Beban Negara Rp 1,2 Triliun untuk Benahi Jalan Nasional yang Rusak akibat Batubara
Ratusan kilometer jalan nasional yang rusak di Jambi akibat dilintasi angkutan batubara menyita APBN hingga Rp 1,2 triliun untuk membenahinya. Padahal, penerimaan negara dari tambang batubara hanya Rp 500 miliar.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Suasana kemacetan akibat jalan yang dipadati angkutan batubara di jalan nasional yang menghubungkan Jambi-Sarolangun pada November 2022.
JAMBI, KOMPAS — Negara dibebani anggaran Rp 1,2 triliun untuk membenahi ratusan kilometer jalan rusak di Jambi akibat dilintasi ribuan angkutan batubara. Beban biaya yang besar itu tak sebanding dengan penerimaan negara dari hasil tambang tersebut yang hanya mencapai Rp 500 miliar.
”Masalah pengangkutan batubara di Jambi sudah terlalu membebani keuangan negara,” ujar A Bakri, anggota Komisi V DPR daerah pemilihan Provinsi Jambi, Selasa (24/1/2023).
Hasil penghitungan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, terdapat sepanjang 200 kilometer jalan nasional yang rusak, terdiri dari rusak berat, sedang, dan ringan. Itu terjadi karena setiap hari dilewati ribuan angkutan batubara dengan muatan berlebih.
Kementerian Perhubungan mendata terdapat 9.296 angkutan batubara yang memadati jalan umum di Jambi. Kondisi itu juga menimbulkan kemacetan parah sehingga mengganggu aktivitas warga. ”Untuk membenahi jalan-jalan yang rusak akibat batubara, anggaran yang harus dikeluarkan sangat besar. Ini artinya negara sudah menyubsidi (investasi) batubara,” ucap Bakri.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Pengemudi angkutan batubara yang distop karena melanggar ketentuan jam operasional menunjukkan surat pesanan batubara dari perusahaan yang menaunginya, di Jalan Lintas Jambi-Muara Sabak, Kabupaten Muaro Jambi, Selasa (14/6/2022).
Jalan nasional tersebut semestinya hanya untuk kepentingan pengangkutan orang dan barang umum, bukan untuk komoditas khusus. ”Pengangkutan batubara harusnya melewati jalan khusus yang dibangun sendiri oleh pengusaha tambangnya,” tuturnya.
Pada Selasa pagi, angkutan batubara menabrak sebuah tiang listrik gardu PLN hingga roboh di Jalan Lingkar Selatan, Kota Jambi. Akibatnya, aliran listrik bagi masyarakat setempat terputus selama lebih dari 9 jam. Adapun pengemudi angkutan itu terluka dan dilarikan ke rumah sakit.
Menurut Bakri, masifnya angkutan batubara di jalan-jalan umum telah berdampak terhadap berbagai sektor kehidupan masyarakat. Karena itu, pemerintah daerah dan pusat tidak boleh menoleransi. Pembangunan jalan khusus harus dipercepat. Rencana pembangunan jalan khusus dijadwalkan baru selesai tahun 2024. Bakri mengatakan, itu terlalu lama. Masyarakat tidak mungkin dibiarkan terus-terusan menjadi korban.
Ia pun mendesak pemerintah daerah untuk cepat menerapkan sistem ganjil-genap bagi angkutan batubara jika melintasi jalan umum. Dengan jumlah 9.296 angkutan yang beroperasi, pembagian ganjil-genap diharapkan dapat mengurai kemacetan.
Kepala Terminal Sarolangun, Desfredo, mengatakan, kemacetan pada Selasa pagi hingga siang semakin parah di jalur Muara Bulian menuju Sarolangun. Dia menceritakan, kendaraan yang dikemudikannya sejak pukul 06.00 hingga 11.30 nyaris tidak bisa bergerak di jalur tersebut. ”Berjam-jam terhadang macet karena seluruh badan jalan dikuasai truk batubara,” ucapnya.
Ia pun menyesalkan petugas polisi lalu lintas (polantas) yang tersebar di sepanjang jalur itu tidak terlihat. Kemacetan akhirnya kian tak terkendali. ”Petugas polantas di sepanjang jalan Muara Bulian tidak ada di lokasi,” tambahnya.
Kondisi itu juga memaksa bus-bus antarkota antarprovinsi (AKAP) dan usaha travel dari arah Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara yang melewati jalur lintas tengah dan barat tidak bisa masuk. Sebagian besar bus terpaksa mengambil jalur memutar. Jalur yang seharusnya melewati Sarolangun dan Muara Bulian memutar lewat Lubuk Linggau untuk menuju Palembang.
”Terpaksa kami putar arah. Menjadi lebih jauh perjalanannya, tetapi yang penting tidak terjebak macet di Jambi,” kata Andi, pengemudi mobil travel dari Padang.