di mana nilai tanah meningkat atau tinggi, akan jadi wilayah yang diincar mafia tanah. (LITBANG KOMPAS)