Ironi Minyak Goreng di Pulau Sawit
Di Kalimantan, dimana luasan kebun sawit mencapai 1 juta hektar lebih, warganya masih kesulitan mendapat minyak goreng.
Ironis. Kalimantan yang merupakan salah satu daerah produsen minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia, warganya terimpit kelangkaan minyak goreng. Mereka yang selalu beririsan konflik dengan perusahaan-perusahaan minyak itu kini kian terjatuh. Tak hanya langka, harganya pun mahal.
Kelangkaan minyak goreng itu dirasakan di berbagai pelosok. Salah satunya di masyarakat di kampung nelayan tepatnya pinggiran Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Tak ada gerai mini market di sekitar kampung nelayan seperti di Jenebora, Gresik, Kampung Baru, Pantai Lango, dan beberapa kampung lainnya. Mereka harus menyeberangi teluk menuju Kota Balikpapan untuk mencari minyak goreng dan berbagai kebutuhan pokok lainnya.
Warga yang memiliki perahu atau speedboat pasti cukup mudah untuk menyeberang, tetapi ibu-ibu yang kapal motornya digunakan suami mereka untuk melaut di pagi buta, tak bisa menunggu senja untuk mencari minyak goreng yang langka. Mereka harus mengeluarkan uang sebesar Rp 50.000-Rp 60.000 untuk sekali menyeberang teluk selama lebih kurang 20 menit menuju Balikpapan.
Tak jarang juga mereka pulang dengan tangan kosong, karena banyak gerai juga kehabisan stok minyak goreng. Titin (40) warga Jenebora, Penajam, Kalimantan Timur, kesal dengan kelangkaan minyak goreng.
Baca juga: Tragedi Minyak Goreng
Kekesalannya bukan tanpa alasan, suaminya yang merupakan nelayan dan pengepul kepiting juga ikan selama ini sudah lelah berurusan dengan perusahaan pengangkut crude palm oil (CPO), batu bara, tongkang kayu, dan aktivitas industri lainnya yang merusak alat tangkap tradisional mereka saat memarkir kapal di dekat tempat nelayan menebar jala.
“Heran saya, kok bisa langka. Padahal kapal minyak sawit itu setiap hari lewat di depan rumah ini,” kata Titin, saat ditemui Kompas di rumahnya pada Minggu (6/3/2022).
Titin bercerita sambil menimbang kepiting yang dibawa para nelayan lain yang pulang mengambil hasil rakang, alat tradisional untuk menangkap kepiting atau ikan. Dengan polos, Titin berpikir seharusnya di Kalimantan minyak goreng bisa dijual seperti kacang goreng, murah dan banyak.
Baca juga: Minyak Goreng HET Sulit Didapat Pemerintah Sebut Hanya Sesaat
Mahmud (60) yang merupakan Ketua RT 02 Kelurahan Jenebora, sudah sering kali protes ke perusahaan agar tidak memarkir kapalnya dekat batu karang atau hutan bakau. Pasalnya, tempat-tempat itu merupakan lokasi nelayan menebar jala, merengge, dan membuat rakang juga alat tangkap ikan tradisional lainnya.
“Kalau kapal buang jangkar itu hancur semua terumbu karang di bawah, padahal di situ ikan-ikan bertelur. Udah sering protes tapi gak pernah direspon, alat tangkap yang rusak pun tak pernah digantinya,” kata Mahmud.
Harga minyak goreng yang tinggi membuat sulit pedagang kecil. Marlia Rati (60), pemilik warung kelontong di Perumahan Balikpapan Baru, membeli minyak goreng kemasan setengah liter Rp 11.000 beberapa waktu lalu. Ia terpaksa menjual Rp 13.000 karena ia biasanya mengambil keuntungan Rp 2.000 untuk minyak goreng kemasan setengah liter.
"Biasanya saya beli Rp 7.000 saja ukuran setengah liter. Kemarin waktu belanja juga dibatasi hanya boleh enam kemasan. Padahal sebelumnya saya belanja minimal 10 kemasan," katanya.
Setelah pemerintah mengeluarkan peraturan satu harga untuk minyak goreng kemasan, Marlia kebingungan. Ia sudah belanja dengan harga tinggi dan tak mungkin menjual Rp 9.000 seperti sebelumnya. Jika begitu, ia merugi Rp 2.000 karena belanja minyak kemasan setengah kilo Rp 11.000.
Terakhir, ia sudah menjumpai harga minyak kembali normal. Marlia membeli minyak goreng kemasan 2 liter di swalayan dengan harga Rp 28.000. Itu sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah Rp 14.000 per liter. "Tapi hanya bisa beli satu," kata Marlia.
Hal serupa juga terjadi di Kalimantan Tengah. Selin Prescilia (25) ibu rumah tangga di Kota Palangkaraya harus mengantri selama lebih kurang dua jam untuk mendapatkan minyak goreng murah. Ia mengaku, membeli minyak goreng eceran dengan harga Rp 46.000 untuk ukuran dua liter.
Heran saya, kok bisa langka. Padahal kapal minyak sawit itu setiap hari lewat di depan rumah ini
Di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan, minyak goreng pun susah didapatkan. Santi (38) ibu rumah tangga dari Pontianak mendapati harga minyak goreng di berbagai tempat seharga Rp 19.000 per liter. Padahal normalnya sekitar Rp 12.000 per liter di pasar. Di Banjarmasin dan sekitarnya harga minyak goreng menyentuh Rp 16.000-Rp 18.000 per liter atau di atas HET yang ditetapkan pemerintah, Rp 14.000 per liter. Minyak goreng kemasan sesuai HET sudah susah didapatkan di minimarket ataupun supermarket.
Ironi
Fenomena itu menjadi ironi di tengah besarnya perkebunan sawit di Kalimantan. Berdasar Kalbar dalam Angka 2021, perkebunan sawit di provinsi itu pada 2020 seluas 1,9 juta ha. Sedangkan produksinya 4,1 juta ton. Perkebunan di Kalbar ini menjadi terbesar kedua di Indonesia.
Sementara itu dari sisi produksi minyak goreng, Kalbar surplus. Produksi minyak goreng pabrik yang berada di Pontianak tercatat 15.000 metrik ton per bulan. Sementara kebutuhan Kalbar berdasarkan pola konsumsi hanya 4.151 ton per bulan
Di Kaltim, Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim mencatat, hingga tahun 2020 luas areal kelapa sawit mencapai 1,3 juta hektar. Sebagian besar milik perusahaan perkebunan dengan luas 986.662 hektar.
Baca juga: Gunakan Areal Konservasi Tanpa Izin Perkebunan Sawit di Kaltim Didenda
Dari kebun sawit itu, produksi tandan buah segar (TBS) yang diolah pada tahun 2020 sebesar 17,7 ton atau setara dengan 3,8 juta ton Crude Palm Oil (CPO). Produksi CPO Kaltim meningkat pada 2021 menjadi 4 juta ton.
Di Kalteng, Badan Pusat Statistik (BPS) Kalteng, pada tahun 2021 mencatat, luas perkebunan kelapa sawit swasta yang beroperasi aktif mencapai 1,8 juta hektar dan perkebunan sawit rakyat yang mencapai 166.926 hektar. Dari luasan tersebut, total produksi kelapa sawit mencapai 5,9 juta ton kelapa sawit dengan total produksi CPO lebih kurang mencapai 8,8 juta ton atau 25,3 persen dari total produksi CPO nasional.
Adapun di Kalsel, dari seluruh jenis perkebunan tahun 2021 tercatat luas tanam kelapa sawit seluas 426.948 hektar (ha) dengan produksi minyak sawit mencapai 1.134.684 ton.
Direktur Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia di Universitas Palangka Raya (UPR) Fitria Husnatarina menjelaskan, pulau Kalimantan memiliki kapasitas sebagai produsen tetapi tidak memiliki kapasitas serapan distribusi. Fungsi produksi dan distribusi tidak dalam satu kawasan industrialisasi yang terintegrasi.
“Kalimantan jadi produsen tetapi konsumsi di Kalimantan bukan target konsumsi yang sebenarnya dituju,” kata dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPR tersebut.
Perusahaan, lanjut Fitria, butuh frekuensi profit untuk menjamin keberlangsungan hidupnya. Kalimantan, selama ini hanya maksimal pada produksi CPO, kemudian dibawa keluar daerah dan diolah menjadi berbagai produk turunan.
Menurut Fitria, Kalimantan dengan rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) harusnya mulai disiapkan tidak hanya menjadi wilayah produsen tetapi juga menjadi pasar potensial.
Jangan panik
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kaltim, HM Yadi Robyan Noor, mengimbau masyarakat tak perlu panik dalam berbelanja minyak goreng. Ia memastikan, stok minyak goreng di Kaltim masih cukup untuk 1,5 bulan ke depan. Itu sudah tersebar di distributor, toko swalayan, pasar tradisional, dan pasar di 10 kabupaten/kota Kaltim.
"Rata-rata pasokan minyak goreng masuk ke Kaltim pada 14-24 Februari 2022 adalah 118.762 liter atau 106,8 ton per hari. Sedangkan kebutuhan harian minyak goreng Kaltim sebesar 15,06 ton per hari. Jadi masyarakat jangan panik membeli," kata Yadi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.
Baca juga: Perusahaan Perkebunan Sawit di Kalteng Masih Langgar Komitmen Restorasi Gambut
Jika ditotal, minyak goreng yang masuk ke Kaltim pada periode itu sekitar 1,6 juta liter atau 1.507 ton. Menurutnya, jika masyarakat membeli dengan wajar, tak akan terjadi kelangkaan minyak goreng. Kepanikan masyarakat, kata Yadi, berpotensi dimanfaatkan oleh oknum-oknum penjual untuk keuntungan pribadi.
Ia melanjutkan, dalam waktu dekat akan masuk sekitar 1 juta liter minyak goreng ke Kaltim. Selain melakukan operasi pasar, pihaknya akan bekerja sama dengan kepolisian untuk memantau distribusi minyak goreng di Kaltim.
Menteri Perdagangan juga sudah menugaskan tiga staf yang akan bekerja hingga 14 Mei 2022. Upaya ini akan dimaksimalkan guna mencegah adanya penimbunan dan permainan harga minyak goreng.
"Kami juga meminta masyarakat melapor jika ada temuan minyak goreng yang di atas harga yang ditentukan. Hotline kami 0812 5872 2124 atau email di layananpengaduankaltim@gmail.com," katanya.
Di sisi lain, ada pula praktik penimbunan. Polda Kalsel menyita lebih kurang 1.000 karton berisi 16.850 bungkus minyak goreng kemasan dari sebuah gudang di Jalan Gubernur Soebardjo, Desa Tatah Layap, Kecamatan Tatah Makmur, Kabupaten Banjar.
Masyarakat di Kalimantan seharusnya menjadi penikmat pertama minyak goreng tanpa kelangkaan dan dengan harga murah. Namun, kondisi itu hampir tidak pernah dirasakan karena banyak faktor. Hilirisasi industri mungkin menjadi jawaban, tetapi perlu diingat kehidupan mereka sudah cukup pahit karena konflik yang juga lahir karena aktivitas industri.