Gubernur Kaltim Isran Noor, dari Pangan hingga Pertambangan
Bagaimana kondisi Kalimantan Timur saat ini dengan visinya ”Kaltim Berdaulat 2023”?
Oleh
SUCIPTO
·5 menit baca
Provinsi Kalimantan Timur genap berusia 66 tahun pada 9 Januari 2023. Pada portal resmi Pemerintah Provinsi Kaltim, tertera visi ”Kaltim Berdaulat 2023”. Visi itu ditempuh dengan lima misi, dua di antaranya berdaulat dalam pemberdayaan ekonomi wilayah dan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan; serta berdaulat dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Seiring bertambahnya usia Kaltim, ada beberapa hal klise yang masih menjadi perbincangan mengenai provinsi ini. Salah satu yang paling sering adalah naik-turunnya pertumbuhan ekonomi Kaltim selalu bergantung pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian, di mana tambang batubara ada di dalamnya.
Pada 2015, perekonomian Kaltim mengalami kontraksi akibat China mengurangi impor batubara dari luar negeri, termasuk yang berasal dari Kaltim. Anjloknya harga batubara dunia juga membuat perekonomian Kaltim terkontraksi -3,49 persen secara tahunan pada triwulan III-2015.
Jika diamati menurut lapangan usaha, kondisi itu dipengaruhi oleh penurunan kinerja lapangan usaha pertambangan dan penggalian yang mengalami koreksi cukup signifikan, yakni -9,61 persen. Kelesuan ekonomi di masa itu akibat melemahnya harga minyak, gas, dan batubara dunia. Tahun 2015-2016 menjadi masa kelam pertambangan di Kaltim.
Setelah itu, harga dan ekspor batubara membaik perlahan. Kinerja ekonomi Kalimantan Timur triwulan III-2022 mengalami pertumbuhan 5,28 persen secara tahunan. Sumber pertumbuhan ekonomi terbesar pun ada pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian sebesar 1,74 persen.
Pada saat bersamaan, beberapa hektar lahan Kaltim dipilih oleh pemerintah pusat sebagai Ibu Kota Nusantara (IKN), yakni di sebagian Kutai Kartanegara dan sebagian Penajam Paser Utara. Megaproyek itu diusung ramah lingkungan. Bagaimana Kaltim bersiap untuk itu di tengah kondisi daerah ini yang amat bergantung pada batubara?
Meskipun mendatangkan banyak uang dengan cepat, tambang batubara memakan banyak lahan yang berakibat berkurangnya tutupan hutan, sumber air, dan berpotensi menjadi petaka bagi daerah di sekitarnya, seperti banjir dan tanah longsor.
Selain itu, Kaltim pun masih mengandalkan pasokan bahan pangan dari luar daerah. Pembangunan IKN diprediksi bakal mendatangkan banyak orang baru ke Kaltim. Kebutuhan pangan juga diproyeksikan bakal meningkat. Bagaimana Kaltim mengantisipasinya? Untuk mengetahuinya, Kompas mewawancarai Gubernur Kaltim Isran Noor pada Jumat (6/1/2023) di Kota Samarinda. Berikut petikan wawancaranya.
Selama ini, bagaimana Kalimantan Timur mendapatkan pasokan pangan untuk warga?
Untuk beras dari Sulawesi dan Jawa Timur. Suplai sayur-sayuran, holtikultura, atau daging dari Sulawesi atau Nusa Tenggara Barat.
Apakah ada rancangan atau program agar Kaltim bisa swasembada pangan?
Ada, tetapi permasalahannya Kaltim itu ekonominya terbentuk, sebagian besar, lebih dari 50 persen itu dari sektor galian tambang. Jadi, tenaga kerjanya tidak ada yang bergerak di bidang pertanian. Kalaupun ada, sedikit sekali. Orang lokal asli Kaltim bercocok tanam dengan sistem berpindah, shifting cultivation.
Di sisi lain, itu (bercocok tanam) memang tidak begitu menguntungkan. Kalau (menjadi) karyawan tambang, cepat hasilnya. Itu ciri khas di seluruh dunia juga begitu. Ada daerah penghasil komoditas tertentu. Itulah sebuah sistem perdagangan. Tidak mesti mencukupi untuk diri sendiri. Tidak bisa.
IKN diproyeksikan akan mendatangkan banyak orang, termasuk ke Kaltim. Bagaimana memenuhi pangan orang yang bakal mendekat ke IKN?
IKN itu sebuah kegiatan pusat pemerintahan. Memang pasti berdampak dalam kegiatan perekonomian lain karena IKN ada di tengah (Indonesia) dan di luar Pulau Jawa. Sebagian besar yang datang pegawai negara semua itu. Kualitas produk yang diperlukan untuk makan jelas berbeda kualitasnya.
Itu yang harus disiapkan. Saya kira tidak mungkin kita (Kaltim) untuk menyiapkan itu semua. Kita tidak punya orang, tetapi mungkin lama-lama akan tumbuh (pertanian di Kaltim). Paling tidak, biarkan saja dahulu berlaku sistem pasar, misalnya (bahan pangan) disuplai dari daerah lain.
Perekonomian Kaltim amat bergantung pada ekspor bahan mentah tambang batubara, yang juga bergantung naik-turunnya harga dunia. Bagaimana untuk memperkuat itu?
Di Kaltim baru mau dibangun di Kutai Timur, coal to methanol namanya. Itu investasi kerja sama dengan Amerika. Itu akan mengelola batubara yang rendah kalori menjadi metanol. Selain itu, dari sektor kayu, sebagian kayu ada yang diolah di Kaltim. Kita sudah mulai membangun industri dari berbagai macam bahan baku di daerah.
Dari sekitar 3,7 juta penduduk Kaltim, nilai ekspor Kaltim 30 miliar-35 miliar dollar AS, itu dari orang yang bekerja di sektor pertambangan. Itu pun yang tercatat dan yang tidak tercatat banyak. Rugi negara masih banyak. Illegal mining berkembang. Negara rugi, wibawa negara tidak ada, karena orang suka-suka menambang ilegal.
Gubernur tidak punya kewenangan karena sudah ditarik semua (kewenangan pertambangan) ke Jakarta. Negara punya kewajiban mengatur regulasinya karena undang-undang lari ke Jakartakan. Sementara lari ke Jakarta, tidak ada aturan transisi yang bisa bertanggung jawab.
Apa upaya Kaltim agar tak bergantung pada industri ekstraktif?
Ada juga industri kelapa sawit. Itu tidak ekstraktif. Itu ditanam, kemudian diolah. Itu sudah industri semua. Produksi crude palm oil Kaltim sekitar 5 juta ton setahun dari total 55 juta ton produksi nasional.
Kaltim salah satu penyumbang besar devisa negara dari ekspor sumber daya alam, tetapi tak semua hasilnya masuk ke Kaltim. Sebagai gubernur, bagaimana Anda melihat hal itu?
Konsekuensi daerah integral bangsa ini kan tidak harus daerah penghasil dapat (bagian anggaran) banyak. Sistem kita lain. Jadi, namanya negara kita ini, hasil apa pun yang ada di situ, diambil negara, baru negara membagikan ke seluruh Indonesia. Termasuk sebagai daerah penghasil, besar-kecilnya (anggaran untuk daerah) dia (pemerintah pusat) yang mengatur.
Itu sebuah sistem juga yang menurut saya perlu diperbaiki. Merugikan daerah seperti Kaltim sebagai penghasil devisa, tetapi dana yang masuk (ke Kaltim) sedikit. Dalam hal alokasi APBN, biasanya Kaltim mendapat sekitar Rp 30 triliun. Baru tahun ini, tahun 2023, Kaltim mendapat alokasi APBN Rp 62,7 triliun. Tetapi itu terdiri dari macam-macam, ada dari belanja kementerian/lembaga, transfer ke daerah dan dana desa, dari instansi vertikal, dan termasuk investasi IKN.