Nestapa Warga Pantura Timur Jateng akibat Banjir yang Terus Berulang
Selama tiga bulan terakhir, banjir melanda sejumlah kabupaten di kawasan pantura timur Jawa Tengah. Banjir yang terus berulang itu menghadirkan nestapa bagi warga.

Warga menumpang kendaraan bak terbuka saat melintasi banjir di Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Jumat (17/3/2023). Sedimentasi beberapa sungai dinilai menjadi salah satu penyebab banjir di sejumlah wilayah pantura timur Jateng.
Selama tiga bulan terakhir, banjir melanda sejumlah kabupaten di kawasan pantai utara bagian timur Jawa Tengah. Banjir yang terus berulang itu menghadirkan nestapa bagi warga. Para petani merugi karena sawahnya puso, pemilik usaha kehilangan pendapatan, dan masyarakat tak bisa beraktivitas dengan leluasa.
Terik sinar matahari tak membuat Radiman (52) beranjak dari tengah sawah, Kamis (16/3/2023) siang. Lelaki itu tampak sibuk membersihkan sawahnya yang berlokasi di Desa Gebang, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, Jateng, dari sampah sisa banjir dan hama-hama penganggu tanaman.
Sawah dengan luas sekitar 0,5 hektar itu terendam banjir sejak awal tahun 2023. Banjir baru benar-benar surut pada pekan ke-11. Akibatnya, tanaman padi yang harusnya bisa dipanen pada pertengahan Februari itu puso. Padahal, Radiman sudah mengeluarkan ongkos produksi Rp 10 juta. Jumlah itu belum termasuk biaya sewa lahan Rp 12 juta per tahun.
”Saya pusing memikirkan nanti anak dan istri makan apa, bayar sewa lahan bagaimana, modal produksi untuk musim tanam selanjutnya bagaimana. Nasib jadi wong kere, ya, begini,” ucap Radiman sambil tertawa getir.

Sejumlah petani kembali menanam padi setelah lahan mereka tergenang banjir dalam beberapa pekan ini di Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis (16/3/2023).
Ini bukan kegagalan panen pertama yang dialami Radiman. Pada 2021 dan 2022, Radiman pernah melalui musibah yang sama. Kerugian yang harus ditanggung mencapai puluhan juta.
”Kalau dibilang kapok, saya kapok, kapok banget malah. Tapi, bagaimana lagi? Saya tidak punya pilihan lain selain bertani. Wong saya bisanya, ya, cuma bertani,” imbuhnya.
Radiman pernah berikhtiar menjajal pekerjaan lain, yakni berternak. Pada awal 2022, dia membeli dua sapi dengan uang pinjaman dari saudaranya. Namun, dua sapi itu terserang penyakit mulut dan kuku pada pertengahan 2022. Satu sapi milik Radiman mati. Satu sapi lain masih hidup sampai sekarang, tapi kondisinya sangat kurus karena sakit-sakitan.
Baca juga: Petani Pantura Jateng Rugi Miliaran Rupiah akibat Banjir
Radiman mengatakan, banjir sudah langganan terjadi di wilayahnya sejak tahun 2000. Namun, saat itu, banjir tidak terjadi setiap tahun dan tidak pernah berlangsung lama, yakni kurang dari satu minggu.
Sejak tahun 2014, banjir kian parah. Lahan yang terendam semakin luas dan waktu surutnya lebih lama, mencapai satu hingga dua minggu. Mulai tahun 2021, banjir disebut Radiman sudah seperti agenda rutin. Genangan air juga kian lama surut, mencapai lebih dari satu bulan.

Pengendara sepeda motor melintas dengan latar belakang banjir yang menggenangi lahan pertanian selama beberapa bulan ini di Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis (16/3/2023).
Banjir di kawasan pantura timur Jateng bukan hanya terjadi di Pati. Di Kabupaten Kudus, banjir juga merendam banyak lahan pertanian. Berdasarkan catatan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kudus, pada Oktober-Desember 2022, luas lahan pertanian yang terendam banjir sekitar 2.000 hektar. Angka itu sekitar 16 persen dari total lahan pertanian di Kudus yang luasnya sekitar 12.000 hektar.
Balai Perlindungan Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng mencatat, lahan tanam padi di Jateng yang terendam banjir pada Januari-Februari 2023 seluas 28.787 hektar. Dari jumlah itu, 17.099 hektar di antaranya puso. Pati dan Kudus menjadi dua daerah dengan luasan lahan puso terbanyak.
Perekonomian terganggu
Banjir tidak hanya mengganggu pertanian, tetapi juga aktivitas perekonomian masyarakat. Isna (26), warga Desa Jati Wetan, Kecamatan Jati, Kudus, misalnya, terpaksa menutup tempat usaha penitipan kendaraan miliknya selama sekitar dua minggu akibat banjir. Akibatnya, ia kehilangan potensi pendapatan hingga Rp 840.000.
Tempat usaha Isna berada di pinggir jalan pantura Kudus. Letaknya sekitar 400 meter dari Sungai Wulan. Dari tempat Isna sampai di pinggir sungai, setidaknya ada 12 tempat usaha lain. Seluruhnya disebut Isna tutup selama dua pekan terakhir karena banjir dengan ketinggian mencapai 0,5 meter tersebut.
”Dalam tiga bulan ini, banjir sudah dua kali terjadi. Banjir pertama pada awal Januari. Saat itu butuh waktu sekitar dua minggu sampai banjirnya surut. Banjir kedua terjadi awal Maret, baru surut dua hari lalu. Kemarin kami bersih-bersih seharian, jadi hari ini penitipan kendaraannya bisa beroperasi lagi,” kata Isna saat ditemui pada Jumat (17/3/2023).
Baca juga: Sembilan Hari Dilanda Banjir, Ratusan Warga Kudus dan Pati Masih Mengungsi

Aliran Sungai Wulan yang membentang melintasi sejumlah wilayah di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Jumat (17/3/2023).
Seingat Isna, banjir besar sudah tiga kali melanda rumahnya dalam sembilan tahun terakhir. Banjir besar itu terjadi pada 2014, 2022, dan 2023. Banjir paling parah pada 2014. Kala itu, ribuan orang mengungsi, termasuk Isna dan keluarganya.
”Penyebabnya karena Sungai Wulan semakin dangkal akibat sedimentasi. Saat hujan deras, air dari permukiman tidak bisa dialirkan ke sungai karena sungai sudah penuh. Jadi, pintu air ditutup. Kalau pintu airnya dibuka, dikhawatirkan air dari sungai masuk ke permukiman,” ujar Isna.
Baca juga: Tanggul Sungai Sepanjang 23 Kilometer di Jateng Kritis
Saat Isna merasa lega karena banjir yang menggenangi wilayahnya surut, Suswarni (54) masih harus beraktivitas di tengah kubangan banjir. Warga Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kudus, itu tak henti merapal doa supaya banjir di wilayahnya segera surut.
”Pekan lalu anak saya sampai harus naik perahu karet ke sekolah karena jalan menuju sekolahnya terendam banjir dengan ketinggian sekitar 60 cm. Perahu karetnya disediakan oleh kepolisian untuk mengangkut anak-anak sekolah yang sedang menjalani ujian tengah semester,” tutur Suswarni.
Sebelum ada perahu karet, anak Suswarni yang duduk di bangku kelas 4 SD itu mengikuti kegiatan belajar-mengajar dari rumah.

Sarmini bersama entok peliharaannya saat berada di rumahnya yang masih tergenang banjir di Desa Kasiyan, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis (16/3/2023).
Di Desa Kasiyan, Kecamatan Sukolilo, Pati, banjir yang merendam permukiman warga juga mengganggu kesehatan Sarmi (60). Kedua kakinya terserang penyakit kulit karena sudah tiga bulan terakhir ia beraktivitas di tengah banjir.
”Sudah diobati pakai salep, tapi tidak kunjung sembuh karena setelah (kaki saya) diolesi obat tetap dipakai untuk beraktivitas di tengah banjir,” kata Sarmi.
Lahan tanam padi di Jateng yang terendam banjir pada Januari-Februari 2023 seluas 30.922 hektar.
Kerusakan
Ketua Forum Daerah Aliran Sungai Kawasan Muria, Hendy Hendro Hadi Sridjono, menuturkan, banjir di Pati dan Kudus tahun ini terjadi karena curah hujan yang tinggi dan kondisi saluran drainase yang tidak memadai. Faktor lainnya adalah pendangkalan sungai karena dipenuhi oleh sedimentasi dari kawasan pegunungan yang lahannya rusak.
Kerusakan lahan disebut Hendy terjadi di lereng Pegunungan Kendeng dan Muria. Di Pegunungan Muria, lahan kritisnya diperkirakan Hendy 20-30 persen.
”Yang harus dikhawatirkan itu kerusakan di Pegunungan Kendeng Utara. Di sana pengelolaan lahannya tidak mengindahkan kaidah konservasi. Tanaman-tanaman keras yang bisa menahan air ditebangi, diganti dengan tanaman semusim, seperti jagung atau ketela,” ujar Hendy yang juga dosen Fakultas Pertanian Universitas Muria Kudus.

Lahan pertanian jagung yang mendominasi area Pegunungan Kendeng di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis (16/3/2023).
Hendy menyebut, harus segera ada penanaman kembali tanaman-tanaman keras untuk mencegah kerusakan semakin parah. Jika tidak ada upaya merehabilitasi daerah hulu, banjir di kawasan pantura timur Jateng dinilai tidak akan pernah bisa diatasi.
Selain itu, penambangan galian C di Pegunungan Kendeng juga diharapkan Hendy bisa dihentikan. Sebab, penambangan juga berkontribusi terhadap kerusakan wilayah hulu.
Dalam beberapa kesempatan, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo juga mengakui adanya kerusakan alam di Pengunungan Kendeng akibat konversi tanaman dari tanaman keras ke tanaman semusim. ”Menurut saya, ini mesti ditata bareng-bareng. Kalau tidak, kita akan mengalami situasi yang buruk,” katanya.