Keluarga Pegiat Konservasi Sumbar Sebut Kasus Kulit Harimau Sarat Kejanggalan
Proses penangkapan Yaparudin, pegiat konservasi di Sumatera Barat, diwarnai kejanggalan. Pihak keluarga mengindikasikan Yapar dijebak karena selama ini ia aktif melaporkan kejahatan lingkungan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN, YOLA SASTRA
·4 menit baca
PAINAN, KOMPAS — Pihak keluarga mendapati ada kejanggalan di balik penangkapan Yaparudin (38), pegiat konservasi yang ditangkap atas dugaan memperdagangkan kulit harimau sumatera. Keluarga mendesak aparat penegak hukum bersikap adil dan menangkap para pelaku di balik praktik tersebut.
Ayah Yapar, Zaibir Usman (63), mencurigai anaknya dijebak dalam kasus perdagangan kulit harimau. Sebelum terjadi penangkapan, Yapar berkontak dengan temannya yang bernama Yos.
Menurut Zaibir, Yos mendesak Yapar untuk mendapatkan kulit harimau. Kulit itu untuk dijual kepada seseorang di Kota Jambi. ”Yos juga yang memberikan kontak penyuplai kulit harimau. Ada dua orang,” kata Zaibir, yang ditemui Kompas di rumahnya di Nagari Tebing Tinggi Tapan, Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan, Pesisir Selatan, Minggu (7/5/2023) malam.
Yos mengiming-imingi Yaparudin bayaran Rp 15 juta jika berhasil. Saat itu, lanjut Zaibir, Yapar tengah mengalami kesulitan keuangan. Ketika dia menghubungi dua orang tadi, salah satunya menyanggupi untuk menyuplai kulit harimau. Kulit harimau didatangkan penyuplai dari Pekanbaru.
Pada Kamis (4/5/2023) pagi, kedua orang yang dihubungi sebelumnya datang menemui Yapar dan Yos di depan Hotel Mahkota, Sungai Penuh, menyerahkan kulit harimau. Yapar disuruh masuk hotel membawa karung. Setibanya Yapar masuk, mereka bertiga kabur. Polisi tiba di lokasi menggerebek Yapar.
”Sebelum ditangkap, Yaparudin masih bersama Yos dan dua penyuplai kulit harimau itu. Tiba-tiba ia ditinggal sendiri dan langsung ditangkap polisi. Bagi kami ini janggal,” ujarnya.
Ia mengindikasikan Yapar dijebak karena selama ini aktif melaporkan aktivitas ilegal perusakan hutan, termasuk yang melibatkan oknum-oknum aparat. Karena itu, ia berharap, aparat bersikap adil mengejar pelaku sebenarnya.
Perihal maraknya keterlibatan oknum aparat diamini Wira, petugas di Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat. Ia menilai selama ini Yapar diketahui aktif dalam menyuarakan temuan kejahatan lingkungan dalam taman nasional itu. Upayanya tak jarang berdampak positif menghentikan aktivitas-aktivitas penggergajian atau serkel kayu ilegal dan juga perambahan liar di wilayah Tapan.
”Sejak dia bersuara, sudah banyak serkel yang tutup. Kami khawatir, setelah kejadian ini, malah serkel mulai beraktivitas lagi,” ujarnya.
Ia menyebut ada sekitar 38 usaha pengolahan kayu yang beroperasi di sekitar Tapan, tetapi hutan rakyatnya tidak ada. Sumber kayu diduga kuat diambil dari taman nasional. Aktivitas pengolahan kayu itu juga diduga dibekingi oknum-oknum aparat. ”Bisa dipastikan kayu-kayunya diambil dari TNKS,” ujarnya.
Sejak Yapar dan masyarakat mitra konservasi aktif menyuarakan, usaha-usaha ilegal itu akhirnya berhasil ditutup. ”Petugas sempat kewalahan menghadapi mereka (oknum). Memang butuh masyarakat untuk bersuara juga,” tambahnya.
Sejak dia bersuara, sudah banyak serkel yang tutup. Kami khawatir, setelah kejadian ini, malah serkel mulai beraktivitas lagi.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat Haidir menyerahkan sepenuhnya pengusutan kasus itu kepada aparat. Ia pun berharap penyidik adil.
Menurut Haidir, sepak terjang Yaparudin terbilang aktif dan progesif membawa perubahan baik pada dunia konservasi di wilayah Tapan. Yapar berani bersuara jika ada temuan kejahatan lingkungan.
Tetapi, belakangan diketahui komunikasi Yapar dengan kepala resornya berjalan tidak baik sehingga kontraknya sebagai Masyarakat Mitra Polisi Hutan alias Mitra Konservasi di Balai Besar TNKS distop sejak Januari 2023.
”Alasannya, (Yapar) lebih banyak bergerak di luar kendali, padahal mestinya secara struktural terkomando,” ujar Haidir, Minggu.
Sebelumnya, kontrak kerja Yapar sebagai mitra konservasi pernah juga distop pada 2020. Kontrak dilanjutkan lagi pada 2021 hingga akhir 2022.
Sebelum ditangkap aparat Kepolisian Resor Kerinci, kata Haidir, pihaknya tidak pernah mendapatkan informasi terkait sepak terjang Yapar di perburuan ataupun perdagangan satwa liar. ”Kalau tindak pidana, selama ini belum pernah ada laporan,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Yapar tertangkap tangan hendak menjual kulit harimau sumatera di Kota Sungai Penuh, Jambi. Yaparudin, yang juga mantan anggota Masyarakat Mitra Polisi Hutan, telah ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman lima tahun penjara.
Yaparudin ditangkap tim Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Kerinci di depan Hotel Mahkota, Sungai Penuh, Kamis (4/5/2023) pukul 10.00. Ia kedapatan memegang kantong berisi kulit harimau sumatera sepanjang 2 meter. Dia diduga sedang menunggu pembeli.
Sebelumnya, Kepala Satreskrim Polres Kerinci Ajun Komisaris Edi Mardi Siswoyo mengatakan, penangkapan terhadap Yaparudin bermula dari informasi masyarakat yang menyebut akan ada transaksi jual-beli kulit harimau di sekitar lokasi penangkapan. Polisi lalu melakukan pemetaan dan mengecek lokasi. Yaparudin kemudian kedapatan sedang membawa kulit harimau tersebut.
Menurut Edi, hingga kini Yaparudin belum mau menjelaskan perbuatannya secara terbuka. Walakin, dari pengecekan jejak percakapan di ponsel pelaku, didapat informasi bahwa kulit harimau itu didapat dari seorang penjerat harimau di areal hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
”Kami sedang kembangkan untuk penangkapan (pelaku penjerat harimau). Tukang jerat ini posisinya di TNKS, tetapi belum tahu detailnya (masuk wilayah Sumbar atau Jambi),” ujarnya.