Tindak Pidana Perdagangan Orang yang Terus Berulang di NTB
Kasus Tindak pidana perdagangan orang masih terus berulang, termasuk di Nusa Tenggara Barat. Pada 2022, jumlah warga Indonesia yang menjadi korban TPPO di luar negeri meningkat lebih dari 100 persen dibandingkan 2021.
Delapan perempuan asal Nusa Tenggara Barat berhasil diselamatkan dari dugaan tindak pidana perdagangan orang pada Februari 2023. Keberhasilan tersebut layak mendapat apresiasi. Namun, itu bukan akhir. Masih butuh perjalan panjang untuk mencegah kejahatan transnasional yang justru semakin marak itu.
Enam orang tersangka yang menggunakan baju oranye dibawa ke area lobi Command Center Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Kamis (30/3/2023) siang. Hari itu mereka dihadirkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Ada yang berperan sebagai pekerja lapangan hingga agen lokal.
Baca juga: Tantangan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
Enam tersangka yang terdiri dari tiga perempuan dan tiga laki-laki itu berasal dari dua laporan terpisah, tetapi saling berkait. Hal itu karena dua tersangka lain yang masih diburu adalah sponsor kelima orang itu. Satu berada di Jakarta dan satu lagi di Turki.
Mereka ditangkap pada awal Maret 2023. Pengungkapan bermula dari pemulangan delapan perempuan yang diduga menjadi korban TPPO. Berdasarkan pemeriksaan, delapan perempuan asal Pulau Lombok dan Sumbawa itu mengaku awalnya dijanjikan bekerja sebagai terapis di Turki. Namun, kenyataannya, mereka dikirim ke Irak sebagai pekerja rumah tangga.
Sangat mudah bagi para tersangka ini meyakinkan calon tenaga kerja dan keluarganya. Tidak hanya dengan modus mengiming-imingi bisa kerja di luar negeri bergaji tinggi, juga uang jalan di awal atau uang fit.
”Satu orang modalnya Rp 19 juta. Untuk calon pekerjanya bisa Rp 7 juta sampai Rp 10 juta. Sisanya untuk operasional, termasuk tiket ke Jakarta, serta buat saya,” kata YH (43) yang berperan sebagai sponsor lokal. Dari satu orang calon tenaga kerja, ia bisa mendapat Rp 3 juta.
Baca juga: Nestapa Keluarga Pekerja Migran Indonesia
Padahal, menurut Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha, uang fit sebenarnya jeratan.
”Kesannya uang itu untuk meyakinkan keluarga kalau pekerjaan yang layak. Tetapi ternyata mereka diperdagangkan. Seperti kasus ini, ke Irak. Ketika mereka komplain kenapa ditempatkan di sini (bukan seperti yang dijanjikan di awal), agen bilang Anda sudah terima uang. Kalau komplain, (agen akan) minta uang dikembalikan,” ujarnya.
Berbagai modus
Judha mengatakan, Kementerian Luar Negeri menaruh perhatian besar terhadap kasus-kasus TPPO, bahkan menjadikan penanganan TPPO sebagai salah satu prioritas dalam perlindungan warga negara Indonesia.
Hal itu karena mereka mencatat, terjadi peningkatan kasus TPPO yang sangat tinggi. Pada 2021, jumlah warga negara Indonesia yang menjadi korban TPPO di luar negeri mencapai 361 kasus. Lalu pada 2022 kasus TPPO melonjak lebih dari 100 persen, yakni hingga 752 kasus.
Baca juga: Perlinduungan Pekerja Migran Indonesia : Menggantang Asap
”Itu menjadi peringatan bagi semua untuk berkontribusi menangani TPPO dengan tuntas. NTB menjadi salah satu perhatian bersama Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan NTT, ” kata Judha.
Khusus di NTB, dalam catatan Kompas, pengungkapan TPPO terus berulang. Sepanjang 2022, ada empat kasus yang mencuat.
Pada Januari 2022, Polda NTB membekuk dua warga asal Lombok Timur, yakni SH dan DH. Mereka diduga melakukan TPPO dengan tujuan Turki. Pada bulan yang sama, seorang perempuan asal Lombok Utara, YK (26), dipulangkan dari Arab Saudi karena diduga menjadi korban TPPO. Di negara itu, ia diduga disekap selama dua bulan.
Kesannya uang itu untuk meyakinkan keluarga kalau pekerjaan yang layak. Tetapi ternyata mereka diperdagangkan. (Judha Nugraha)
Lalu pada Juni 2022, Polda NTB juga menangkap tiga tersangka, yakni PJ (47), MN (42), dan HJ (48). Mereka diduga terlibat kasus TPPO dengan tujuan Polandia. Kemudian pada Desember 2022, IS ditangkap karena kasus dugaan TPPO dengan tujuan Arab Saudi.
Baca juga: Pengetahuan Publik dan Media tentang TPPO Masih Minim
Menurut Judha, perlu langkah-langkah sistemik dan masif untuk mencegah TPPO. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat untuk mewaspadai berbagai modus TPPO yang kerap terjadi.
Judha meminta masyarakat untuk berhati-hati terhadap tawaran bekerja ke luar negeri. ”Jangan percaya kalau ada tawaran sebagai pekerja rumah tangga ke Timur Tengah. Karena statusnya sampai saat ini masih memoratorium penempatan pekerja migran sektor domestik ke Timur Tengah,” katanya.
Selain itu, kata Judha, masyarakat juga diminta untuk tidak menerima uang fit atau uang jalan. Hal itu tidak lebih dari modus untuk meyakinkan keluarga. ”Di awal itu indah, dapat uang berjuta-juta. Tetapi itu sebenarnya bentuk penjeratan utang dan harus diwaspadai,” katanya.
Selain itu, masyarakat juga jangan berangkat ke luar negeri tanpa menggunakan visa kerja. Jika ada yang mengajak ke luar negeri menggunakan fasilitas bebas visa atau visa turis, kata Judha, berarti tanda-tanda percobaan TPPO.
Kemiskinan
Koordinator Pusat Bantuan Hukum Buruh Migran NTB, Muhammad Saleh, mengatakan, banyak celah yang dimanfaatkan oleh para calo atau agen, mulai dari terbatasnya informasi yang sampai ke masyarakat hingga masalah kemiskinan.
Baca juga: Cerita Korban TPPO di Kamboja: Saya Dipaksa Jadi Operator Penipuan Daring Menarget WNI
Dalam catatan Kompas, sebagian besar korban TPPO berasal dari keluarga menengah ke bawah. Kondisi ekonomi keluarga memaksa mereka nekat ke luar negeri meski secara ilegal.
”Pekerjaan sedikit, kebutuhan makin banyak, juga harga-harga semakin meningkat. Di sana kemudian calo dengan manisnya mengambil peran,” kata Saleh.
Tetapi tidak hanya korban, para tersangka juga didesak kebutuhan ekonomi keluarga. IM (50) misalnya. Warga Sumbawa Besar yang jadi salah satu tersangka dalam kasus TPPO yang diungkap Polda NTB awalnya bekerja sebagai petambang emas ilegal. Sampingannya, ia menarik ojek.
Baca juga: Menolak Kriminalisasi Korban Perdagangan Orang
Namun, kedua pekerjaan itu tidak cukup baginya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga ia menerima tawaran YH menjadi pekerja lapangan untuk merekrut calon pekerja migran di daerahnya.
Menurut Judha, pemerintah menyadari jika alasan ekonomi atau tekanan ekonomi di dalam negeri menjadi pemicu utama migrasi ke luar negeri.
”Tetapi bukan lantas melarang bekerja ke luar negeri. Silakan karena itu adalah hak setiap warga untuk meningkatkan kesejahteraan. Asalkan ikut jalur yang benar. Kalau kita memaksakan diri, tetapi sudah tahu ada modus-modus TPPO, bukannya untung, malah buntung,” kata Judha.
Judha mengatakan, upaya itu dilakukan untuk melindungi warga Indonesia. Jangan sampai berbagai cerita sedih tentang pekerja migran Indonesia yang menjadi korban terus berulang.
Menurut Judha, ke depan, tiga strategi penangan akan terus dijalankan bersama berbagai pihak, terkait termasuk penegak hukum. Mulai dari perlindungan korban di mana saat ada kasus, Kementerian Luar Negeri dan perwakilan RI menyelamatkan dan memulangkan mereka. Selain itu, penegakan hukum akan terus dilakukan. Juga pencegahan dari hulu.