Tak Berpelat Jambi, Pemilik Angkutan Batubara Kembali Diperingatkan
Semua pemilik angkutan batubara yang beroperasi di Jambi harus terdaftar dan memiliki nomor pelat kendaraan Jambi. Batas waktu pengurusannya hingga 30 April 2023.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Untuk kedua kalinya, peringatan diberikan kepada para pemilik angkutan batubara agar mendaftarkan kendaraannya di Jambi. Peringatan serupa diberikan pada tahun lalu, tetapi terus diabaikan.
Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jambi Komisaris Besar Dhafi mengatakan, penertiban angkutan batubara berdasarkan pelat kendaraan dimulai 6 Februari mendatang. Semua angkutan wajib mendaftarkan nomor kendaraan wilayah Jambi. Jika belum, pemilik kendaraan harus mengurus surat lapor diri melintasi jalan umum.
”Penertiban ini mengacu pada undang-undang lalu lintas,” ujarnya, Jumat (3/2/2023).
Ia melanjutkan, saat ini para pemilik kendaraan masih diberikan peluang untuk mengurus penggantian nomor kendaraan luar daerah ke Jambi. Batas waktunya hingga 30 April 2023. ”Mulai 1 Mei, sudah tidak boleh ada lagi angkutan batubara yang non-BH (pelat Jambi) beroperasi di Jambi,” katanya.
Angkutan batubara yang tidak memiliki surat lapor diri, lanjutnya, juga tidak boleh beroperasi. Penindakan akan dimulai Senin mendatang.
Peringatan tersebut, ironisnya, mengulang peringatan serupa pada tahun lalu. Kompas sempat memberitakan pada artikel berjudul ”Angkutan Batubara yang Belum Terdaftar Dilarang Beroperasi di Jambi” pada 16 Mei 2022.
Kala itu, Dhafi juga mengultimatum angkutan batubara yang belum terdaftar dilarang beroperasi di Jambi mulai 20 Mei 2022. Langkah ini diharapkan mengatasi persoalan kemacetan, dari mulut tambang hingga pelabuhan. Ia pun menyebutkan penindakan di jalan tidak optimal menyelesaikan kemacetan selama aturan tidak ditegakkan.
Sudah ada aturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral perihal kewajiban usaha angkutan batubara terdaftar atau berafiliasi dengan perusahaan pemegang IUP, tetapi tidak dilaksanakan. Pengawasannya pun tidak berjalan
”Sebagian besar angkutan batubara beroperasi lewat sistem pesan dan antar. Padahal, sistem ini menyalahi aturan. Akibatnya, distribusi dari mulut tambang hingga pelabuhan menjadi tidak terkendali,” katanya, kala itu.
Ketua Pengurus Harian Asosiasi Pengemudi Angkutan Batubara Darmawi mengatakan, Pemerintah Provinsi Jambi tak tegas mengawasi sehingga pemilik angkutan cenderung mengabaikan peringatan. Dari 8.000-an angkutan, hanya 20 persen yang telah terdaftar di dinas perhubungan di Jambi. Selebihnya merupakan angkutan-angkutan dari luar daerah. Tanpa pengawasan dan penindakan yang tegas, pengangkutan batubara akan terus menjadi persoalan.
Mulai 1 Mei, sudah tidak boleh ada lagi angkutan batubara yang non-BH (pelat Jambi) beroperasi di Jambi.
Wali Kota Jambi Syarif Fasha mengatakan, dirinya telah mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Isi suratnya menyebut bahwa angkutan batubara yang sudah terlalu banyak jumlahnya hingga 9.000 truk setiap harinya memenuhi jalan publik. Kondisi ini mengganggu kenyamanan masyarakat dan mengganggu rantai pasokan bahan makanan, seperti sayuran, cabe, dan bawang ke Kota Jambi.
Tingginya jumlah angkutan batubara di jalan umum juga memicu lebih banyak kecelakaan lalu lintas. Karena itu, pihaknya meminta Kementerian ESDM menurunkan kuota produksi batubara Provinsi Jambi menjadi 10 juta ton dan mendorong percepatan pembangunan jalan khusus batubara.
Adapun Kementerian ESDM menetapkan kuota produksi batubara Provinsi Jambi tahun 2023 sebesar 30 juta ton. Direktur Pengusahaan Batubara Kemeterian ESDM saat dimintai keterangan terkait usulan penurunan kuota belum merespons.