Efek Jera bagi Pengemudi Angkutan Batubara Nakal di Jambi
Pemerintah Kota Jambi mengambil langkah menerapkan hukuman bagi pengemudi angkutan batubara yang nekat melintas jalan umum di wilayah itu. Langkah itu diambil karena pemprov dinilai tidak tegas.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Ketidaktegasan Pemerintah Provinsi Jambi dalam menegakkan aturan soal pengangkutan batubara menjadi celah masifnya kemacetan di jalan-jalan publik. Pemerintah Kota Jambi mengambil langkah menerapkan hukuman bagi pengemudi angkutan batubara yang nekat melintas jalan umum di wilayah itu.
Hasilnya, seorang pengemudi angkutan batubara yang nekat melintas masuk jalan di dalam Kota Jambi ditahan. Ia didenda Rp 30 juta oleh Hakim Pengadilan Negeri Jambi.
Wali Kota Jambi Syarif Fasha menyebut tindakan hukum harus dilakukan pihaknya karena pemprov dinilai tidak tegas. ”Sebenarnya kami tidak perlu melakukan hal ini apabila pemerintah provinsi rigid menegakkan aturan. Kota Jambi melakukan hal ini karena kami menganggap harus turun tangan,” ujarnya, Jumat (17/2/2023).
Ia membenarkan tambang batubara tidak ada di Kota Jambi. Namun, pengangkutan batubara dari lokasi tambang menuju pelabuhan melintasi jalan umum dalam Kota Jambi. Hal itu merugikan masyarakat. ”Sudah sangat membuat resah masyarakat Kota Jambi, terpaksa kami mengambil tindakan ini untuk menyelamatkan warga kota,” ujarnya.
Ia berharap penerapan sanksi pada sidang perdana pengemudi angkutan batubara yang nakal akan memberi efek jera. Ia berharap pengemudi lainnya tidak akan mengulang praktik serupa. Saat ini, lanjutnya, masih ada tiga kasus serupa yang menunggu jadwal sidang.
Sebagaimana diketahui, pengemudi angkutan batubara itu, Rudiantara, mengangkut hasil tambang dari lokasi PT Putra Mandiangin Pratama yang berada di Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, 26 Januari lalu. Dalam perjalanan menuju pelabuhan, Rudi mengambil jalan tembus dengan melintasi Jalan M Yamin yang berada dalam Kota Jambi.
Adapun muatan batubara yang dibawanya bertonase 14 ton. Hal itu melanggar hukum karena sesuai dengan aturan, ruas jalan tersebut merupakan jalan kelas 3 yang berklasifikasi beban maksimal 8 ton untuk truk dua sumbu.
Oleh hakim PN Jambi, Rio Destrado, ia divonis denda Rp 30 juta karena melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kota Jambi Nomor 4 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Jambi. Disebutkan dalam Pasal 22 perda tersebut bahwa setiap kendaraan angkutan barang dilarang menggunakan jalan yang tidak sesuai dengan kelas, daya dukung, serta tidak sesuai dengan muatan sumbu terberat yang diizinkan untuk jalan itu. Selanjutnya, Pasal 184, siapa pun yang melanggarnya akan dipidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Lebih lanjut Fasha mendorong setiap kampung menjaga lingkungan masing-masing agar jalan wilayahnya tidak dilintasi angkutan-angkutan batubara tersebut, tidak mencoba masuk ke Kota Jambi. Ia juga mengimbau agar warga tidak bertindak anarkistis terhadap para pelanggar aturan.
Selain menindak langsung pelanggar di jalan, Pemerintah Kota Jambi juga telah mengirimkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Surat itu berisi permintaan pengurangan kuota produksi batubara di Provinsi Jambi menjadi 10 juta ton.
Adapun kuota produksi batubara Provinsi Jambi tahun 2023 sebesar 30 juta ton. Usulan penurunan kuota produksi diperlukan karena kuota yang ada tidak sesuai dengan kapasitas dan kemampuan jalan, serta dampak negatif lainnya kepada masyarakat ataupun struktur perekonomian daerah. ”Jadi, ini sudah sangat mengganggu tidak hanya dari segi infrastruktur, tetapi juga sosial ekonomi, kenyamanan dan keamanan lalu lintas juga,” ujarnya.
Ini sudah sangat mengganggu tidak hanya dari segi infrastruktur, tetapi sosial ekonomi, kenyamanan, dan keamanan lalu lintas juga.
Akibat kemacetan di jalan, inflasi terjadi. Dampak lainnya, masih banyak angkutan batubara menggunakan bahan bakar subsidi di SPBU.
Ketua Pengurus Harian Asosiasi Pengemudi Angkutan Batubara Darmawi menyesalkan Pemerintah Provinsi Jambi yang tak tegas menangani dan mengawasi kendaraan pengangkut batubara sehingga angkutan itu terus menimbulkan persoalan. Dari 9.000-an angkutan, hanya 20 persen yang telah terdaftar di dinas perhubungan di Jambi. Selebihnya merupakan angkutan-angkutan dari luar daerah. Sebagian besar angkutan dari luar daerah enggan mengurus pendaftaran. Namun, hal itu dibiarkan berlarut.
Masalah lainnya adalah banyak pengemudi telah mendaftar ke dinas, tetapi lambat prosesnya. ”Banyak pengemudi sudah mendaftar untuk mendapatkan nomor lambung kendaran, tetapi hingga kini masih terus menunggu,” katanya.
Ia pun berharap pemilik usaha tambang segera membangunkan jalan khusus batubara. ”Kami para sopir pun tak ingin lewat jalan umum. Tidak ingin meresahkan masyarakat. Tetapi, jalan khususnya belum ada hingga kini,” ucapnya.