"Jalan Tol" Pemberangkatan Pekerja Migran Non Prosedural di Batam
Sebagian penumpang kapal dari Pelabuhan Internasional Batam Centre, Batam, ke Tanjung Pengelih, Malaysia, diduga pekerja migran Indonesia nonprosedural. Petugas terkait tak berbuat banyak menghentikan mereka.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS-Sejak Mei 2022, sedikitnya 200 pekerja migran Indonesia setiap hari diberangkatkan secara nonprosedural menggunakan dua kapal feri dari pelabuhan internasional di Batam, Kepulauan Riau, menuju Tanjung Pengelih, Malaysia. Petugas terkait di pelabuhan di Batam tak berbuat banyak mencegah pekerja migran Indonesia berangkat ke Malaysia tak sesuai dengan prosedur resmi.
Temuan ini berawal dari laporan aktivis pekerja migran di Batam, RD Chrisanctus Paschalis, yang menumpang kapal feri MV Allya Express 3, Selasa (6/12/2022). Saat itu, kapal dari Pelabuhan Internasional Batam Centre mengangkut 140 calon pekerja migran Indonesia tanpa dokumen kerja resmi ke Pelabuhan Feri Tanjung Pengelih.
Mereka masuk Malaysia hanya berbekal paspor. Padahal, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mengamanatkan, selain paspor, calon pekerja migran Indonesia juga harus memiliki visa kerja, perjanjian kerja, dan lima dokumen lainnya.
”Petugas imigrasi membiarkan pekerja migran Indonesia yang mengaku pelancong berangkat ke Malaysia begitu saja. Aneh. Petugas seharusnya tahu tidak mungkin ada pelancong ke Malaysia lewat Tanjung Pengelih,” kata Paschalis, Sabtu (10/12).
Tanjung Pengelih jauh dari pusat keramaian di Semenanjung Malaysia. Waktu tempuh Tanjung Pengelih ke Johor Bahru sekitar 1 jam menggunakan bus, serta ke Kuala Lumpur sekitar 4 jam. Warga negara Indonesia yang ingin melancong ke Malaysia pasti masuk melalui Pelabuhan Feri Stulang Laut atau lewat Pelabuhan Feri Pasir Gudang.
Paschalis mengatakan, para pekerja migran tanpa dokumen diloloskan karena petugas berkoordinasi dengan sindikat yang memberangkatkan mereka. Dalam manifes (daftar) penumpang kapal ada empat kode rahasia di belakang nomor tiket para penumpang kapal feri tujuan Tanjung Pengelih, meliputi OD, BCK, SY, dan RS, inisial empat penyelundup pekerja migran Indonesia.
”Petugas imigrasi pegang manifes penumpang kapal. Begitu dia lihat kode di belakang nomor tiket, langsung dicap paspor mereka,” ujar Paschalis.
Kompas ke Malaysia, Minggu (11/12), lewat rute Paschalis. Saat itu, jumlah penumpang kapal MV Dolphin 5 dari Batam ke Tanjung Pengelih hanya sembilan orang. Lima di antaranya warga negara Malaysia.
Di ruang tunggu keberangkatan Pelabuhan Internasional Batam Centre, seorang penumpang, SY, menilai hal itu tak seperti biasanya. Menurut dia, kapal ke Tanjung Pengelih biasanya penuh sesak.
Ia lalu bertanya kepada anak buah kapal (ABK) MV Dolphin 5. ”Imigrasi sedang ada operasi,” ujar ABK itu singkat.
Sampai di Pelabuhan Feri Tanjung Pengelih, Malaysia, EV, penumpang tujuan Batam, membenarkan cerita SY. Kapal dari Batam menuju Pengelih tak pernah sepi penumpang.
Menurut dia, sekitar 90 persen penumpang kapal Allya dan Dolphin ke Tanjung Pengelih adalah pekerja migran nonprosedural. EV menambahkan, selalu ada dua bus yang siaga di Tanjung Pengelih untuk mengangkut ratusan pekerja migran itu ke Kuala Lumpur.
Tak tertutup kemungkinan mereka juga terlibat, (bisa) dari oknum pengelola pelabuhan, polisi, imigrasi, ataupun BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia). (Lagat Siadari)
Pada Kamis (15/12), salah satu penyelundup yang ditemui Kompas mengonfirmasi, pemberangkatan pekerja migran nonprosedural menggunakan kapal feri rute Batam-Tanjung Pengelih berlangsung sejak Mei 2022. Dia mengaku menyetor Rp 300.000 per pekerja migran Indonesia nonprosedural yang diberangkatkan. Setoran diberikan kepada petugas minggu lewat perantara.
Mengkhawatirkan
Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri Lagat Siadari menyatakan kerap mendengar laporan mengenai Pelabuhan Batam Centre untuk memberangkatkan pekerja migran nonprosedural. ”Tak tertutup kemungkinan mereka juga terlibat, (bisa) dari oknum pengelola pelabuhan, polisi, imigrasi, ataupun BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia),” ucap Lagat, Selasa (13/12).
Pelabuhan Feri Internasional Batam Centre dikelola PT Synergy Tharada. Manajer Operasional Sinergy Tharada Nika Astaga, Selasa (13/12), menolak menjawab pertanyaan mengenai dugaan pemberangkatan pekerja migran Indonesia nonprosedural lewat Batam Centre ke Tanjung Pengelih.
Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi Batam Tessa Harumdila, Kamis (15/12), mengaku tak tahu rute feri dari Pelabuhan Batam Centre ke Tanjung Pengelih. ”Saya tanya Kepala Seksi Pemeriksaan di (Pelabuhan) Batam Centre, Pengelih saja dia tak tahu,” kata Tessa.
Kepala Polsek Kawasan Pelabuhan Ajun Komisaris Awal Sya’ban Harahap, Rabu (14/12), mengatakan, pihaknya telah menangkap anggota sindikat RS. Empat anggota RS ditangkap awal November 2022. ”Jika ada anggota polsek yang bermain, laporkan saja. Saya tindak,” kata Awal.
Kepala Badan Pelayanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Kepri Amingga Primastito mengatakan pernah mendengar rute kapal feri Batam Centre-Tanjung Pengelih untuk memberangkatkan pekerja migran nonprosedural. ”Dari (kapasitas kapal) 168 orang, kalau kita lihat yang tujuan Tanjung Pengelih, bisa jadi lebih dari 100 orang adalah pekerja migran nonprosedural,” kata Amingga.
Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Fadhly Harahap menjelaskan, Kemenaker bersama lembaga terkait bekerja bahu-membahu mencegah pengiriman nonprosedural.