Pekerja Migran Diduga Sengaja Ditenggelamkan untuk Kelabui Aparat
BP2MI mengungkap, sindikat perdagangan orang diduga menenggelamkan perahu pekerja migran untuk mengelabui aparat. Sejak Desember 2021, sedikitnya 44 pekerja migran tewas dan 76 orang hilang karena perahunya tenggelam.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Sindikat perdagangan orang diduga sengaja menenggelamkan perahu pekerja migran untuk mengelabui aparat. Indikasi itu diperoleh tim Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang menginvestigasi kasus tewasnya 22 pekerja migran Indonesia di perairan Johor, Malaysia, akhir tahun 2021 lalu.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani di Batam, Kamis (30/3/2023), mengatakan, indikasi itu merupakan temuan tim investigasi BP2MI yang dipimpin Inspektur Jenderal Achmad Kartiko, Deputi Bidang Penempatan Pelindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah BP2MI. Menurut Benny, laporan tersebut telah disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Pada 15 Desember 2021, perahu yang mengangkut 64 pekerja migran Indonesia tanpa dokumen tenggelam di perairan Johor. Sebanyak 22 orang tewas dan 29 hilang. Peristiwa itu merupakan kecelakaan perahu pekerja migran yang terburuk dalam tujuh tahun terakhir.
Benny menuturkan, dalam peristiwa itu, sindikat perdagangan orang diduga sengaja mengorbankan salah satu perahu mereka untuk ditenggelamkan agar menarik perhatian aparat. Dengan begitu, mereka dapat meloloskan perahu lain yang membawa lebih banyak pekerja migran tanpa dokumen.
”Kalau indikasi tersebut nantinya terbukti, itu merupakan kejahatan yang sangat biadab,” kata Benny.
Setidaknya ada dua cara yang digunakan sindikat untuk menyelundupkan pekerja migran dari Batam ke Malaysia. Cara pertama adalah mengirimkan pekerja migran tanpa dokumen menggunakan perahu lewat pelabuhan gelap atau yang sering disebut pelabuhan tikus.
Dalam catatan Kompas, sejak Desember 2021, terjadi tujuh kali peristiwa tenggelamnya perahu ilegal pengangkut pekerja migran di perairan timur Sumatera. Sedikitnya 44 pekerja migran tewas dan 76 orang hilang.
Peristiwa terakhir terjadi di perairan Batam pada 14 November 2022. Tujuh orang tewas dalam insiden itu, termasuk seorang anak berusia 3 tahun.
Aktivis kemanusiaan di Batam, Chrisanctus Paschalis Saturnus, mengatakan, indikasi sindikat yang sengaja menenggelamkan pekerja migran untuk mengelabui aparat itu sudah lama diketahui para aktivis. Modus serupa biasanya juga dilakukan pelaku untuk menghilangkan barang bukti saat disergap aparat.
”Saya tidak terkejut BP2MI menemukan dugaan tersebut karena informasi semacam itu sebenarnya sudah lama beredar. Yang penting sekarang adalah bagaimana menghukum dalang di balik sindikat itu untuk menghentikan kejahatan mereka,” kata Paschalis yang merupakan imam Katolik, Jumat (31/3/2023).
Ia menambahkan, sindikat penempatan ilegal pekerja migran di Batam menggurita hingga ke kantong daerah asal pekerja migran di Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Warga empat daerah itu yang paling sering menjadi korban tenggelamnya perahu pekerja migran di perairan timur Sumatera.
Sindikat perdagangan orang diduga sengaja mengorbankan salah satu perahu mereka untuk ditenggelamkan agar menarik perhatian aparat.
Oknum aparat
Adapun cara kedua yang dipakai sindikat perdagangan orang untuk menyelundupkan pekerja migran adalah bekerja sama dengan aparat lewat pelabuhan resmi. Paschalis pernah membantu Kompas dan sejumlah media untuk mengungkap hal ini pada akhir 2022.
Sedikitnya 200 pekerja migran setiap hari diberangkatkan secara ilegal menggunakan dua feri dari Pelabuhan Feri Internasional Batam Centre menuju Tanjung Pengelih, Malaysia. Salah satu penyelundup yang ditemui Kompas mengaku menyetor kepada aparat sebanyak Rp 300.000 per pekerja migran yang berhasil diberangkatkan.
”Kami berani mengatakan (memang) ada oknum yang bermain. Mereka harus dijadikan musuh bersama. Mereka layak diberi label penjahat negara karena mereka mencari uang dengan menjual anak bangsa sendiri dan memperdagangkan manusia. Ini kejahatan yang tidak bisa ditoleransi,” kata Benny menanggapi hal itu.
Berdasarkan data BP2MI, jumlah pekerja migran Indonesia di luar negeri sebanyak 4,2 juta orang. Namun, berdasarkan data Bank Dunia, jumlah pekerja migran Indonesia di luar negeri mencapai 9 juta orang.
Menurut Benny, ada 4,4 juta pekerja migran yang tidak tercatat. Mereka kemungkinan besar merupakan korban penempatan ilegal oleh sindikat. Ia juga menyebut ada oknum aparat yang berkongsi dengan mafia perdagangan orang.
Pekerja migran yang berangkat secara nonprosedural akan minim mendapat perlindungan dan rawan mengalami kekerasan. Dalam tiga tahun terakhir, ada sekitar 3.700 pekerja migran yang dipulangkan ke Indonesia dalam keadaan sakit atau luka akibat kekerasan.
”Selain itu, ada 1.700 peti mati pekerja migran yang masuk ke Tanah Air,” ujar Benny.
Pada 30 Maret 2023, Benny bertemu dengan Kepala Polda Kepri Inspektur Jenderal Tabana Bangun. Seusai pertemuan, Benny mengatakan, mereka berdiskusi mengenai sejumlah modus penempatan ilegal pekerja migran yang marak di Kepri serta strategi pemerintah dan aparat untuk mencegahnya.
Lewat pernyataan tertulis, Tabana menyatakan, Polda Kepri berkomitmen memberantas mafia penempatan ilegal pekerja migran. Meskipun hal itu tidak mudah, Tabana meyakini sindikat penempatan pekerja migran dapat diberantas jika terjalin kerja sama dengan aparat dan pemerintah di daerah asal pekerja migran.
”Saya sepakat dengan BP2MI, kami berkomitmen untuk memberantas penempatan ilegal pekerja migran. Polda Kepri akan memutus mata rantai sindikat yang memakan banyak korban. Peristiwa tersebut tak boleh dibiarkan terjadi terus-menerus,” kata Tabana, Kamis (30/3/2023).