Julukan Gotham City Membayangi Kota Bandung
Kota Bandung mendapat julukan "Gotham City" oleh warganet karena kejahatan marak di kota ini banyak yang viral di media sosial. Tindakan tegas dari para petugas perlu dilakukan untuk menekan kriminalitas.
Keharuman julukan Bandung sebagai Kota Kembang saat ini dibayang-bayangi label sebagai Gotham City oleh warganet. Kota fiksi yang kerap dikaitkan dengan kejahatan di film Batman ini melekat di Kota Bandung karena berbagai aksi kriminal yang terjadi dan viral di media sosial.
Hidup Ridwan Malik (30) tidak tenang akhir-akhir ini. Sebagai pekerja swasta yang kerap pulang larut malam, warga Ciwastra, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, ini khawatir dengan berbagai aksi kejahatan di Kota Bandung dalam beberapa waktu terakhir.
Setidaknya dari awal tahun 2023, sejumlah aksi kriminal dari Kota Bandung menjadi konsumsi publik, mulai dari kekerasan, perampokan hingga pelecehan seksual. Beberapa tindak kejahatan yang terekam kamera bahkan tersebar di berbagai kanal media sosial.
Baca Juga: Teror Moncong Senjata di Jalan Dago
Aksi ini mendapat reaksi keras dari berbagai warganet. Mereka menyayangkan Kota Bandung yang dirasa mulai tidak aman. Tidak sedikit warganet menjuluki Kota Bandung sebagai Gotham City. Kota fiksi ini muncul di seri super hero Batman sebagai tempat yang identik dengan kejahatan jalanan dan musuh-musuh yang berbahaya.
”Selamat datang di Kota Bandung Gotham City. Kota yang dulu penuh warna dan cita, sekarang berubah rasa kota penuh angkara dan problema seperti Gotham City,” ujar akun Twitter @dg_galang yang diunggah Minggu (15/1/2023).
Ridwan sependapat dengan sejumlah warganet menjuluki Kota Bandung sebagai Gotham City karena sesuai dengan kekhawatirannya. Jarak dari tempat kerja Ridwan mencapai 10 kilometer dan harus ditempuh lebih dari 20 menit. Beberapa ruas jalan yang dia lalui minim penerangan dan jarang dilalui warga jika lewat dari pukul 21.00.
”Wajar saja Kota Bandung disebut Gotham City. Hampir setiap minggu saya melihat ada berbagai kasus kejahatan di malam hari. Kalau lagi lembur, saya memilih untuk ngebut daripada dicegat di tengah jalan,” ujarnya saat ditemui di Bandung, Minggu (15/1).
Tidak hanya Ridwan, Reza (28) juga mengalami keresahan serupa. Salah satu karyawan swasta yang bekerja sekitar Jalan Sriwijaya, Kecamatan Regol, Kota Bandung ini memilih untuk memacu kendaraannya saat pulang kerja menuju kediamannya di Kecamatan Coblong.
Jarak antara kedua lokasi ini mencapai 7 kilometer. Selain jalur yang lengang saat malam, dia juga mendengar beberapa titik yang dilalui menjadi lokasi tindak kejahatan.
”Suasana ini mirip seperti waktu saya awal-awal kuliah di Bandung, sekitar 2014 silam. Saya pikir hal itu sudah tidak terjadi lagi, ternyata seperti terulang kembali. Biasanya, kalau pulang ke rumah saya cukup santai. Sekarang, daripada dicegat di jalan, mending saya ngebut sekalian,” ujarnya.
Tingkatkan keamanan
Keresahan masyarakat ini direspons oleh upaya peningkatan keamanan dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, kepolisian hingga tingkat warga. Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengimbau masyarakat untuk membentuk kembali ronda malam sehingga dapat menekan kriminalitas.
Menurut Gubernur yang kerap dipanggil Emil ini, kejahatan yang terjadi bukan karena kepolisian yang tidak bekerja. Kondisi ini terjadi karena sebagian kelompok masyarakat kerap melanggar hukum. Karena itu, dia meminta warga untuk menjaga keamanan lingkungan dan melaporkan ke pihak berwajib jika ada yang mencurigakan.
”Warga rajin melaporkan, mengamati gerak-gerik mencurigakan dan lain sebagainya. Keamanan, ketertiban, dan kebersihan bukan hanya tugas negara tetapi tugas bersama. Siskamling mudah-mudahan jadi solusi dalam hal preventif,” ujarnya.
Keamanan lingkungan berupa patroli gabungan juga dikerahkan oleh Pemerintah Kota Bandung. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bandung Bambang Sukardi menyatakan, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) hingga kewilayahan perlu memastikan keamanan dan kondusifitas Kota Bandung.
”Patroli gabungan akan melibatkan Forkopimda, Satuan Polisi Pamong Praja dan kewilayahan dengan melibatkan seluruh pihak. Kami akan segera membuat jadwalnya agar berjalan efektif,” ujar Bambang.
Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Bandung Komisaris Besar Aswin Sipayung menyatakan, pihaknya juga akan meningkatkan keamanan dan patroli di Kota Bandung. Di samping itu, dia juga meminta masyarakat untuk melaporkan tindakan kejahatan berupa laporan polisi (LP) selain memviralkan di media sosial.
Konten viral
Aswin tidak melarang masyarakat untuk mengunggah kejahatan di media sosial. Namun, laporan yang diberikan akan mempermudah kepolisian untuk mengusut kasus yang telah viral di tengah masyarakat.
”Untuk warga Kota Bandung, apabila mengalami tindak pidana atau sesuatu yang tidak menyenangkan, sebaiknya melaporkan kepada pihak kepolisian setempat, tidak hanya memviralkan saja. Kami kan mengungkap perkara agar ada kepastian hukum kepada korban,” ujarnya.
Kriminolog dari Universitas Islam Bandung, Profesor Nandang Sambas, berpendapat, masyarakat lebih memilih untuk mengunggah di media sosial sebagai konsekuensi di era perkembangan media sosial dan teknologi. Apalagi, sebagian warga menganggap laporan ke kepolisian dipandang birokratis dan berbelit-belit.
Di samping itu, aksi yang viral di media sosial juga dianggap ampuh untuk menarik perhatian dan mendapatkan respons dari pihak yang berwajib. Hal ini juga dapat menjadi informasi awal dan dapat ditelusuri kebenarannya.
”Saat ini masyarakat, terutama anak muda lebih dekat dengan media sosial. Selama 24 jam mereka pegang ponsel, dan kalau terjadi apa-apa langsung merekam dan mengunggah. Jadi, lebih gampang, lebih praktis. Kalau harus lapor polisi, dianggap sulit dan birokratis,” ujarnya.
Meski demikian, fenomena aksi yang viral di media sosial ini dapat memberikan dampak negatif di masyarakat. Nandang menjelaskan, hal ini bisa menjadi inspirasi bagi warga lain untuk melakukan hal yang serupa, terutama bagi kelompok anak yang rentan terpengaruh agar dianggap hebat.
“Ada istilah yang disebut teori imitasi yang bisa diikuti oleh anak-anak. Semakin sering didengar, apalagi dari audio visual, hal itu lebih gampang dipahami dan ditiru. Apalagi di media sosial sekarang, banyak hal yang jadi tren dan lebih cepat terpapar ke warganet,” ujarnya.
Karena itu, mengantisipasi maraknya tindak kejahatan di Kota Bandung, Nandang juga menyoroti edukasi media sosial kepada publik, terutama anak-anak. Selain itu, pengawasan terhadap lingkungan juga perlu dilakukan dengan tindakan tegas dan terukur agar memberikan efek gentar kepada masyarakat.
”Pihak kepolisian perlu meningkatkan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) untuk penjagaan. Tindakan tegas dan terukur perlu dilakukan untuk memberikan ancaman saat ada yang sulit diberikan pemahaman. Di sisi lain, edukasi juga dibutuhkan, terutama dalam membatasi akses-akses yang dinilai berbahaya di media sosial,” paparnya.
Berbagai tindakan tegas yang dilakukan berbagai pihak ini diharapkan bisa mengubur anggapan Kota Bandung sebagai sarang penyamun. Jika semua aman dan aksi kriminalitas kembali minim, julukan Gotham City pun bisa lenyap di tengah masyarakat hingga jagad maya.
Baca Juga: Metamorfosis Babarsari, dari Kampung Menjadi "Gotham City"