Petani Pantura Jateng Rugi Miliaran Rupiah akibat Banjir
Ribuan petani di pantura Jawa Tengah gagal panen dan merugi hingga miliaran rupiah akibat banjir yang merendam wilayah mereka. Selain itu, mereka juga masih harus berhadapan dengan organisme pengganggu tanaman atau hama.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
KUDUS, KOMPAS — Banjir yang terjadi sejak awal tahun 2023 mengakibatkan ribuan hektar lahan pertanian di sejumlah daerah di kawasan pesisir utara Jawa Tengah terendam. Kondisi itu memicu gagal panen. Kerugian yang harus ditanggung para petani akibat kejadian itu mencapai miliaran rupiah.
Hingga akhir Februari, sejumlah wilayah di Kabupaten Kudus dan Pati dilaporkan masih terendam banjir. Selain merendam permukiman, banjir yang terjadi akibat cuaca buruk serta jebolnya tanggul sungai itu turut menggenangi lahan pertanian masyarakat.
Berdasarkan catatan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kudus, luasan lahan pertanian yang terendam banjir sekitar 2.000 hektar. Angka itu sekitar 16 persen dari total 12.000 hektar luasan lahan pertanian di Kudus. Lahan pertanian seluas 2.000 hektar itu mayoritas ditanami padi. Lahan-lahan itu milik sekitar 8.000 petani.
”Lahan pertanian yang terendam banjir berada di empat kecamatan, yakni Kecamatan Undaan, Mejobo, Jekulo, dan Kaliwungu. Dari 2.000 lahan yang terendam itu, sudah dipastikan 90 persennya gagal panen,” kata Ketua KTNA Kudus Hadi Sucahyono, Selasa (28/2/2023).
Hadi mengatakan, tanaman padi yang terdampak banjir mayoritas berusia 90 hari. Dalam usia tersebut, bulir-bulir padi mulai terisi. Oleh karena terendam banjir selama lebih dari 1,5 bulan, bulir-bulir padi itu membusuk dan tidak bisa dipanen.
Gagal panen membuat para petani menderita kerugian berkisar Rp 6 juta-Rp 7 juta setiap hektar. Jika ditotal, kerugian yang harus ditanggung oleh ribuan petani pemilik 2.000 hektar lahan itu sebesar Rp 12 miliar-Rp 14 miliar.
Banjir pada awal 2023 disebut Hadi sebagai dampak terburuk dalam 15 tahun terakhir. Sebelumnya, banjir besar pernah melanda Kudus pada tahun 2008 akibat jebolnya tanggul Sungai Juana. Kala itu, luasan lahan pertanian yang terdampak mencapai 7.000 hektar.
Tanaman padi yang terdampak banjir mayoritas berusia 90 hari. Dalam usia tersebut, bulir-bulir padi mulai terisi. Oleh karena terendam banjir selama lebih dari 1,5 bulan, bulir-bulir padi itu membusuk dan tidak bisa dipanen.
Sementara itu, banjir juga melanda belasan desa di Kabupaten Pati. Salah satu desa yang terdampak adalah Desa Jambean Kidul di Kecamatan Margorejo. Di wilayah itu, banjir merendam lahan pertanian sejak November 2022.
”Pada November, luasan lahan yang terendam sekitar 50 hektar. Jumlah itu terus meluas pada Desember menjadi 200 hektar, Januari menjadi 300 hektar, dan bulan ini mencapai 400 hektar,” ucap Kamelan (50), petani di Desa Jambean Kidul.
Kamelan menyebut sekitar 400 hektar lahan tersebut masih terendam pada Selasa. Pria yang juga Ketua Serikat Petani Pati itu memperkirakan, air baru benar-benar surut pada April mendatang. Kondisi itu membuat risiko gagal panen tidak bisa dihindari.
Hama
Di Desa Jambean Kidul, petani tidak hanya merugi karena lahannya terendam, tetapi juga karena hama tikus. Hama tikus biasanya hidup di gorong-gorong sungai. Saat air sungai meluap, tikus-tikus tersebut berlari menyelamatkan diri ke lahan pertanian warga yang tidak terendam air. Di lahan itu, tikus merusak padi.
”Akibat banjir dan serangan hama tikus, produktivitas tanaman padi menurun. Jika normalnya 1 hektar bisa menghasilkan 9 ton gabah, akibat terendam banjir dan serangan tikus, panennya hanya 0,5-3 ton per hektar,” ujar Kamelan.
Kerugian yang dialami petani pemilik 400 hektar lahan yang gagal panen itu, menurut dia, beragam, tergantung usia tanaman. Petani yang tanamannya berusia kurang dari sebulan merugi Rp 5 juta-Rp 7 juta per hektar. Petani dengan usia tanaman padi satu hingga dua bulan merugi berkisar Rp 7 juta-Rp 10 juta per hektar. Adapun, jika tanaman berusia tiga bulan hingga jelang panen, kerugian yang dialami mencapai Rp 10 juta-Rp 12 juta per hektar.
Balai Perlindungan Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng mencatat, luas lahan tanam padi pada Januari-Februari 2023 adalah 141.479 hektar. Dari jumlah tersebut, 30.922 hektar terendam banjir dan 21.146 hektar di antaranya puso.
Kepala Balai Perlindungan Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Francisca Herawati Prarastyani mengatakan, normalisasi saluran air di sekitar lahan pertanian perlu dilakukan untuk mencegah banjir. Selain itu, normalisasi saluran juga penting untuk mengurangi genangan atau mempercepat surutnya genangan di lahan pertanian. Penggunaan benih yang tahan terhadap air juga disarankan.
Sementara itu, upaya pencegahan organisme pengganggu tanaman (OPT) juga terus digalakkan. Sebelum OPT menyerang atau saat serangannya masih di bawah ambang, penyemprotan cairan pencegah hama yang terbuat dari bahan hayati dilakukan.
”Kalau serangannya sudah melebihi ambang batas, kami sarankan menggunakan cairan kimia. Hal ini untuk mencegah perluasan penyebaran hama,” tutur Herawati.