Tanggul Sungai Sepanjang 23 Kilometer di Jateng Kritis
Tanggul sungai dan daerah aliran sungai di Jateng berada dalam kondisi kritis. Hal itu berpotensi memicu banjir. Sementara itu, banjir terjadi di Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, dan Jepara pada Kamis siang.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·5 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Tanggul-tanggul sungai di sejumlah wilayah di pesisir pantai utara Jawa Tengah dalam kondisi kritis. Kondisi itu berbahaya karena tanggul yang kritis bisa jebol dan menyebabkan air sungai limpas. Perbaikan tanggul kritis terus diupayakan untuk melindungi masyarakat dari intaian risiko banjir.
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana rutin mengecek dan mendata kondisi tanggul sungai di wilayahnya. Berdasarkan pendataan yang dilakukan tahun 2022 di 2.344 sungai yang memiliki total panjang 7.383 kilometer, diketahui ada 42 kilomter tanggul sungai yang berada dalam kondisi kritis.
Kepala BBWS Pemali-Juana Muhammad Adek Rizaldi mengatakan, tanggul sungai kritis ditandai dengan adanya retakan atau rekahan di badan tanggul. Di bagian dalam tanggul biasanya terdapat longsoran. Tanggul yang sudah hilang atau tidak kelihatan juga dikategorikan sebagai tanggul kritis.
Mayoritas tanggul yang kritis tidak berada di induk sungai atau sungai orde pertama, tetapi di cabang dan subcabang sungai atau yang biasa disebut sungai orde kedua, ketiga, dan seterusnya. Hal ini berarti kebanyakan tanggul kritis berada di sungai-sungai kecil.
”Tanggul kritis ini ada di wilayah Jratunseluna yang terbentang dari Kendal sampai ke Rembang, tetapi yang paling banyak di Kudus, Pati, dan Jepara. Dari 42 kilometer tanggul yang kritis, sudah kami tangani 19 kilometer,” kata Adek di Kota Semarang, Kamis (23/2/2023).
Menurut Adek, belum semua tanggul kritis bisa ditangani karena beberapa kendala, misalnya titik kritisnya terlalu besar sehingga membutuhkan dana yang besar pula. Tanggul kritis yang belum tertangani itu diusulkan BBWS Pemali-Juana dalam program penanganan permanen ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Di samping penanganan permanen, normalisasi sungai juga turut diusulkan.
Sebelumnya, tanggul Sungai Piji di Kecamatan Mejobo, Kudus, yang kondisinya kritis, jebol. Akibatnya, empat kecamatan, yakni Kecamatan Mejobo, Jati, Bae, dan Kaliwungu, dilanda banjir dengan ketinggian mencapai 2,5 meter.
Tanggul Sungai Piji jebol di tiga titik dua desa di Kecamatan Mejobo. Di Desa Golantepus, tanggul yang jebol memiliki panjang 25 meter. Sementara itu, di Desa Kesambi ada dua titik tanggul Sungai Piji yang jebol dengan panjang 10 meter dan 20 meter.
Sungai kita tidak cukup kalau untuk menampung 70 persen air hujan. Kondisi ini masih ditambah sedimentasi.
Selain tanggul kritis, BBWS Pemali-Juana juga menangani sungai yang mendangkal akibat sedimentasi. Penanganan sedimentasi dilakukan dengan cara dikeruk. Kendati demikian, pengerukan sedimentasi itu bukan upaya yang bersifat jangka panjang. Tanpa perubahan perilaku, sedimentasi akan kembali terjadi dalam kurun waktu tiga tahun setelah dikeruk.
Adek menuturkan, sedimentasi dipicu sampah atau tanah yang terbawa air hujan ke sungai. Tanah yang terbawa air sampai ke sungai biasanya berasal dari wilayah hulu sungai ataupun daerah resapan air. Tanah di tenpat-tempat itu tergerus air hujan lantaran minimnya pepohonan berbatang dan berakar keras yang mampu menghalau air hujan. Hal itu karena masifnya alih fungsi lahan atau penggantian tanaman dari tanaman keras ke tanaman semusim di wilayah hulu.
Idealnya, air hujan yang turun di daratan masuk ke daerah resapan sebanyak 70 persen dan masuk ke sungai 30 persen. Kendati demikian, kondisinya kini terbalik. Sebanyak 70 persen air hujan langsung mengalir ke sungai, sementara 30 persennya terserap di tanah.
”Sungai kita tidak cukup kalau untuk menampung 70 persen air hujan. Kondisi ini masih ditambah sedimentasi. Sedimen yang volumenya terus meningkat membuat sungai semakin dangkal dan risiko meluapnya semakin tinggi,” ujar Adek.
Tak hanya tanggul sungai yang kritis, Jateng juga terancam banjir karena adanya 17 daerah aliran sungai (DAS) yang kritis. DAS yang kritis itu berada di sekitar Sungai Pemali, Sungai Comal, Sungai Bodri, Sungai Cacaban, Sungai Garang, Sungai Tuntang, Sungai Serang, Sungai Juwana, Sungai Lampir, Sungai Gung, Sungai Kabuyutan, Sungai Kupang, Sungai Babakan, Sungai Tayu, Sungai Pladen, Sungai Resak, dan Sungai Kepel.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Seksi Kelembagaan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDAS-HL) Pemali-Jratun, Sudarta, mengatakan, DAS kritis dipicu oleh adanya alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan membuat alur sungai berubah bentuk dan aliran dari hulu ke hilirnta menjadi lebih cepat.
”Harus ada upaya bersama dari pemerintah dan masyarakat supaya DAS kritis ini bisa dipulihkan sehingga bisa berfungsi secara optimal. Semua pihak harus sama-sama sadar bahwa menjaga daerah hulu yang berfungsi sebagai pelindung hingga bagian hilir itu penting. Percuma mau dibuat tanggul yang seperti apa atau pengerukan sedimen kalau persoalan dari wilayah hulu tidak diselesaikan,” ucap Sudarta.
Banjir
Hujan deras yang turun sejak Rabu (22/2/2023) malam hingga Kamis siang menyebabkan sejumlah daerah di Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, dan Jepara terendam banjir. Di Kota Pekalongan, banjir terjadi di sejumlah kelurahan di Kecamatan Pekalongan Utara dan Pekalongan Barat. Ketinggian banjir berkisar 10 - 50 sentimeter.
Akibat banjir tersebut, sebanyak 82 jiwa di Kota Pekalongan mengungsi di sejumlah titik pengungsian. ”Satu rumah di Kelurahan Banyurip, Kecamatan Pekalongan Selatan, dilaporkan rusak sedang akibat tertimpa material atap akibat angin kencang yang terjadi saat hujan deras,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pekalongan Aprilyanto Dwi Purnomo.
Di Kabupaten Pekalongan, sebanyak 13 desa di Kecamatan Wonokerto, Siwalan, dan Tirto juga digenangi banjir. Ketinggian air mencapai 60 cm. Hingga Kamis malam, belum ada laporan terkait pengungsi di wilayah tersebut. Kendati demikian, BPBD dan sukarelawan setempat masih bersiaga jika sewaktu-waktu warga memerlukan evakuasi atau menghendaki untuk mengungsi.
Adapun di Jepara, banjir menggenangi Desa Sowan Kidul, Kecamatan Kedung, pada Kamis siang. Banjir itu disebabkan oleh hujan deras yang turun sejak Rabu malam. Banjir membuat Sungai Kaligawe meluap dan merendam ratusan rumah yang ditinggali 837 jiwa. Ketinggian air mencapai 80 cm.
Petinggi Desa Sowan Kidul, Ahmad Dzhuri, menyebut, dapur umum telah didirikan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat. Selain itu, pihaknya juga telah menutup pintu air untuk mencegah debit air Sungai Kaligawe meluap.
”Kami berharap pengerukan dilakukan di Sungai Kaligawe agar kalau hujan deras, airnya tidak meluap ke permukiman. Sudah beberapa tahun terakhir, Sungai Kaligawe mengalami pendangkalan dan selalu meluap saat hujan deras,” katanya.